Mengapa Saya Menulis Novel?
Kalau saya pribadi karena ada dorongan dari hobi membaca saya. Waktu kecil, saya suka dibelikan buku cerita dan majalah Bobo oleh orang tua/tante/om. Saya menyukai cerpen, komik, hingga novel [biasanya saya baca Lupus kecil]. Dari membaca cerita karangan orang lain, saya jadi 'terangsang': ide-ide cerita bermunculan bersamaan dengan keinginan untuk menuliskan ide-ide itu, hingga bermimpi suatu hari tulisan saya akan menjadi buku dan dipajang di rak Gramedia.
Keinginan itu terus bersemi, berbuah karena semakin saya membaca, semakin saya ingin menjadi penulis. Apalagi, sewaktu SMA, saya membaca berita tentang kemunculan penulis-penulis muda yang novel-novelnya diadaptasi ke film. Mereka sukses dengan menulis novel. Saya, yang naif waktu itu, tentu ingin seperti mereka. Saya membayangkan, kalau hobi saya menjadi pekerjaan dan menghasilkan uang yang cukup untuk kebutuhan hidup, it's enough. Apalagi kalau bisa debut dan sukses di usia belasan, betapa bangganya saya dan [mungkin] keluarga. Tapi, ternyata tak gampang menembus dapur penerbit. Saya pun hanya gigit jari karena novel-novel yang saya tulis semasa SMA hingga kuliah tak satu pun lolos editorial penerbit-penerbit besar.
Jadi, hasrat - iri - dan 'nekat' adalah tiga hal yang mempengaruhi mengapa saya ingin dan mau menjadi penulis novel.
Komentar
Posting Komentar