Novel Tanpa Antagonis, Bagaimana Mengikat Emosi Pembaca?

Hm…

Antagonis itu tidak selalu berupa orang jahat, loh. Namun, sesuatu yang menghalangi karakter utama mencapai tujuannya. Misalnya, "takdir", "kemalangan", "keadaan". Menurut saya, "antagonis" itu pasti ada, sejauh yang saya baca. Hanya saja, bentuknya yang berbeda-beda. Bisa jadi, si tokoh utama itu sendiri [pikirannya, keraguannya, ketakutannya] antagonisnya. Mungkin kecil porsinya, tetapi… pasti ada karena itu manusiawi. Kita sendiri pasti pernah tidak sependapat dengan diri sendiri atau orang lain, kan?

Dulu saya pernah membaca novel Jepang, 12 Pasang Mata [CMIIW]. Antagonisnya adalah "perang dunia 2". Ketika anak-anak ABG yang masih SD/SMP, diwajibkan ikut berperang melawan musuh Jepang. Perang Dunia yang menjadi latar cerita itu adalah sebuah keadaan, yang jahat, yang merebut mimpi anak-anak muda tersebut.

Oh ya, kalau kamu tahu novel tanpa antagonis sama sekali, bisa dikasih tahu contohnya, ya.

Mengikat emosi pembaca?

Hm, ini pertanyaan yang sulit. Akan tetapi, dari sudut pandang saya sebagai pembaca, sebuah bacaan yang berhasil mengikat emosi saya itu bisa dilihat dari:

  1. Karakter Utama. Bagaimana karakter utama bisa menarik simpati pembaca, entah dari kepribadiannya, perjuangannya, cita-citanya, dsb.
  2. Latar novel. Seperti di 12 Pasang Mata, yang mengikat emosi adalah latarnya, yakni perang dunia. Ketika tahu latarnya seperti itu, tentu sebagai pembaca kita sudah berasumsi, bakal ada kematian… kehilangan… harapan.
Tautan asli:
https://qr.ae/pNsUuq

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru