Menikmati novel bertema makanan: Cuko
Sinopsis ringkas:
Ada peraturan di panti Kasih Ibu yang berbunyi, "Anak panti yang lulus SMA atau berusia 18 tahun harus lulus (keluar panti) dan mandiri". Hal itu membuat tiga remaja yang sebentar lagi lulus SMA mencari cara agar setelah lulus dapat hidup mandiri di luar panti. Dira bersama sahabatnya Aka memilih bisnis kuliner daring dan laring masakan Palembang dengan menggabungkan kemampuan memasak Dira dan pemasaran Aka.
Halo! Saya kembali "bertelur". Seperti Dear, Me: Teruntuk Diriku di Masa Lalu, di Cuko saya masih mengisahkan tentang anak muda dan perjuangan meraih mimpi. Jika kau pernah membaca novel Dear, Me atau novel remaja saya yang lain, tema "meraih mimpi" adalah napas utama.
Cuko ini hasil dari Diva Press yang mencari proposal naskah di pertengahan tahun lalu. Bulan September saya merasa tertarik pada tema food story, ada keinginan saya menulis soal pempek dkk-nya (sebagai info, saya orang Palembang). Saya menantang diri saya sendiri dan mengajukan proposal + bab 1 meskipun saat itu saya sedang di semester tiga dan dituntut maju seminar proposal di akhir tahun. Huft, penuh proposal~
Lalu, saya mendapat kabar tentang diterimanya proposal saya. Sejak awal judulnya Cuko karena... memang saya mencari kata yang singkat tapi orang langsung ngeh atau memiliki bayangan tema novel saya itu. Saya mengajukan waktu tiga bulan untuk menulis, yang mana... 20 Desember saya harus serahkan draf pertama.
Selama tiga bulan, saya harus membagi otak saya untuk proposal tesis dan Cuko. Saya bahkan skeptis tentang isi tulisan saya, rasanya bercampur antara kata-kata baku dan bahasa novel.
20 Desember 2017 saya mengirim Cuko, menandatangani surat kontrak, dan... fokus pada tesis. Di saat sidang demi sidang menunggu, saya dikontak editor dan meminta beberapa revisi~. Huft, kehidupan begitu pelik :p. Begitulah, saya merevisi tesis sekaligus novel. Baku dan tak baku. Akademis dan non akademis. Pusing? Ya iyalah!
Ketika dicetak dan saya menerima bukti terbit, rasanya... agak takut. Cuko tidak se-excited Dear, Me menurut saya. Apa ya... saya merasa perasaan saya berbeda sewaktu menulis kedua novel itu. Apalagi beberapa waktu sebelumnya saya sempat ketemu beberapa editor di Perpusnas yang memberi kritik-saran tentang tulisan saya; yang waktu itu saya kasih ke mereka adalah bab awal Allegra. Kata mereka, saya... ya banyak kurangnya terutama dialog. Mungkin karena orangnya kaku dan baku di tulisan, jadi... begitulah deh.
Setelah 1-2 minggu, saya baru berani membaca Cuko versi cetak yang bertengger di meja belajar saya. Niatnya sih ngumpulin quotes biar bisa diposting gitu (ehm). Lalu, saya malah ketawa sendiri, trus bilang ke diri sendiri, "Ini aku yang nulis? Ada ya aku nulis ginian?" haha. Begitulah, ketika dibaca lagi setelah beberapa lama, saya menemukan sesuatu.
Oh ya, ini beberapa kutipan yang saya temukan (sendiri):
Terima kasih!
Komentar
Posting Komentar