Teruntuk, Sahabat.


Seperti apa kriteria menjadi seorang sahabat?

Saya bertanya-tanya, mencari jawaban dan mendapati diri saya jauh dari sahabat ideal.

Sewaktu salah satu sahabat saya kecelakaan, saya menemukan kalau saya bukanlah sahabat baik yang bisa mencegah kecelakaan tersebut atau membantunya mengarungi permasalahan seputar kecelakaan. Saat itu ia berkonsultasi pada saya, bercerita, dan saya menjawab dengan seadanya saya. Setelahnya, ia mengarungi kehidupan baru dan saya yang semakin bertambah usia menyadari jika saya yang dulu kurang peka, tidak membantu. 

Lalu, ada momen ketika sahabat saya kehilangan seseorang yang berharga. Di situasi tersebut, saya mencari pencerahan, "Bagaimana seharusnya saya bersikap?"

Apa saya harus berkata, "Saya turut berduka. Semoga kamu diberi kesabaran."

Rasanya, kalimat tersebut hanya klise belaka, pemanis. Menurut saya, apa pun yang dikatakan untuk orang yang tengah berduka cuma 'numpang lewat'. Orang yang berduka saya yakin tahu kalau mereka harus bersabar, ikhlas, dan berdoa. Tangis di waktu 'perpisahan' adalah bukti kalau mereka dan orang yang pergi memiliki 'ikatan perasaan/kenangan/waktu'. Air mata wajar jatuh karena kenangan yang menumpuk, rasa kehilangan yang tiba-tiba, serta pengetahuan kalau setelahnya orang itu tidak ada lagi secara fisik - kebersamaan terhenti. 

Saya merasa janggal kala pada momen itu saya malah berhalangan hadir. Setidaknya, saya datang dan turut mendoakan tapi raga yang tidak bisa melakukan teleportasi ini menimbang-nimbang, "Apa saya harus menelepon? Apa yang harus saya katakan? Apa kalimat klise? Apa saya bisa mengurangi kesedihannya?"

Kemudian, ketika sahabat saya mendadak bilang dia akan menikah padahal tidak pernah menceritakan perjalanan asmaranya. Sewaktu berada di kejadian tersebut, saya merasa sedih - kecewa dan 'curiga' kalau dia terpaksa menikah, bukan karena cinta. Namun, beberapa sahabat saya -termasuk saya sendiri- memang tidak terbuka mengenai perasaan pada lawan jenis sehingga saya tidak bisa mengomel atau menggerutu terhadap undangan yang tiba-tiba datang. Sekarang, setelah lebih dewasa, saya dan sahabat-sahabat mulai membicarakan hal yang biasanya malu dikatakan (perasaan ke lawan jenis) sampai ada perjanjian tidak boleh tiba-tiba ngasih undangan -tanpa menceritakan atau mengenalkan calon! (menghormati yang jomblo, yang nggak rela sahabatnya bahagia duluan wkwkwk).

Masih banyak hal-hal yang saya tidak tahu harus seperti apa sebagai sahabat. 

Sehingga, teruntuk para sahabat saya. Saya bukan sahabat ideal yang baik dan bisa diandalkan. Saya suka terjebak dalam pertanyaan 'apa' atau 'bagaimana' saya harus bersikap ketika kalian berada dalam masalah.

 
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru