Antara IPA, IPS, atau IPB






Saya dan sahabat-sahabat baru saya berasal dari rumpun ilmu berbeda di SMA. Ada yang dari IPS, Bahasa, dan IPA. Lalu, kami berkumpul di fakultas IPB (Ilmu Pengetahuan Budaya) yang baru saya dengar sewaktu saya mencari-cari pascasarjana Sastra di Indonesia. 

Ketika saya mendengar istilah antropologi, sosiologi, sejarah, dsb di kelas, saya terkadang roaming karena terakhir belajar IPS kelas X, kelas XI-XII cuma dapat secuil sejarah (btw, saya suka pelajaran sejarah makanya suka nonton drama saeguk/sejarah). Barusan saya menyelesaikan tugas baca untuk pelajaran sejarah dalam Cultural Studies dan... teringat kalau dulu sempat belajar Antropologi (kelas X) namun, tidak berkesan di otak saya. Apa karena gurunya, ya? 

Berada di ranah disiplin ilmu berbeda, dari IPA ke IPB (masih ada kaitannya dengan IPS) membuat saya mendapat hal-hal baru. Apabila di IPA fokus pada penerapan teori/rumus -hitungan dan angka-, maka di IPB fokus pada manusia dan hal-hal di sekitarnya -nama-nama orang, kejadian-. Belajar sesuatu yang baru membuat saya harus ekstra mencerna, saya yang newbie kudu beradaptasi dengan pelajaran yang bebas dari rumus >_<. 

Kalau ada pertanyaan, enak mana IPA? IPS? IPB?

Ehm... enak bahasa dan seni 0_0.

Waktu SMA, saya suka Biologi dan sangat kesal dengan pelajaran hitungan (padahal isi IPA hitungan semua, Biologi pun ada hitungan). Dulu, maunya masuk jurusan Bahasa, tapi apa daya, di sekolah saya tidak ada. Pilihan IPA atau IPS pun diserahkan pada wali kelas dan orangtua. Lalu, berakhir di kelas penuh angka~

Kalau di pelajaran IPS, saya suka sejarah. Pernah kepincut dengan Geografi waktu SMP kelas 3 karena gurunya enak banget ngajarnya~. Tapi, di SMA... nggak suka karena... (maaf) gurunya tidak seru dalam mengajar. Well, balik-balik suka atau tidak di suatu pelajaran adalah faktor guru, mampu atau tidak guru membuat murid mengerti. Pelajaran Fisika misalnya, saya pernah suka dan ehem, mampu dapat nilai 90 sewaktu diajari seorang kakak mahasiswa yang praktik di SMP saya. Cuma satu kali itu, saya merasa Fisika mudah dimengerti. Selebihnya... kalau bukan kakak itu yang ngajar, saya nggak ngerti T_T. 

Oh ya, testimoni dari sahabat saya yang pernah mengecap IPS... "IPS itu hafalan semua! Kalau tahu gitu, saya masuk IPA saja, ngitung."

Jadi, IPA atau IPS... tergantung minat. Saya akan lebih bahagia kalau di penjurusan ada pilihan BAHASA seperti di Lombok (kata sahabat saya yang masuk jurusan Bahasa waktu SMA).

Dan, bertemunya kami di IPB menunjukkan... takdir o_o. Apa pun jurusan, semoga ilmu yang didapatkan mampu berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. Aamiin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru