Idul Adha & Sisa Kenangannya

Sejak 2013, setiap kali Idul Adha, saya akan melihat diri saya di tahun 2012. Malam ini pun begitu.
Tahun 2012, empat tahun lalu.

Saya dan para sahabat mengikuti perkuliahan satu semester di Universitas Teknologi Malaysia, Johor. Pihak kampus memberi libur dan kami merancang perjalanan melancong ke negara tetangga, Singapura.

Pada waktu itu, pertama kali saya ke negeri singa. Tidak terlalu banyak aktivitas, sekedar jalan-jalan - foto.

Selepas maghrib atau menjelang malam, kami pun pulang.

Dan... Allahu akbar!

Imigrasi penuh manusia, lautan anak cucu Adam. Naik bis himpit-himpitan, yang tadinya 50 kg bisa dikompres jadi 45 kg (memangnya koper?) Wkwkwwk. Saking sesak, sempit, dan huh banget. Antrian panjang, lari-larian. Ah, melelahkan kalau diingat.

Wajar, para pekerja Malaysia di Singapura ingin pulang kampung, demi merayakan Idul Adha. Dan kami, secuil anak manusia berdesak-desakan. Untung saya tidak terpisah dari rombongan :). Sekitar pukul 11 malam kami sampai ke kolej (asrama). Kami kloter pertama yang tiba, teman-teman lain menyusul sembari bertarung dengan keramaian.
Lalu, perjuangan berlanjut.

Kampus libur maka bis pun libur. Jarak kolej dan mesjid lumayan jauh, bisa ngurusin badan 1-2 kg. Jadi, kami menyewa mobil + mobil dosen pendamping.

Nyatanya, meski jarak kolej-mesjid dekat kalau pakai mobil. Tak semua orang berkesempatan sholat id! Saya termasuk yang tidak dapat. Sholat sudah dimulai sewaktu kloter saya tiba. Ya... Sudahlah.
Semakin sesak lagi, liburnya kampus membuat dewan makan alias tempat kami mengisi perut ikut libur!

Oh, Tuhan.

Oke, mie simpanan bisa dipakai. Roti kering dan oat juga. Tapi, kita butuh gizi?! Mana puasa diharamkan kan dari Idul Adha sampai hari tasyrik?

Syukurlah ada pertolongan dari Tuan malaikat alias dosen pendamping, namanya Pak Deris. Pak Deris pun turun tangan, membelikan kami makanan (tentu, bayar masing-masing). Kala itu kami berhasil makan nasi opor. Uuuh, kalau di rumah pasti sudah makan ketupat+ kuah anam+ rendang. Namun, begitulah nasib anak-anak rantau wkwkwk.

Sekarang terpikir, kalau dulu ada ojek online, mungkin pengalaman kami beda lagi.
Jadi, sudah berlalu empat tahun tapi kenangan tahun itu masih membekas, begitu terkesan.
Btw, ada satu lagi yang berkesan, sangat. Sore hari sebelum pulang dari Singapura :). Tapi, tidak akan saya tulis di sini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru