[#TantanganMenulisNovel100Hari] PANDEMONIUM - CHAPTER XX
Menjelang
akhir Agustus, kebanyakan anak sekolah akan menggunakan masa akhir libur musim
panas dengan mengerjakan PR atau bermain sepuasnya. Tapi, tak semua anak SMA
bisa memilih di antara dua hal itu. Setidaknya untuk Yuka yang bahkan susah
untuk menggerakkan tubuh. Beberapa kali ia terjerembab dan kehilangan
keseimbangan. Ikatan yang menghubungkannya dengan shikigami menjadi salah satu faktor mengapa ia tak bisa mengontrol
dirinya sendiri. Perserikatan Anti Sihir pasti memberi shikigami-nya berbagai macam obat mulai dari obat bius sampai obat
pelumpuh. Meski terkadang Yuka terbebas dari rasa sakit yang dirasakan shikigami lantaran kekuatan tak stabil,
tetap saja keadaannya menjadi penghalang rencana penyusupan ke basecamp Perserikatan Anti Sihir.
Seperti saat ini, ketika mereka
sudah berada di depan sebuah gedung pencakar langit bernama Akihiro Company.
Tatkala Yuka, Froshe, Mai, dan Hiroyuki sudah keluar dari mobil Froshe, Yuka
tiba-tiba terduduk, tak bisa menggerakkan badan satu senti pun. Hiroyuki
kelihatan sekali cemasnya, dia mendekat, mencoba menggendong Yuka tapi Yuka
sang udara tak bisa digendong.
“Aku akan menunggu di sini, jika
sudah bisa bergerak maka aku akan menyusul.”
“Aku tak bisa meninggalkanmu
sendirian!”
“Jangan khawatir, aku yang sekarang
tak bisa dilihat… aku akan baik-baik saja. Yang terpenting adalah membebaskan shikigami, lalu… tolong selamatkan ibuku.”
Hiroyuki memandang Yuka dengan
pandangan miris, “Aku akan menyelamatkan
mereka dan menghancurkan Perserikatan Anti Sihir.” Suara Hiroyuki terdengar
yakin dan sungguh-sungguh hingga membuat Yuka tersenyum.
Hiroyuki bersama dua sahabatnya
masuk ke Akihiro Company. Saat menjejakkan langkah ke lantai marmer lobi,
Hiroyuki sedikit bernostalgia tentang masa kecilnya yang sering bermain ke sini
setelah sekolah. Bahkan, tadi beberapa orang tampak kaget melihat Hiroyuki,
mereka masih mengingat Hiroyuki meski sudah enam tahun Hiroyuki tak pernah lagi
mengunjungi perusahaan.
●●●
“Kau
yakin ini tempatnya? Terlalu terbuka… maksudku, kupikir mereka memiliki ruang
bawah tanah atau gedung khusus…” Froshe berkomentar setelah lift mendaratkan
mereka di lantai 33 berdasarkan ingatan dari pengalaman Yuka. Ketiga sahabat
itu tak banyak bicara lagi dan segera melesat ke luar, menuju tempat yang
digambarkan Yuka –Yuka menjelaskan, Mai menggambar-.
Sesuai perkataan Yuka, lantai 33
dipenuhi orang-orang berpakaian serba hitam dengan pin naga tersemat di dada
kiri. Mereka berjalan setelah sebelumnya memakai jubah hitam agar tidak
dicurigai –Froshe menyiapkan perlengkapan mereka-, melewati ruang RISET, lalu
di ujung perjalanan terdapat sebuah pintu dengan tulisan ‘Ruang Khusus’.
Hiroyuki mengamati pintu tanpa
pegangan itu, di sisi kanan dinding terdapat alat deteksi mata yang
berkemungkinan besar adalah kunci untuk masuk ke ruang itu. “Yuka bilang,
sekretaris ayahmu atau ayahmu yang bisa masuk.” Froshe memerhatikan alat
deteksi itu.
“Apa kita akan mengejar Emi sekarang
agar shikigami bisa diselamatkan? Aku
bisa menghajar wanita itu.” Mai berbisik penuh semangat.
Hiroyuki tersenyum pada dua
sahabatnya, “Untuk sekarang kita lihat situasi dan kondisi terlebih dahulu.
Lagipula, Hiroaki belum menunjukkan taringnya…” ungkap Hiroyuki dengan mata
berkilat.
…….
Pintu ruang khusus terlihat
akan terbuka, Froshe, Mai, dan Hiroyuki secara insting bersembunyi, mengamati
diam-diam siapa yang keluar dari sana.
Melihat sosok pemuda dengan pakaian
hitam itu, Hiroyuki tercengang. Froshe dan Mai begitu juga. Mereka mengenal
pemuda itu dan tak pernah tebersit untuk bertemu pemuda itu di tempat seperti
ini.
“Tsuneo-kun!” Hiroyuki tak bisa menahan diri dan melabrak Tsuneo. Tsuneo
berbalik dan terkejut, “Sensei…”
“Kenapa kau ada di sini?” mata
Hiroyuki mencermati bagian dada kiri Tsuneo, dia tak memakai pin naga. Tsuneo
menelan ludah lalu tersenyum sinis, “Pertanyaan yang sama untuk sensei, dan dua sahabat sensei.”
“Kau anggota mereka?” desak
Hiroyuki, dia menarik kerah jubah Tsuneo dengan tangan gemetar tak percaya. Dia
yakin ada yang salah, atau sebenarnya dia ingin percaya kalau yang terjadi
sekarang adalah kesalahpahaman. “Kau…” Hiroyuki tercekat.
“Sensei,
apa yang salah dengan bertemu gadis yang disukai?” tanya Tsuneo, “aku tahu
dia bukan adik sensei.”
Hiroyuki geming dan mulai melepaskan
tarikan tangannya di jubah Tsuneo.
“Apa kau yang mencuri gulungan dan
membawanya ke sini? Apa kau mata-mata?” Froshe menggeser Hiroyuki, kini ia
berhadapan wajah ke wajah dengan Tsuneo. Tsuneo mendongak dan menatap balik
laki-laki dewasa berambut pirang itu. “Aku adalah apa yang kalian lihat.
Ngomong-ngomong, tempat ini terlarang untuk orang di luar perserikatan. Aku
bisa saja memanggil keamanan untuk menyingkirkan kalian. Tapi sensei, Anda adalah orang yang aku
kagumi dan orang yang dicintai gadis yang kucintai jadi… bisakah kau dan
teman-temanmu berlalu sebelum aku merubah pikiranku?”
“Sejak kapan kau bergabung?
Mengapa?” Hiroyuki tampak muram, Tsuneo tak mengubris pertanyaan Hiroyuki. Ia
menunjuk ke lift seolah menegaskan kalau mereka tak pergi sekarang maka ia akan
memanggil keamanan.
“Sensei,
aku akan melindungi Yuka. Kau, tak punya kekuatan apa pun untuk
melindunginya. Pertemuan hari ini, aku akan menganggapnya tak pernah terjadi.”
Sebelum pintu lift tertutup, Tsuneo berbisik yakin. Hiroyuki memandang Tsuneo
dari balik pintu lift lalu terduduk. Seperti kata Tsuneo, dia memang tak punya
kekuatan apa pun untuk melindungi Yuka meski ia sangat ingin. Ia tak punya apa
pun dan itu membuatnya kesal.
“Hiroyuki…” Mai dan Froshe memanggil
tapi Hiroyuki masih tenggelam dalam keputusasaan.
●●●
Yuka
baru saja hendak berdiri saat ia bertatapan dengan Tsuneo. Bertatapan…
“Yuka-chan, sudah kuduga… bukan kau di ruang khusus itu,” Tsuneo menyapa
Yuka dengan dingin meski pancaran matanya tampak hangat.
“Kau bisa melihatku?”
“Kadang-kadang. Aku tak punya
kemampuan seperti sensei yang bisa
melihat hal-hal gaib secara utuh, tapi mataku memang terkadang sedikit aneh…”
Tsuneo dan Yuka berpandangan selama
beberapa detik, Yuka tak bisa bergerak sama sekali seperti terpaku kembali,
hatinya merasa tidak nyaman apalagi Tsuneo kemungkinan besar adalah penghianat.
“Yuka-chan, Hiroyuki sensei sudah masuk jebakan. Jika kau
ingin menyelamatkannya kau harus kembali menjadi dirimu yang asli dan
menyerahkan kekuatanmu untuk kami.”
“Apa maksudmu? Kau melakukan sesuatu
ke Hiroyuki-han?” Yuka tampak panik
dalam sekejap mata. Tsuneo tersenyum kecil melihat reaksi Yuka, ia terus
berceloteh tanpa mengindahkan tatapan aneh orang-orang yang lalu-lalang Akihiro
Company. Orang-orang biasa tentu melihatnya berbicara sendiri seperti orang
gila, tapi Tsuneo tak peduli pandangan orang mengenai apa yang ia lakukan
sekarang.
“Karena itu, aku di sini sudah
berbaik hati memberitahumu…” Tsuneo mulai memprovokasi Yuka. “Kau mau
menyelamatkan orang yang kau cintai, kan? Aku tahu kalian bukan saudara tapi
pasangan,” desis Tsuneo tajam. Yuka bergetar. Sebelum menjawab, Tsuneo
mengeluarkan sebuah botol, “Masuklah ke sini wahai jiwa yang tersesat…”
“…”
“Hmmph. Alat buatan Takaya-san ini keren juga, bisa menangkap
makhluk gaib. Aneh, anti sihir tetapi mereka membuat alat yang percaya hal-hal
seperti itu. Nonsense.” Tsuneo
memasukkan botol bening yang kecil itu ke dalam saku lalu berjalan santai
meninggalkan Akihiro Company.
●●●
“Kunjungan
yang tak biasa,” Tuan Akihiro menyambut Hiroaki yang sudah memasuki ruang
kerjanya. Hiroaki melayangkan senyum kecut lalu duduk di sofa, “Aku di sini
mewakili Kak Yuki,” terangnya. Tuan Akihiro memicingkan mata mendengar nama
yang disebut Hiroaki. Dia mengangguk sambil meminum kopi yang disiapkan Emi.
“Jadi, apa yang ingin disampaikan
Yuki melaluimu?”
Hiroaki menyecap minuman di
hadapannya lalu melirik ayahnya dengan pandangan tajam. “Apa maksud Ayah
membangun Perserikatan Anti Sihir?”
“Apa maksudmu?”
“Jangan berpura-pura bodoh, Yah. Aku
tahu dari Kakak kalau Ayah di balik Perserikatan Anti Sihir. Penyelamat dunia?
Penjaga kedamaian? Mencari kekuatan suci? Apa-apaan itu, bukannya kita ini
bergerak di bisnis properti? Mengapa melenceng ke hal-hal seperti itu? Apa
obsesi menjadi anggota ranger yang
membuat Ayah mendirikan perserikatan penjaga kedamaian itu?” Hiroaki berbicara
tenang meski raut wajahnya tampak tegang.
“Apanya yang menjaga perdamaian?
Perserikatan itu telah memporakporandakan Kyoto, bahkan Tokyo sempat kena juga.
Jika menjaga perdamaian berarti merusak dan mengorbankan orang tak bersalah,
itu artinya konsep perserikatan itu sudah melenceng.” Hiroaki menyambung lagi.
Tuan Akihiro meletakkan cangkir dan
berdeham, “Kau mau membahas hal itu? Sejak kapan kau tertarik pada berita
televisi? Kau biasanya hanya sibuk dengan komik dan novel,” sindir Tuan
Akihiro. Hiroaki mendengus, “Sudah kubilang aku di sini menggantikan Kak Yuki.”
“Kenapa Yuki tidak ke sini sendiri?
Dia takut? Atau… benci padaku?”
“Jika Kak Yuki ke sini, dia pasti akan menghajar Ayah. Jadi, aku
yang berada di sini.”
Emi menyuguhkan beberapa cokelat ke
atas meja untuk memaniskan suasana yang mulai menegang di antara ayah dan anak
itu. Tuan Akihiro mencomot satu cokelat dan memakannya cepat. Hiroaki masih
geming, menanti jawaban Tuan Akihiro.
“Kau punya bukti apa tentang aku di
balik Perserikatan Anti Sihir?” tantang Tuan Akihiro, kedua tangannya bertaut
dan ia memerhatikan Hiroaki sungguh-sungguh. Hiroaki tercekat, ia tak bisa
bilang kalau buktinya adalah kesaksian Yuka karena di keadaan sekarang Yuka
diyakini oleh Perserikatan Anti Sihir termasuk ayahnya ada di mereka. Jika nama
Yuka mencuat maka rahasia tentang keberadaan Yuka yang sesungguhnya akan
terbongkar. Hiroaki mengambil cokelat, menggigitnya.
“Kau bilang di awal tadi kalau
Hiroyuki yang bilang soal keberadaanku di balik Perserikatan Anti Sihir. Apa
kalian ini asal menebak? Kuberitahu, sebaiknya jangan mengada-ada hanya untuk
menyerangku atau perusahaan ini…” Tuan Akihiro berdalih, mengambil kembali
sebuah cokelat.
“Tak ada gunanya menyerang Ayah atau
perusahaan ini karena kami tak pernah tertarik mengambilnya,” potong Hiroaki
cepat. Tuan Akihiro menyunggingkan senyum. “Lalu, kalian hanya menduga tanpa
menunjukkan bukti? Itu sama saja dengan pencemaran nama baik, dan itu bisa
dituntut,” imbuh Tuan Akihiro.
Hiroaki berdecak, tanpa mengucapkan
kata apa pun ia keluar dengan membanting pintu ruang kerja Tuan Akihiro sekuat
tenaga. “Tch…” Hiroaki menoleh sebentar ke pintu bertuliskan Presdir itu sambil
tersenyum penuh kemenangan, “Tugasku selesai…”
●●●
“Apa
maksudmu… gagal dan Yuka menghilang?” Hiroaki memandang Hiroyuki, Froshe, dan
Mai bergantian, mengulang kembali pertanyaan karena tak seorang pun menjawab.
Hiroyuki yang dikelilingi aura mematikan itu hanya diam memandang air minum di
hadapannya sementara Froshe dan Mai tampak berwajah serius. Hiroaki memutuskan
untuk menunggu beberapa saat karena ia yakin orang-orang yang bersamanya itu
sedang dalam keadaan ingin menenangkan diri.
Setelah menghabiskan dua gelas
minuman, Hiroaki melempar tanya lagi pada Hiroyuki, Froshe, dan Mai. Kini
Hiroyuki bergerak meski begitu pelan dan kemuraman di wajahnya bertambah pekat.
“Yuka tak ada… di mana pun…” desisnya pilu.
“Tsuneo-kun berkhianat, dia bergabung ke Perserikatan Anti Sihir. Kami
bertemu dengannya,” imbuh Froshe.
“Kita harus menyusun ulang rencana,”
tambah Mai.
Hiroaki mengangguk mengerti, “Kak!
Aku tahu kau begitu mencemaskan Yuka, tapi Yuka bukan orang yang lemah, dia
gadis yang kuat dan tegar. Lagipula, dia punya kekuatan. Dia tak akan menyerah.
Bukankah dia meski susah bergerak tetap datang padamu? Kau harus percaya dia
baik-baik saja dan kita pasti akan menyelamatkannya!” Hiroaki membentak,
memukul meja di rumah makan kecil itu dengan sepenuh hati hingga Hiroyuki
terperanjat.
Hiroaki meneguk ludah dan menarik kerah
baju Hiroyuki. “Kakak selalu tampak kuat. Bagiku, Kakak adalah orang yang
hebat… dan di saat terjatuh seperti ini aku ingin Kakak… menerima kekuatan
dariku! Meski aku tahu aku tak punya kekuatan apa-apa untuk menguatkan Kakak,
tapi… tapi… aku tak mau melihat Kakak terjebak dalam keputuasaan! Yuka
menunggumu! Yuka menunggumu!” teriaknya histeris sambil melayangkan pukulan
ringan ke pipi kiri Hiroyuki.
Froshe dan Mai sampai berdiri
melihat aksi Hiroaki. Hiroaki semakin bersemangat memukul Hiroyuki, “Kakak!
Sampai kapan kau akan menerima pukulanku? Seharusnya kau membalas! Aku akan
menarikmu dari lembah putus asa!”
Duaaak!
Taak!
Pukulan demi pukulan
dilayangkan oleh Hiroaki. Froshe dan Mai terpaku sementara beberapa pengunjung
restoran mulai panik dan petugas keamanan datang melerai. Tepat sebelum petugas
menangkap Hiroaki, Hiroyuki tersenyum dan memukul Hiroaki hingga sudut bibirnya
berdarah. “Terima kasih atas dukunganmu,” desisnya.
Froshe menghela napas, membungkukkan
badan. “Maaf, kami sedang bercanda.”
Petugas keamanan dan para pengunjung
merengut mendengar perkataan Froshe, mereka lantas kembali ke posisi
masing-masing, tak peduli lagi pada pertikaian kecil Hiroyuki dan Hiroaki
barusan.
“Jadi, apa rencana kita
selanjutnya?” Hiroaki menopang dagu, memandang tiga orang di sekelilingnya
dengan pandangan antusias.