[#TantanganMenulisNovel100Hari] PANDEMONIUM - CHAPTER VI
Keterangan :
Judul : Pandemonium
Penulis : Ariestanabirah
Genre : Romansa, Spiritual, Fantasi.
Sinopsis:
Kuraki Yuka (18 tahun) adalah
seorang gadis berkekuatan aneh, kekuatannya sering disebut dengan ‘kekuatan
suci’. Untuk melindunginya, Tuan Kuraki
–ayah Yuka- meminta Yuka pergi ke Tokyo dan hidup bersama Akihiro Hiroyuki (27 tahun), tunangan Yuka. Sialnya, Yuka memakai kekuatannya dan membuat sebuah shinigami (Yuka tiruan) sementara dirinya yang asli menjelma seperti hantu yang tidak bisa dilihat manusia!
CHAPTER VI
“Jadikan
diriku terlihat! Jadikan diriku nyata!” Di pagi hari awal golden week Yuka mencoba mantra pengembalian dirinya dari mode
menghilang dan masih tak berhasil. Shikigami
hanya cuek bebek sambil memakan onigiri buatan Hiroyuki. Hiroyuki yang
tengah mengetik menggunakan laptop sesekali melirik Yuka dan berharap mantra
itu berhasil.
“Suamiku, ayo kita pergi liburan.” Shikigami mengajak. Hiroyuki mendelik, “Kau mau ke mana?”
“Kyoto.”
Yuka menoleh pada shikigami. Akhir-akhir ini ia memang
merasa ingin kembali ke Kyoto, tak disangkanya shikigami menyatakan keinginan itu pada Hiroyuki. Hiroyuki
tersenyum tipis, “Maaf Yuka. Kita akan ke Kyoto tapi tidak sekarang. Sampai
keadaan Kyoto baik dari Perserikatan Anti Sihir, kita ke sana.”
Wajah Yuka memberengut tapi dia
menyetujui kata-kata Hiroyuki. Sejak ke kepolisian Tokyo, tak ada kabar apa pun
dari Froshe atau Mai juga tidak dari anggota klub supranatural. Tak ada
petunjuk keberadaan gulungan yang menghilang. Perserikatan Anti Sihir pun bak
hilang ditelan bumi meskipun kepolisian Kyoto masih bersiaga dan mengamankan
kota tua itu dengan meningkatkan penjagaan.
Di golden week seperti ini, Yuka teringat kalau orang tuanya sering
mengajaknya berjalan-jalan keluar. Hanya di saat ini, orang tuanya tinggal di
rumah lebih lama dan tidak memikirkan bisnis-bisnis yang dijalankan keluarga
Kuraki. Tahun lalu, Yuka dan kedua orang tuanya mengunjungi onsen[1],
kebun botanical Kyoto, hingga Tur
boat di sungai Hozu. Kehangatan saat itu dipanggil kembali oleh Yuka,
mencuatkan wajah ramah kedua orang tua yang ia rindukan, yang kini berada entah
di mana. Tak ada pesan lagi, tak ada petunjuk apa pun. Yuka menangkupkan kedua
tangan kecilnya ke dada, “Semoga ayah dan ibu baik-baik saja di mana pun
berada.”
“Ayo kita ke taman bermain!”
Hiroyuki melepas kacamata yang selalu dipakai jika menghadap laptop dan
memandang shikigami. Shikigami merekahkan
senyum dan menganggut.
●●●
“Sensei!”
Hiroyuki, Yuka, dan shikigami menoleh ke sumber suara. Miki,
dengan pakaian santai berlarian sambil memegang es krim di tangan kanan diikuti
oleh Isamu dan Tsuneo di belakangnya. “Kalian juga mendengarnya?” tanya Miki.
“Apa?” sahut Hiroyuki bingung.
Miki mengedipkan mata, “Peramal
sakti itu? Kami berencana bertemu peramal itu, Sensei juga, kan?” balas Miki dengan wajah merona melihat
penampilan Hiroyuki yang nampak lebih muda dengan kaos dan celana jeans tanpa kacamata.
Isamu menyambung perkataan Miki.
“Teman-teman ibuku mengatakan peramal itu hebat, penampilannya bak penyihir dan
yang paling penting ramalannya selalu tepat. Aku ingin mengujinya dengan
mencoba memintanya menemukan gulungan yang hilang.”
Tsuneo hanya menghela napas, “Bodoh
sekali percaya ramalan.”
“Kalau begitu kenapa kau ikut? Kau
juga masuk klub supranatural padahal tidak percaya hal-hal begituan!” hardik
Isamu. Tsuneo yang dingin hanya menyeringai, “Karena aku ingin membongkar
kebohongan di balik fenomena supranatural dan menyingkapnya menggunakan sains.”
Isamu dan Tsuneo saling melirik
tajam, Miki yang berdiri di tengah mereka tak menghiraukan dan tetap terpaku
pada Hiroyuki. Hiroyuki menarik oksigen, dia sudah sangat paham sekali hubungan
ketiga murid yang menyatukan diri sebagai klub supranatural itu, mereka memang
bersama tapi tak pernah selaras. Masing-masing punya misi dan visi berbeda akan
alasan keberadaan mereka di klub.
“Lebih baik kalian kembali ke tujuan
awal dibandingkan berdebat,” putus Hiroyuki. Isamu dan Tsuneo mengalihkan
pandangan.
Ketiga anggota inti klub
supranatural mulai bergerak menjauh dari Hiroyuki menuju tempat peramal, shikigami mengikuti mereka karena
tertarik dengan peramal. Tinggal Hiroyuki dan Yuka yang menatap
punggung-punggung menjauh itu.
“Kenapa tak mengejar?” Yuka bertanya
dan melirik Hiroyuki. Hiroyuki tengah konsentrasi ke layar telepon genggam,
begitu serius.
Drrrt
drrrt
Sebuah pesan muncul, dari Froshe.
[Kami menerima laporan dari
masyarakat kalau Perserikatan Anti Sihir mulai menjejakkan kaki di Tokyo.
Mereka mengatakan beberapa orang berpakaian serba hitam dengan pin naga –lambang
Perserikatan Anti Sihir- di dada kiri terlihat akhir-akhir ini di tempat umum.
Lalu, tentang gulungan itu aku belum menemukan petunjuk apa pun. Aku harap kau
dan Yuka-chan hati-hati, tidak usah
banyak berada di luar apalagi tempat umum.]
Hiroyuki menutup telepon genggam dan
memasukkannya kembali ke kantong jeans, mengabaikan
pesan Froshe yang memintanya tak ke tempat umum. “Mumpung tidak ada bocah-bocah itu, lebih baik aku bermain.” Hiroyuki
berujar, sebenarnya ia mengajak Yuka untuk bermain tapi karena Yuka masih
menganggap Hiroyuki tak bisa melihat/mendengarnya tentu saja Hiroyuki harus
meneruskan akting pura-pura mengabaikan keeksisan Yuka di sampingnya. Ia heran,
mengapa Yuka tak mengikuti shikigami?
Kenapa malah diam bersamanya?
Langkah kaki Hiroyuki menerobos
orang-orang yang berlalu lalang, hari libur panjang memang membuat semua orang
tumpah ruah ke tempat wisata. Sebenarnya Hiroyuki sangat tidak suka ke tempat keramaian
apalagi berdesakan, tapi… demi menghapus wajah sedih Yuka, ia melakukannya.
Berharap, gadis itu kembali tersenyum meski sekian detik saja.
“Silahkan…” seorang wanita petugas bianglala
membukakan pintu pada Hiroyuki dan Yuka. Meski wanita itu agak kaget karena
melihat hanya Hiroyuki sendirian
untuk satu bilik bianglala. Orang-orang yang melihat kesendirian Hiroyuki di
bianglala menjadi sedikit iba meski Hiroyuki mengabaikan semua iba mereka.
Melihat pintu bilik terbuka, Yuka langsung melesat ke dalam setelah itu baru
Hiroyuki. Mereka duduk bersebrangan, diam-diam Hiroyuki mengedarkan pandangan
lembut ke Yuka yang antusias. Hiroyuki teringat surel-surel dari ayah Yuka
selama ini, ayah Yuka pernah bercerita kalau Yuka suka tempat tinggi sehingga
sering memakai kekuatannya untuk terbang di malam hari.
Bianglala lantas bergerak naik,
pemandangan pun berubah. Saat hampir berada di atas, Yuka berdiri memandang
pemandangan luar. “Indah… ramai sekali,” teriaknya. Hiroyuki hanya memerhatikan
dalam diam. Dalam sudut matanya, Yuka yang sekarang begitu kekanak-kanakan dan
itu entah mengapa membuatnya berdesir.
Yuka menoleh pada Hiroyuki, keempat
mata itu bertemu pandang.
Deg!
Hiroyuki kaget karena Yuka menusuk matanya, tapi ia tetap melekatkan
pandangan pada Yuka. “Terima kasih, ini pertama kali aku ke taman hiburan,”
bisik Yuka dengan senyum di bibir. Hiroyuki meneguk ludah dan tak bisa melepas
Yuka dari penglihatannya. Mereka terus saling melihat sampai pintu bilik
terbuka, tanda mereka harus turun.
●●●
Piiip piiip
“Alatnya menyala!” teriak seseorang
di belakang Hiroyuki dan Yuka. Hiroyuki sontak menoleh, ia melihat beberapa
orang laki-laki berpakaian hitam berjalan cepat menuju ke arahnya dengan wajah
senang.
Perserikatan
Anti Sihir, tebak Hiroyuki. Hiroyuki melambatkan jalan sambil menekan
tombol yang menuju seluler Froshe dari balik jeans.
“Hei kau! Berhenti!” dua laki-laki
berpakaian hitam, berwajah garang menghadang Hiroyuki. Dua laki-laki lain di
belakang Hiroyuki.
“Alatnya masih menyala, pasti
laki-laki ini pemilik kekuatan suci!” teriak salah satu dari mereka sambil
menunjuk Hiroyuki. Alis Hiroyuki menaik, ini kali pertama dia disebut pemilik
kekuatan suci. Para lelaki berpakaian hitam dengan pin naga di dada kiri itu
mengulurkan alat berbentuk persegi kecil yang menyala-nyala saat didekatkan
pada Hiroyuki, tepatnya… pada Yuka yang berdiri di samping Hiroyuki. Seketika
Hiroyuki mengerti situasinya, alat kecil itu bisa melacak Yuka –kekuatan di
dalam diri Yuka meski Yuka tak terlihat-.
“Bukankah kita diperintahkan mencari
seorang gadis? Dia ini laki-laki, kan?” komentar salah satu dari orang-orang
itu. Wajah mereka kebingungan dan mencermati Hiroyuki dari atas ke bawah.
“Mereka mengincarku,” bisik Yuka.
“Tak masalah! Yang penting alat ini
bereaksi pada laki-laki ini. Ringkus dia!”
Empat laki-laki itu menyerang
Hiroyuki serempak dari segala penjuru. Hiroyuki menyeringai kecil, “Beraninya
hanya main keroyokan. Syukurlah, aku memang sudah lama tidak berlatih.”
Hiroyuki bergerak cepat dan lincah, menangkis pukulan dan tendangan, melompat,
salto di udara sambil melayangkan tendangan ke orang-orang itu. Keempat lelaki
berwajah sangar itu terjerembab, wajah mereka lebam dan darah mengalir dari
sudut bibir sementara Hiroyuki tak terluka sedikit pun.
Yuka yang menyingkir sempat cemas
pada Hiroyuki tapi saat melihat kelihaian Hiroyuki berkelahi, dia merasa lega.
“Kurang ajar!” salah satu dari
anggota Perserikatan itu tak terima dengan kekalahannya, ia berdiri dan
mengeluarkan pisau lipat dari balik saku celana. Ketiga orang lainnya juga
begitu, mereka membawa senjata yang disembunyikan. Orang-orang yang melihat
pertikaian itu menjauh, bahkan petugas keamanan tampak ragu-ragu untuk
menolong.
Hiroyuki terkepung oleh empat
laki-laki dengan pisau lipat di tangan-tangan kekar mereka. “Cih, sekarang malah
mengeluarkan mainan.” Hiroyuki mencibir sinis.
“Mati kau!”
Hiroyuki tersenyum kecil seraya
bergerak-gerak menghindari pisau-pisau yang menuju ke arahnya.
“Wahai angin yang berhembus lembut,
wahai angin yang mengelilingi semesta ini. Tiupkan sedikit napas pada
pisau-pisau itu!” Yuka berkomat-kamit, membentuk simbol-simbol menggunakan dua
tangannya dan memusatkan pikiran pada pisau-pisau yang mengarah pada Hiroyuki.
Seeeet!
Sebuah pisau berhasil mengenai
lengan kanan Hiroyuki. Darah segera menyeruak. Hiroyuki tampak meringis, tapi
dia tetap harus menghindari serangan. Yuka mulai panik melihat luka Hiroyuki
dan memaki kekuatannya karena tak bisa keluar di saat-saat genting seperti ini.
“Hiroyuki-han!!!” Yuka berteriak,
tepat saat sebuah pisau tertancap pada perut Hiroyuki.
“Berhenti! Kami kepolisian Tokyo!”
suara Froshe menggelegar, ia memasuki area pertikaian dengan Mai dan beberapa
petugas lainnya. Keempat laki-laki berpakaian hitam itu hendak kabur, tapi
Froshe dan Mai menembak kaki mereka. “Panggil ambulans! Tangkap empat orang
itu!” teriak Froshe.
Saat para petugas polisi berjalan
mendekati sasaran, suara ledakan terdengar dan asap segera menyelimuti para
sasaran. Setelah beberapa detik, mereka semua menemukan keempat sasaran telah
tewas meledak dan hancur berkeping-keping. “Ledakan bunuh diri? Atau, mereka
memang dipasangi bom agar Perserikatan Anti Sihir itu tak terlacak?” komentar
Froshe.
Yuka berlari menghampiri Hiroyuki
yang kini akan dibawa ke ambulans oleh petugas. Dengan wajah berurai air mata,
Yuka menaiki ambulans dan menyentuh pipi Hiroyuki, “Hiroyuki-han… Hiroyuki-han…” panggilnya. Hiroyuki melihat samar Yuka sebelum jatuh
pingsan.
●●●
Dokter
baru saja melakukan pemeriksaan dan mengobati luka tusuk di perut dan lengan
kanan Hiroyuki. Yuka membungkukkan badan sebelum dokter dan perawat berlalu
dari ruang inap Hiroyuki. Setelah beberapa lama, Yuka menegakkan badan kembali
dan mendekat ke sisi katil Hiroyuki. “Hiroyuki-han…” panggilnya, dengan lembut tangan mungil itu menangkup tangan
besar Hiroyuki.
“Yuka…” Hiroyuki membalas panggilan
Yuka dengan lirih. Suara lembut Yuka mencapai pendengarannya meski ia tak punya
kekuatan cukup untuk membuka mata. “Hiroyuki-han, maaf… gara-gara aku…” Yuka berbisik dengan pilu, rasa
bersalah, cemas, serta sesal menggelayuti hatinya.
Hiroyuki tampak tersenyum tipis,
“Yuka… syukurlah, kau baik-baik saja…”
“Hiroyuki-han…”
“Yuka… aku… padamu…”
Kata-kata itu terputus, Hiroyuki
ditarik kembali ke alam bawah sadar. Yuka yang menyadari Hiroyuki berbicara
padanya sontak kaget, apa dia bisa
mendengarku? Atau dia berhalusinasi?.
[1] Pemandian air panas
Catatan :
Hai, Pembaca. Terima kasih telah bertandang kemari. Saya menanti saran dan kritik Anda :).
Komentar
Posting Komentar