[#TantanganMenulisNovel100Hari] PANDEMONIUM - CHAPTER V
Keterangan :
Judul : Pandemonium
Penulis : Ariestanabirah
Genre : Romansa, Spiritual, Fantasi.
Sinopsis:
Kuraki Yuka (18 tahun) adalah
seorang gadis berkekuatan aneh, kekuatannya sering disebut dengan ‘kekuatan
suci’. Untuk melindunginya, Tuan Kuraki
–ayah Yuka- meminta Yuka pergi ke Tokyo dan hidup bersama Akihiro Hiroyuki (27 tahun), tunangan Yuka. Sialnya, Yuka memakai kekuatannya dan membuat sebuah shinigami (Yuka tiruan) sementara dirinya yang asli menjelma seperti hantu yang tidak bisa dilihat manusia!
CHAPTER V
Hiroyuki
mendelik, untuk yang ke sekian kalinya Miki menghadap dan mengutarakan
perasaan. Hiroyuki sibuk menyusun kata-kata penolakan tapi Miki sepertinya tak
ciut dengan penolakan, muridnya satu itu benar-benar ngotot hingga akhirnya
pintu ruang klub dibuka oleh Isamu, Tsuneo, dan shikigami. Yuka yang berada di paling belakang, saat mengetahui
kalau Hiroyuki berduaan dengan Miki sebelum mereka datang langsung cemberut.
“Lagi-lagi kau memonopoli sensei, dasar gadis genit.” Tsuneo menyindir
sadis. Miki hanya menghela napas, “Inilah masa muda.”
Isamu melewati Miki dan Tsuneo,
laki-laki berwajah cantik itu tampak antusias entah apa lagi yang membuatnya
begitu bersemangat. “Sensei, Anda
lihat berita tentang Kyoto? Kyoto diserang Perserikatan Anti Sihir! Rasanya aku
ingin ke Kyoto untuk menemukan si kekuatan suci!” mata Isamu berbinar terang
bak kunang-kunang. Hiroyuki yang sudah menebak isi kepala Isamu hanya tersenyum
tipis sambil melirik Yuka yang membuang muka padanya. Apa gadis itu cemburu karena aku dan Miki berduaan tadi?. Hiroyuki
berharap hipotesisnya benar.
Isamu melanjutkan orasi, “Aku
meminta informasi dari kakakku yang bekerja di kepolisian ehm… sebenarnya aku
menguping pembicaraan kakakku, kakak sedang ditugaskan menyelidiki Perserikatan
Anti Sihir karena kepolisian Kyoto tidak sanggup mengusut kasus ini.
Perserikatan itu seperti belut yang licin, hampir tertangkap tapi langsung
hilang seperti sihir padahal mereka anti sihir. Mungkin… mereka memakai trik
sulap?” Isamu terdengar skeptis dan raut penasaran di wajah masih terpatri
jelas.
Tsuneo menimpali Isamu. “Isi gulungan
itu… jangan-jangan berkaitan dengan keberadaan si gadis kuil yang dicari
Perserikatan Anti Sihir? Di berita pagi ini, perserikatan itu menyebar berita
pencarian gulungan.”
“Bisa jadi seperti itu. Sensei… apa yang harus kita lakukan?
Gulungan itu apa perlu kita berikan ke Perserikatan Anti Sihir agar mereka
menghentikan aksi penyerangan kuil? Jika mereka tak menemukan apa yang mereka
cari di Kyoto, maka mereka akan mencari di daerah lain, termasuk Tokyo.”
Hiroyuki memandang mata
murid-muridnya dan memasang tampang serius. Ia tahu kalau gulungan itu
menyebutkan tentang kekuatan suci milik Yuka dan bagaimana cara mengambilnya
dari Yuka. Kata-kata hisap jiwa sang
penjaga kuil membuatnya berpikir tentang kematian. Menghisap jiwa bisa
berarti menghilangkan jiwa si penjaga kuil, dalam artian Yuka akan dilenyapkan.
Ia tentu saja tak mau Yuka kenapa-kenapa. Dia ingin melindungi gadis itu dan
tak akan membiarkan seorang pun mengusik miliknya.
“Kita masih belum tahu apakah yang
dikatakan oleh Perserikatan Anti Sihir itu benar. Siapa tahu mereka berdusta?
Karena itu, sebaiknya tak seorang pun tahu soal gulungan itu. Kita yang
mengetahui hal ini harus tutup mulut.” Shikigami
mengeluarkan pendapatnya, persis seperti apa yang Yuka ingin serukan. Yuka
bernapas lega, kadang-kadang ia bisa mengambil alih mengendalikan shikigami meski hanya kadang-kadang seperti detik ini.
Hiroyuki mengangguk diiringi
anggukan anggota lain. “Karena ini sedang musim semi. Bukankah lebih baik
sedikit bersantai sambil menikmati bunga sakura yang bermekaran? Anak muda
seperti kalian seharusnya lebih menghargai keindahan,” cetus Hiroyuki berusaha
menenangkan suasana. Isamu tampak tak terima dengan kata-kata Hiroyuki. Anak
berkacamata itu berseru, “Sensei! Ini
bukan waktunya menikmati bunga sakura atau musim semi! Kyoto dalam bahaya dan
Tokyo sebentar lagi akan menyusul. Jika Perserikatan Anti Sihir tahu gulungan
yang mereka cari ada di sini… kita dalam bahaya!” Isamu memberi jeda sejenak.
“Pertualangan kita pun dimulai!” mata Isamu bersinar-sinar.
“Aku akan menyimpan gulungan itu.
Masalah ini sebaiknya diserahkan pada orang dewasa,” Hiroyuki memainkan mata,
meminta Isamu menyerahkan kotak berisi gulungan kepadanya. Isamu merogoh
kantong, mengeluarkan sebuah kunci dan membuka lemari di ruangan.
“Ini,” kotak kayu coklat itu
dihadapkan pada Hiroyuki. Hiroyuki membukanya dan termenung…
“Gulungannya…”
Semua mata langsung tertuju pada
kotak, gulungan yang seharusnya ada di sana telah lenyap. Beberapa detik
atmosfer di ruang klub itu terasa menyesakkan. Masing-masing berspekulasi siapa
yang mengetahui dan mencuri gulungan tersebut. Mereka saling melirik tapi
karena tak ada yang bisa dicurigai, semuanya terdiam dalam kemelut
masing-masing. Hiroyuki menutup kotak dan memandang murid-muridnya, “Seseorang
telah mengetahui rahasia ini. Tugas kita saat ini adalah mencari gulungan itu
dan pelaku di balik semua ini,” desis Hiroyuki. “…Perserikatan Anti Sihir
mungkin sudah merasuk ke sekolah ini.”
●●●
Froshe
memasuki ruang introgasi bersama rekannya, Mai. Laki-laki yang berwajah
ketakutan itu tak menatap Froshe dan Mai. Dia sibuk dalam ketakutan sendirian.
Semenjak ditangkap karena kasus penculikan anak SMA, laki-laki itu
memerlihatkan tingkah aneh, tak normal, ketakutan tanpa sebab jelas.
Ini sudah dua minggu sejak laki-laki
itu di penjara dan tak satu keterangan pun didapatkan. Laki-laki itu tak
terdaftar di kantor kependudukan.
“Saya detektif Froshe dan dia
detektif Mai. Saya yang menangkap Anda di TKP saat Anda melakukan tindak
penculikan pada anak SMA dua minggu lalu.” Froshe mengeluarkan buku kecil dan
pena dari balik jas dan siap menulis sementara Mai menyiapkan recorder.
Froshe menjentikkan jari, dia
memulai fase hipnotis agar laki-laki itu menjawab jujur. Sebenarnya Froshe
ingin mengintrogasi sejak dua minggu lalu, tapi kasus di Kyoto membuatnya dan
Mai diutus ke sana untuk membantu. “Siapa nama Anda?” tanya Froshe.
“A-kito.”
Suara laki-laki itu terdengar begitu
lemah. Froshe melanjutkan introgasi. “Usia, alamat, dan pekerjaan?”
“Dua puluh dua, apartemen A10, NEET[1].”
“Mengapa Anda menculik anak SMA?”
“Perserikatan Anti Sihir.”
“Jelaskan lebih rinci.”
“Saya ditugaskan mencari gadis kuil
dengan diimingi uang yang berjumlah besar.”
“Memangnya Anda tahu gadis kuil yang
dimaksud?”
“Ya, ada alat yang dipasang di tubuh
saya. Jika alat itu menyala, itu artinya si gadis kuil pemilik kekuatan suci di
dekat saya. Saat itu, alat itu menyala dan saya langsung menebak gadis itulah
yang dimaksud.”
“Apa yang seharusnya kau lakukan
jika penculikan tidak digagalkan?”
“Membawanya ke Perserikatan Anti
Sihir.”
“Apa kau sudah menghubungi
Perserikatan Anti Sihir dan memberitahu tentang gadis itu?”
“Belum sempat.”
Froshe menjentikkan jari lagi yang
membuat laki-laki bernama Akito itu terbebas dari pengaruh hipnotis. Setelah
Akito dikirim kembali ke penjara, Froshe dan Mai menuju ruang kerja mereka. Di
sana telah menunggu Hiroyuki dan Yuka sementara shikigami sedang tidur di apartemen karena kelelahan dengan
kegiatan klub supranatural yang mencari gulungan hingga mereka harus mengais
kotak sampah dan berlari ke sana kemari meski belum ada hasil apa pun sampai
hari ini.
Froshe memerlihatkan buku notesnya
ke Hiroyuki. Yuka mendekatkan diri dan turut membaca catatan Froshe dengan
tegang. “Aku jadi penasaran dengan alat yang dipakaikan untuk melacak si gadis
kuil,” bisik Froshe.
Mai menghidangkan teh dan beberapa
kue ke atas meja dan duduk di samping Froshe. “Apakah istrimu itu gadis kuil
yang dicari-cari Perserikatan Anti Sihir?” tanya Mai.
Hiroyuki tersenyum kecil,
“Sepertinya. Yuka sebelumnya tinggal di kompleks sebuah kuil di Kyoto, keluarga
Kuraki.”
Froshe dan Mai tertegun.
“Perserikatan Anti Sihir memang menyebut nama Kuraki. Ketika nama itu mencuat,
aku terpikir nama istrimu yang sebelum menikah bernama Kuraki. Tak kusangka,
benar-benar anggota keluarga Kuraki.” Froshe melanjutkan.
Mai menimpali, “Kedatanganmu ke
sini… tidak hanya untuk penculik itu, kan?”
Hiroyuki berdecak dan mengeluarkan
sebuah kotak, “Murid-muridku ketika di Kyoto dan melakukan acara aneh,
menemukan gulungan kuno yang tersimpan di kotak ini. Mereka bilang, beberapa
orang berpakaian hitam dan memakai pin Perserikatan Anti Sihir mencari gulungan.
Gulungan itu ditulis dengan tulisan aneh… dan gulungan itu hilang padahal
muridku menyimpan kuncinya.”
“Apa isi gulungan itu?” desis Froshe
dan Mai kompak.
“Aku menebak itu petunjuk tentang si
gadis kuil dan kekuatan suci yang mereka incar.”
Yuka menyambung meski tak terdengar
oleh Froshe dan Mai. “Jika mereka mampu membacanya, maka aku bisa lenyap! Aku
akan disingkirkan! Mereka akan… mereka akan…” Yuka tak mampu melanjutkan
omongan, ia berargumen kelompok anti sihir itu pasti akan menudingnya sebagai
penyihir, bisa saja Yuka akan dihukum mati dan diledek sebagai penyihir.
Penyihir akan dimusnahkan oleh anti sihir.
Hiroyuki benar-benar ingin memeluk
Yuka sekarang tapi dia mengalihkan pandangan dan meredakan hasratnya. “Bisakah
kalian ikut mencari gulungan itu dan melindungi Yuka?” bujuk Hiroyuki.
Froshe dan Mai berpandangan, “Tentu
saja. Kami juga tak suka dengan kelompok yang melakukan aksi penyerangan atas
nama menjaga kedamaian dunia!” Froshe berdiri dan mengepalkan tangan.
Yuka tersenyum tipis.
“Tapi, angin yang ada waktu itu…Yuka
yang melakukannya? Dia benar-benar punya kekuatan ajaib itu?” sambung Froshe,
menyibak ingatan tentang angin yang meluluhlantakkan sebuah rumah.
Hiroyuki melirik Yuka, “Ya, Yuka
yang melakukannya.”
“Kau memercayai kami? Kami bisa saja
bilang kalau yang dicari Perserikatan Anti Sihir itu adalah Yuka, bahkan kami
bisa menggunakan Yuka sebagai jaminan agar orang-orang itu tak menyerang Kyoto
atau apa pun lagi.” Mai menyeringai kecil sambil memasukkkan kue mochi ke
mulut.
Hiroyuki tertawa, “Kalian adalah
sahabatku sejak SD. Aku benar-benar memercayai kalian. Duo detektif paling
hebat di Jepang.”
Froshe dan Mai melebarkan senyum.
“Sahabat selamanya!”
Diam-diam Yuka cemburu karena
Hiroyuki memiliki sahabat yang hangat, yang sudah berlangsung sejak SD hingga
mereka dewasa sementara Yuka tak pernah memiliki sahabat seorang pun.
●●●
Hiroyuki
baru saja ingin menarik selimut tatkala Yuka duduk di atas dadanya, sebenarnya
ia bisa saja mengabaikan Yuka, toh Yuka adalah udara tapi dia menghentikan
gerakannya dan membiarkan selimut itu hanya mencapai perut. Jakunnya naik
turun, pikiran liarnya memainkan berbagai skenario nakal meski cepat-cepat ia
menghapus pikiran itu.
Yuka yang mendudukinya tampak
cemberut, mulutnya membentuk kerucut. “Kenapa tadi kau tak mencari keluargaku
juga? Froshe-han dan Mai-han, sebagai detektif kepolisian mungkin
saja punya petunjuk keberadaan ayah dan ibuku, kan? Kau bilang kau ingin
menemukannya! Aku…” Yuka menitikkan air mata dan Hiroyuki dibuat tak berdaya
olehnya.
Perlahan Hiroyuki menggeser badan
menghadap kanan, tempat ia bisa memandang punggung shikigami. Seperti dugaannya, Yuka bangkit dari tubuh Hiroyuki dan
berbaring di samping Hiroyuki dengan mata sembab. “Maaf, aku belum bisa
menemukan keluargamu.” Hiroyuki berbisik lembut tepat di samping telinga Yuka
hingga Yuka merasa Hiroyuki tengah berbicara padanya dan mendengar semua keluh
kesah. Dirasakan oleh Yuka kehangatan dari kata-kata Hiroyuki. Tanpa diduga,
Yuka memeluk Hiroyuki meski Hiroyuki tak merasakan apa pun dari pelukan Yuka,
ia hanya tahu jantungnya berdegup kencang karena Yuka si udara.
“Kau hangat,” Yuka berkata dan
memejamkan mata.
Hangat?
Hiroyuki tersenyum aneh. Ia tak mengerti mengapa Yuka mengatakan kata hangat
padahal mereka tak bisa saling merasakan tubuh masing-masing. “Yuka…”
Komentar
Posting Komentar