[#TantanganMenulisNovel100Hari] PANDEMONIUM - CHAPTER III
Keterangan :
Judul : Pandemonium
Penulis : Ariestanabirah
Genre : Romansa, Spiritual, Fantasi.
Sinopsis:
Kuraki Yuka (18 tahun) adalah
seorang gadis berkekuatan aneh, kekuatannya sering disebut dengan ‘kekuatan
suci’. Untuk melindunginya, Tuan Kuraki
–ayah Yuka- meminta Yuka pergi ke Tokyo dan hidup bersama Akihiro Hiroyuki (27 tahun), tunangan Yuka. Sialnya, Yuka memakai kekuatannya dan membuat sebuah shinigami (Yuka tiruan) sementara dirinya yang asli menjelma seperti hantu yang tidak bisa dilihat manusia!
CHAPTER III
Pagi
itu shikigami bangun dengan penuh
semangat. Awal ajaran baru dimulai hari ini. Sejak matahari masih malu-malu menampakkan
wajah, Hiroyuki sudah sibuk bersiap-siap dan menyiapkan sarapan sementara Yuka
hanya mengamati. Setelah shikigami selesai
dengan segala persiapan termasuk sarapan, cepat-cepat shikigami menarik tangan Hiroyuki keluar apartemen. Yuka mengikuti dari
belakang.
“Suamiku! Apakah sekolah
menyenangkan? Banyak teman?” seloroh shikigami.
Hiroyuki tersenyum tenang dan
mengambil sepeda, “Semoga hari-hari sekolahmu menyenangkan. Oh ya, dilarang
menyapaku dengan kata suami jika di luar. Panggil aku dengan sensei[1].”
Shikigami
mengangguk cepat.
“Kau bisa bersepeda?” tanya Hiroyuki,
“karena sepeda ini hanya untuk satu orang, kita tak bisa bersepeda berdua. Aku
pikir kau saja yang menggunakan sepeda ini untuk pulang pergi. Sekolah hanya
berjarak lima menit dengan sepeda atau lima belas menit berjalan kaki.”
Shikigami
memberikan gelengan ke Hiroyuki, “Aku tak bisa sepeda.”
Hiroyuki tersenyum lembut, “Ya sudah. Ah, ini kunci
untukmu, jika kau pulang duluan kau bisa masuk.” Pria tinggi berkemeja putih itu
menyerahkan sebuah kunci dan shikigami menerimanya.
Shikigami
lantas berjalan ke luar kompleks apartemen, celingak-celinguk ke deretan bunga
sakura yang bermekaran. “Aku akan berjalan saja dan sua- eh sensei bersepeda di belakang,” putusnya.
Hiroyuki menyetujui saran itu dan membiarkan shikigami beserta Yuka berjalan duluan, Hiroyuki mengawasi dari
belakang.
●●●
“Tak
kusangka, pemilik kekuatan suci menampakkan diri ke dunia luar tanpa
pertahanan.” Seorang laki-laki tiba-tiba berjalan di samping Yuka dan shikigami. Tampilannya seperti pegawai
kantoran tapi tampak mencurigakan apalagi ia mengatakan tentang kekuatan suci. Yuka langsung waspada dan
bersiap untuk menyerang.
Taas!
Mendadak asap putih mengelilingi
Yuka dan shikigami. Gadis mungil itu
terbatuk dan memejamkan mata karena perih, sekali lagi ia bingung mengapa ia
bisa merasakan hal-hal yang menyerang manusia padahal dia dalam mode menghilang
alias roh menyerupai udara. “Yuka!” suara Hiroyuki mencapai syaraf pendengaran
Yuka, Yuka menyahut dan mengatakan dia baik-baik saja. Ketika asap itu perlahan
menguap, mereka menyadari shikigami dan
orang yang menggunakan asap telah menghilang.
“Shikigami?”
teriak Yuka, ia melirik ke arah Hiroyuki. Hiroyuki menghela napas karena ia
senang Yuka baik-baik saja, ada untungnya
juga dia berwujud udara, batin Hiroyuki tapi sedetik kemudian dia memasang
wajah cemas dan memanggil nama Yuka. Hiroyuki dan Yuka berlarian mencari jejak shikigami dan si penculik, tapi tak ada
jejak apa pun yang membawa mereka pada shikigami.
Yuka berharap seandainya saja ia
bisa menggunakan kekuatan, maka ia bisa melacak keberadaan shikigami. Tapi, dia kehilangan kekuatannya. Meski hanya shikigami yang bisa kapan saja Yuka
buat, Yuka tetap tak rela shikigaminya
diculik, dia juga masih bertanya-tanya alasan menghilangnya orang tua dan
kebakaran, dan kejadian penculikan ini menjadi tanda kalau di mana pun dia
berada orang-orang yang mengincar kekuatannya akan muncul.
Melihat punggung Yuka yang
menyiratkan kesedihan dan kebingungan, Hiroyuki ingin menepuk tapi ia
mengurungkannya. Setengah berbisik ia berkata, “Aku pasti akan menemukanmu,
Yuka.”
Yuka menjawab kecil, “Terima kasih.”
Hiroyuki mengeluarkan telepon
genggam dan menghubungi sebuah nama. Setelah tersambung ia menceritakan penculikan
istrinya –shikigami- dan meminta
orang itu melacak orang atau organisasi yang menggunakan bom asap.
Tak lama, teleponnya berbunyi.
“Bagaimana?” tanya Hiroyuki.
Orang di seberang telepon menjawab,
“Perserikatan Anti Sihir.”
Hiroyuki mengulangi jawaban temannya,
“Perserikatan Anti Sihir?”
Yuka yang berdiri di samping
Hiroyuki menangkap kata-kata itu dan menyimpannya dalam ingatan. Dalam hati ia
semakin bertanya-tanya apa itu Perserikatan Anti Sihir, mengapa mereka
menculiknya? Dan apa tujuan dari Perserikatan itu?
Setelah menutup telepon, Hiroyuki
menaiki sepeda. “Aku harus segera ke sana,” semburnya. Yuka yang mencium
gelagat Hiroyuki akan pergi langsung mengambil tempat berdiri di belakang
sepeda. Seusai memastikan Yuka ikut dengannya, Hiroyuki baru mengayuh sepeda
menuju sebuah tempat.
●●●
“Yo!” seorang pria berdasi turun dari
mobil mewah dan melambaikan tangan pada Hiroyuki diikuti wanita berambut pendek
dengan pandangan waspada.
“Terima kasih atas pelacakanmu,
Froshe, Mai.” Hiroyuki berseru. Froshe yang berambut pirang itu tertawa, “CCTV
di jalan dekat TKP[2]
sudah aku selidiki dan laki-laki penculik itu sedang bersembunyi di sini,” terang
Froshe. Mai celingak-celinguk memeriksa keadaan, “Kita harus waspada, kita
tidak tahu ada berapa banyak orang di dalam rumah itu,” ingat Mai.
Hiroyuki menganggut dan mengamati
sebuah rumah kecil yang ditunjuk Froshe dan Mai sebagai tempat persembunyian
penculik. Yuka, tanpa rasa takut berjalan menuju rumah itu. Dia berpikir karena
dia tak terlihat, maka dia akan baik-baik saja. Dia memang baik-baik saja, tapi
Hiroyuki cemas sekali melihatnya.
Yuka mengintip dari balik jendela
dan merasakan kehadiran shikigaminya.
Perlahan ia merapalkan mantra, “Wahai angin yang berhembus lembut, wahai angin
yang mengelilingi semesta ini. Tiup rumah ini!”
Duaaak!
Angin kencang menerjang
rumah kecil itu. Yuka tersentak, ia tak menyangka kekuatannya kembali padahal
selama beberapa hari ini tak sekalipun kekuatannya muncul. Wajah Yuka penuh
kemenangan dan ia menoleh pada Hiroyuki, “Shikigami
ada di sini!” teriaknya walau ia tahu Hiroyuki tak mungkin bisa
mendengarnya.
“…kerja bagus, Yuka.” Hiroyuki
bergumam kecil menyaksikan bagaimana angin kencang itu memporakporandakan rumah
itu. Froshe sampai tercengang dibuatnya, “Hi-hi.. bagaimana mungkin ada angin
yang hanya menyerang rumah itu? Perbuatan siapa? Sihir?” ujarnya takut-takut
sementara Mai mengeluarkan recorder video
dan mengabadikan moment tersebut
sebagai bukti.
Hiroyuki tak mengubris keheranan Froshe.
Setelah angin itu selesai melakukan tugas, seorang laki-laki meringkuk
ketakutan dalam rumah sementara shikigami
duduk dengan manis. Hiroyuki berlarian menuju shikigami dan menarik tangannya, “Syukurlah kau bisa kami temukan.”
Shikigami
mengangguk, “Terima kasih telah menemukanku.”
Froshe menangkap si penculik dan
memborgol tangannya, “Kepolisian Tokyo, Froshe. Kau ditangkap karena kasus
penculikan gadis SMA.”
Yuka tersenyum lega melihat akhir
yang membahagiakan itu. Saat semua orang sudah berlalu, ia masih berdiri untuk
mencoba mengembalikan keadaan tubuhnya, “Jadikan diriku nyata! Jadikan diriku
terlihat!”
Untuk mencari tahu apakah dirinya
masih tak terlihat atau tidak, Yuka berlarian ke samping mobil mewah Froshe. Ia
masih tak melihat pantulan dirinya di kaca hitam mobil itu. “Kenapa? Padahal
aku bisa memanggil angin tapi kenapa masih tak bisa terlihat?”
Hiroyuki melihat sedih ke arah Yuka namun
ia tak bisa menghibur gadis itu karena sang gadis tak tahu ia bisa melihatnya.
Hiroyuki masih ingin merahasiakan kemampuan melihat hal gaib pada Yuka untuk
saat ini.
“Kau bisa melihatnya?” tanpa terduga
shikigami bertanya pada Hiroyuki.
Hiroyuki tersentak, “Apa maksudmu?”
“Yuka yang sebenarnya. Kau tahu
kalau aku shikigami?”
Degh.
Hiroyuki bingung ingin menjawab apa. Dia tak pernah berpikir shikigami akan mengetahui kemampuannya.
“Kau selalu melihat ke arah Yuka, bukan kepadaku jadi aku berpikir kau bisa
melihatnya,” jelas shikigami.
Hiroyuki tak merespons.
Shikigami
berpenampilan Yuka itu menyunggingkan senyum, “Akan kurahasiakan.”
Hiroyuki berbisik lembut, “Terima
kasih.”
“Setiap malam mencium dahinya
padahal kau bilang tak akan menyentuh anak kecil.” Shikigami berdesis dengan wajah sinis. Hiroyuki terperanjat, ia tak
menyangka perbuatannya diketahui shikigami.
Wajah Hiroyuki memerah dan memohon agar shikigami
merahasiakannya dari Yuka.
Shikigami
terkekeh dan menyipitkan mata, “Kalau Yuka tahu, dia pasti akan mengamuk.
Aku saja selalu kena amukannya. Bisa saja angin yang menghancurkan rumah tak
bersalah itu akan digunakan untuk menghancurkanmu.”
“…karena itu, jangan bilang-bilang
dia.”
Sebuah senyum diperlihatkan oleh shikigami, dia berbisik. “Baik,
su-a-mi-ku.”
Diam-diam Yuka memerhatikan shikigami dan Hiroyuki yang tampak
akrab. Tangannya mengerat dan dia membuang muka.
●●●
“Akihiro
Yuka. Salam kenal. Maaf aku terlambat! Aku pindahan dari Kyoto! Ah, mungkin
sangat aneh karena aku pindah tatkala sudah menginjak kelas tiga. Tapi, aku
harap kita bisa berteman sampai kelulusan tiba!” Shikigami membungkukkan badan dengan anggun kemudian menebarkan
senyum lebar pada teman-teman sekelas.
“Akihiro… apa kau saudari Hiroyuki sensei? Nama keluarga kalian sama.”
Seorang gadis berambut pendek berkomentar.
Shikigami
dan Hiroyuki saling melirik. “Aku adik sensei,”
putus shikigami cepat. Gadis itu
membelalakkan mata, “Senang bertemu denganmu! Aku Hikaru Miki!” tukas Miki
penuh semangat.
Hiroyuki yang menjabat sebagai wali kelas lantas
menunjuk sebuah tempat duduk di bagian depan kelas, yang menghadap meja guru
sebagai tempat duduk Yuka.
“Terima kasih, onii[3]-
maksudku sensei. Salam kenal!” shikigami menyeringai pada Hiroyuki
sebelum duduk. Yuka yang menemani shikigami
mengambil tempat duduk di atas meja shikigami.
Dia memerhatikan seluruh ruangan dan merasa aneh dengan keadaan ini. dia
merindukan suasana sekolah dan kelas, sekaligus membencinya. Kenangan selalu
menyeretnya ke masa ia digencet karena kekuatan di dalam dirinya. Dan itu
memuakkan. Yuka berpikir, kalau bukan shikigami
yang memerankan dirinya saat ini mungkin saja ia masih berada di luar kelas
dengan kondisi gemetaran setengah mati. Ia juga tak mungkin mengenalkan diri
seceria yang shikigami lakukan. Kalau
itu Yuka, dia hanya akan menyebut nama sekilas lalu duduk tanpa memedulikan
sekitar.
Hiroyuki mengabsen satu per satu
murid kelas 3C sembari melirik Yuka yang duduk tepat di depan mejanya.
Jantungnya berdesir, kehadiran Yuka di kelas ini membawa nuansa yang aneh.
“Karena kalian sudah kelas tiga,
maka sensei harap kalian bisa fokus
dan serius mengejar mimpi masing-masing. Kemudian, nikmatilah masa SMA yang
hanya akan berlangsung satu tahun lagi ini. Gunakan waktu sebaik mungkin agar
tak ada penyesalan apa pun di masa depan.” Hiroyuki berpesan selesai mengabsen.
Miki menunjuk tangan, “Sensei, impianku adalah menjadi
pengantin sensei.”
Yuka meneguk ludah dan menoleh pada
Miki yang berwajah polos itu. Mata hitam Yuka menyelidik, saat ia melihat
bagian dada gadis itu Yuka mengerucutkan bibir. Huh, lebih besar!, bisiknya sebal.
“Hikaru-san, semoga impianmu terwujud.” Hiroyuki menjawab, diam-diam ia
melihat reaksi Yuka yang tampak tak senang.
Gadis itu berdiri, “Miki saja sensei![4]”
“Dasar gadis tak tahu malu. Melamar sensei di tengah homeroom.” Seorang laki-laki berwajah dingin yang duduk di belakang
Miki mengeluarkan celetukan. Miki menoleh padanya dan mendengus, “Diam kau,
Tsuneo.”
“Miki-chan, Tsuneo-kun hentikan
pertengkaran biasa kalian. Ini
semester awal kelas tiga dan sepertinya hubungan kalian masih belum membaik
juga,” lerai Hiroyuki. Miki dan Tsuneo kembali bersikap tenang dan menatap
Hiroyuki.
“Sensei,
minggu lalu kami menemukan sesuatu dan benda itu diperdebatkan oleh Miki
dan Tsuneo. Aku harap sensei bisa
menemui kami di ruang klub setelah ini.” Kini, laki-laki berwajah cantik yang
berbicara dari balik buku bacaannya. Dia menaikkan kacamata dan tersenyum.
“Isamu-kun, masalah klub sebaiknya tidak dibawa ke homeroom[5].
Ini waktu homeroom,” balas
Hiroyuki tenang.
Yuka memandang Hiroyuki yang tetap
sabar menghadapi murid-muridnya. Dalam hati Yuka memuji Hiroyuki dan berpikir
orang dewasa seperti Hiroyuki keren sekali. Semburat merah lantas muncul di
wajahnya. Lekas-lekas ia menampik rasa hangat di wajah dengan membuang muka
dari sosok Hiroyuki.
“Jika kalian ingin berkonsultasi
tentang masa depan, temui aku di ruang guru.” Hiroyuki menutup sesi homeroom dan melangkah keluar kelas.
Saat ia keluar kelas, beberapa siswi membuntutinya. Sekali lihat, Yuka langsung
tahu kalau Hiroyuki termasuk salah satu guru populer di SMA ini. Bahkan, ada
yang terang-terangan ingin menjadi pengantinnya. Dasar! Yuka berdecak kecil.
●●●
“Bagaimana
menurutmu hari pertama menjadi anak SMA?” tanya Hiroyuki sambil menghidangkan
makan malam. Shikigami mencomot tahu
dan menjawab, “Menyenangkan! Tadi aku sudah berkenalan dengan semua anak kelas
3C. Aku juga sudah menghafal nama dan tanggal lahir mereka.”
Hiroyuki mengangguk dan menuangkan
nasi ke mangkuk shikigami.
“Kau
populer, ya? Kenapa malah bilang semoga impianmu tercapai pada Miki? Kau
menyukai Miki? Ingin Miki jadi pengantinmu?” Yuka melirik Hiroyuki dan
menyampaikan keluh kesah. Karena dia masih berpikir Hiroyuki tak bisa mendengar
suaranya, Yuka merasa bebas menyuarakan isi hati. Hiroyuki sempat menghentikan
gerakan sumpit tapi karena lirikan shikigami
yang berkata ‘jangan hiraukan Yuka’ Hiroyuki melanjutkan makan malam dan
membiarkan Yuka berorasi. Kini Yuka berpindah ke samping Hiroyuki dengan aura
emosi yang kuat, “Kau menyebalkan! Menikahi murid lalu ingin menikahi murid
lain lagi. Dasar laki-laki! Memang sih Miki itu cup-nya bukan A… pokoknya kau menyebalkan!”
Hampir
saja Hiroyuki tertawa mendengar kata ‘cup-nya
bukan A’ tapi ia menahannya dengan buru-buru meneguk air. Yuka mendekatkan
mulut ke telinga Hiroyuki dan berteriak, “KAU MENYEBALKAN!”
Kali
ini Hiroyuki terbatuk, suara teriakan Yuka di pintu pendengarannya membuat
kaget. Yuka hanya tertawa dan bilang, “Rasakan!”
“…soal
Miki, bagaimana menurutmu impiannya itu? Apa aku harus bilang kalau aku sudah
menikah?” Hiroyuki melontar tanya pada shikigami.
Shikigami yang baru selesai makan hanya
mengangkat bahu. “Sensei suka dengan
Miki?”
Hiroyuki
mengangguk, “Aku menyukai murid-muridku.”
“Kalau
begitu… terserah sensei. Dia jujur
sekali mengutarakan perasaannya. Apa dia sudah suka sensei sejak lama? Apa sensei
ingin membalas perasaannya?”
“Dia
memang sudah bilang suka sejak tahun pertama. Bahkan dia yang tak suka
supranatural masuk klub supranatural hanya gara-gara aku penasihat klub.”
Shikigami menatap Hiroyuki, “Klub
supranatural? Kedengarannya menarik. Aku ingin bergabung juga!”
Hiroyuki
membereskan peralatan makan sembari menjawab shikigami. “Besok akan kutunjukkan klub supranatural padamu.”
Shikigami menganggut lalu membentangkan futon setelah menggeser meja makan kecil
itu ke sudut ruangan. Tadi sore futon baru
sudah datang sehingga shikigami menggelar
dua futon berdekatan. Beberapa hari ini
Hiroyuki tidur di kamar mandi, karena khawatir shikigami bilang tak apa kalau Hiroyuki tidur berdekatan dengannya,
shikigami sama sekali tak keberatan
dengan satu futon. Tapi, Hiroyuki
malah membeli futon baru agar shikigami tak lagi cemas dengan tempat
tidur Hiroyuki.
Selesai
beres-beres, Hiroyuki mematikan lampu dan mengganti penerangan dengan lampu
pijar kecil. Ia lalu melihat shikigami telah
sukses tertidur sementara Yuka berbaring di tengah dua futon. Dengan wajah memerah Hiroyuki menggeser futon miliknya agar tak terlalu dekat dengan shikigami dan Yuka. Yuka memerhatikan Hiroyuki dan bernapas lega
karena Hiroyuki tak menyerang shikigami di
saat tidur.
Hiroyuki
membalikkan badan ke arah kiri agar tak melihat Yuka. Setelah beberapa lama,
dia membalikkan badan ke kanan. Mata hitamnya bertubrukkan dengan mata hitam
Yuka. Yuka memasang diri sebagai tameng penengah Hiroyuki dan shikigami. Susah payah Hiroyuki menahan
deru jantungnya yang bergerak cepat jika bersama Yuka dan kini harus pura-pura
tak melihat Yuka. Hiroyuki memejamkan mata dan berharap Yuka cepat tidur agar
ia bisa melakukan ritual yang tiap
malam ia lakukan pada Yuka.
Ketika
mengintip sedikit, Yuka masih melihat ke arahnya bahkan wajah gadis itu lebih
dekat. Jika Yuka dalam wujud sebenarnya, pasti Hiroyuki bisa merasakan napas
Yuka dan menghirupnya. Yuka lantas terlelap dan di saat itu, Hiroyuki mengecup
dahi Yuka seperti biasa dan berbisik, “Selamat tidur, gadis kecil.”
Komentar
Posting Komentar