[#‎TantanganMenulisNovel100Hari‬] PANDEMONIUM - CHAPTER I


Keterangan :
Judul : Pandemonium
Penulis : Ariestanabirah
Genre : Romansa, Spiritual, Fantasi.
Sinopsis:

Kuraki Yuka (18 tahun) adalah seorang gadis berkekuatan aneh, kekuatannya sering disebut dengan ‘kekuatan suci’. Untuk melindunginya, Tuan Kuraki –ayah Yuka- meminta Yuka pergi ke Tokyo dan hidup bersama Akihiro Hiroyuki (27 tahun), tunangan Yuka. Sialnya, Yuka memakai kekuatannya dan membuat sebuah shinigami (Yuka tiruan) sementara dirinya yang asli menjelma seperti hantu yang tidak bisa dilihat manusia! 

CHAPTER I


Yuka baru saja selesai mengunjungi makam leluhur tatkala ia melihat asap dari bagian belakang rumah. Bergegas Yuka berlari dan berteriak panik, “Ayah! Ibu!” 
Tak ada sahutan dan api semakin membesar. Beberapa tetangga kemudian datang dan berkerumun sambil membantu memadamkan api sementara Yuka berlari ke kuil. Api tampak semakin menjilati rumah tua peninggalan leluhur Yuka dengan nikmat yang membuat Yuka yakin, api yang sedang membumihanguskan rumah itu bukan api biasa. Itu adalah api kiriman. Yuka memandang nanar rumah mewah yang sedang diamuk api dengan konsentrasi penuh, “Air yang dimiliki langit, langit yang memuntahkan air. Aku perintahkan pada kalian untuk menurunkan hujan!” teriak Yuka, tangannya bergerak-gerak membentuk simbol-simbol sementara mulutnya mengucapkan berbagai macam mantra.
Tak butuh waktu lama untuk langit mencurahkan air mata yang begitu deras hingga api itu padam dalam sekejap mata. Sorak-sorai terdengar dari para tetangga yang tadi begitu panik. Yuka juga terduduk dan bersyukur karena ia datang tepat pada waktunya sebelum seluruh kompleks kuil, rumah, dan kediaman para tetangganya hangus.
Yuka lantas berlarian ke rumah dan mencari kedua orang tuanya. Para tetangga membantu Yuka mencari tapi… mereka tak menemukan orang tua Yuka dalam keadaan apa pun. Tak ada juga bekas orang tewas terbakar.
Setelah melapor ke pihak kepolisian, Yuka masuk ke dalam kuil keluarganya dan memutuskan bermalam di sana. Para tetangga yang khawatir pada Yuka memberinya pakaian, makanan, dan uang. Yuka tersenyum dan mengucapkan terima kasih meski sekarang pikirannya tengah kalut. Kata-kata ayah dan ibunya semalam mengalir kembali ke ingatan.
“Yuka-chan, seumur hidup jangan biarkan orang lain tahu kalau kau pemilik kekuatan suci,” pinta Tuan Kuraki.
Ibu Yuka turut nimbrung,“Jika sampai orang tahu, kita semua dalam bahaya. Mereka bisa menculik dan mengambil kekuatan itu darimu.”
Yuka berpikir, apakah ada hubungan kebakaran dan menghilangnya orang tuanya dengan kekuatan yang ia miliki dan orang-orang yang ingin menculiknya?. Yuka ingat, sejak kecil beberapa orang menguntit dan menjahatinya, bahkan ia pernah diculik beberapa kali meski kekuatan keluarganya bisa menemukan dan melindunginya. Yuka kecil tak tahu kalau kemampuannya memanggil hujan, mengeluarkan api dari tangan, sampai menerbangkan sesuatu adalah sesuatu yang tak biasa sehingga saat kemampuan itu terlihat teman-teman mengatainya penyihir dan orang-orang asing mengerumuni serta menculiknya. Yuka merasa kekuatan di dirinya adalah kutukan tapi orang tuanya bilang itu anugerah yang memang diwariskan pada keturunan Kuraki.
Sejak itu, Yuka tak percaya pada siapa pun dan sebisa mungkin menghilangkan keberadaan diri agar tak seorang pun tahu betapa aneh dirinya ini.
Nabyl, burung merpati hitam peliharaan Tuan Kuraki tiba-tiba muncul di hadapan Yuka. Nabyl melempar sebuah gulungan kecil bersegel yang dibawa burung pintar itu. Selekas mungkin Yuka meraih surat, membuka, dan membacanya hati-hati.
Yuka-chan,
Ayah dan ibumu baik-baik saja. Syukurlah saat orang-orang itu datang kau tidak ada di rumah. Sekarang, sesegera mungkin kau pergi ke stasiun dan naik kereta ke Tokyo, nanti Hiroyuki akan menjemputmu. Hanya dia yang bisa melindungimu sekarang. Pergilah sekarang juga. Sekarang juga. Bakar surat ini setelah kau baca.

Tertanda,
Kuraki Yume.  
Yuka membakar surat itu dan berjalan ke samping kuil. Baru saja Yuka beranjak, tiba-tiba beberapa cahaya menerpa kegelapan kuil. Tampak di sudut matanya orang-orang berpakaian serba hitam menyusuri rumah dan kuil.
“Pokoknya temukan putri tunggal keluarga Kuraki! Dia adalah target utama kita! Kita tak boleh kembali sebelum anak itu tertangkap!” teriak seseorang yang bersuara berat.
Seketika saja Yuka bergidik.
Tanpa disadari, Nabyl terbang ke arah orang-orang itu. Orang-orang itu mengira Nabyl adalah jelmaan Yuka, seketika saja Nabyl menjadi buronan dan dikejar-kejar. Mereka berteriak histeris dengan percaya kalau Nabyl adalah Yuka yang menyamar.
Setelah orang-orang itu berlari entah ke mana, Yuka melangkah sepelan mungkin agar suara tapak kakinya tak terdengar. Belum sempat ia melepas rasa lega, seorang pria muncul dan menyeringai ke arahnya, “Ternyata masih di sini…” desisnya.
Yuka menyentakkan mata, dengan cepat gadis mungil itu berlari dan bersembunyi. Karena tak begitu cepat berlari, Yuka akhirnya mengeluarkan shikigami[1], “Jadilah diriku dan kecoh orang-orang itu!”
Kertas shikigami mendadak berubah menjadi kopian dirinya, persis. Yuka shikigami itu bergerak sesuai gerakan Yuka. Melihat gerakan shikigaminya, Yuka sadar kalau kemampuannya mengendalikan shikigami belum mahir sehingga shikigami itu belum bisa bergerak bebas tanpa mengikuti Yuka yang asli.
“Berhenti!” suara orang yang mengejar Yuka semakin terdengar.
“Jadikan diriku tak terlihat! Jadikan diriku menghilang!” Yuka mengucap mantra, membentuk simbol-simbol di jari sementara pikirannya menyuruh shikigami untuk menjadi umpan. Setelah shikigami bisa dikendalikan dan orang itu mengejar shikigami, Yuka berjalan mengendap-endap dan keluar kompleks dengan cepat.
Tatkala Yuka mencapai jalan besar, Yuka membaca mantra untuk mengembalikan tubuhnya seperti semula tapi…
“Jadikan diriku terlihat! Jadikan diriku nyata!” berkali-kali Yuka mengatakan mantra itu, namun tubuhnya tetap menghilang terbukti dengan tak adanya bayangan dia di kaca minimarket terdekat. Yuka tertunduk lemas, ini pertama kali dia memakai kekuatannya bertubi-tubi dalam satu hari. Membereskan kebakaran, membuat tiruan diri, serta menghilangkan diri. Semua itu menyita banyak energi dan kekuatan. Yuka berpikir wajar saja kalau dia sekarang kehabisan energi.
Tak lama kemudian ia melihat shikigaminya datang sambil berlarian padahal di belakangnya tak ada lagi yang mengejar. Yuka segera berdiri dan menghentikan gerakan shikigaminya. “Sekarang, berhentikan taksi dan kita menuju stasiun.”
Shikigami segera melakukan perintah Yuka dan menghentikan sebuah taksi. Mereka menuju stasiun dan menaiki kereta menuju Tokyo, sebuah kota besar yang tak pernah diinjak oleh Yuka.
●●●
Yuka dan shikigami memandang langit malam kota Tokyo dengan perasaan aneh. Ini pertama kali Yuka keluar dari Kyoto. Selama ini, dia tak diperbolehkan ke mana-mana karena orang tuanya paranoid dengan hal-hal yang bisa mengancam Yuka. Bahkan sekolah pun Yuka mengambil home schooling setelah ia digencet dan diculik waktu SD, sehari-hari ia hanya berkutat di rumah, kuil, atau makam leluhur. Paling jauh adalah sebuah hotel yang menyelenggarakan pertemuan tahunan para sosialita atas. Yuka bak burung yang lepas dari sangkar.
            “Yuka…”
            Yuka dan shikigami menoleh, seorang laki-laki berkaos polo hitam berjalan mendekat ke arahnya. Membaca gelagat bingung, laki-laki itu tersenyum memperkenalkan diri, “Aku Akihiro Hiroyuki. Ayahmu mengirim pesan untuk menjemputmu. Lama tak jumpa… sudah enam tahun ya,” Hiroyuki menatap shikigami dengan perasaan bergetar hebat. Terakhir ia mengingat Yuka adalah saat Yuka masih bocah berusia dua belas tahun, tapi Yuka yang sekarang adalah gadis cantik dengan rambut pendek yang halus dan lembut. Tubuhnya sedikit lebih tinggi meski Yuka masih dikategorikan kecil, sebatas dada Hiroyuki.
            “Kita pernah bertemu?” Yuka bertanya yang diikuti oleh shikigami. Mata Hiroyuki yang tertuju pada shikigami menyentak, “K-kau tak ingat? A-aku anak pertama keluarga Akihiro, setiap tahun –setidaknya sampai enam tahun lalu- aku selalu hadir di acara pertemuan!” Hiroyuki tampak panik, Yuka di hadapannya sama sekali tak berubah, masih cuek dan tak menyadari keberadaannya. Diam-diam tangan Hiroyuki menggepal, dia gemas sekali dengan kecuekan Yuka.
            Yuka menatap lekat Hiroyuki, mencoba mencari pecahan ingatan tentang Hiroyuki.
            “Saya Kuraki Yuka, salam kenal. Mulai saat ini mohon kerjasamanya, Hiroyuki-kun.[2]” Tanpa diberi perintah, shikigami mengenalkan diri, dialek Kansai-nya terdengar kental. Yuka dan Hiroyuki sama-sama kaget. Yuka tak habis pikir shikigaminya bisa mengeluarkan keramahan seperti itu, Yuka merasa mantra pengopinya masih jauh dari kata sempurna. Buktinya, shikigami beda jauh darinya. Tak lama, Yuka ingat kalau Hiroyuki tak bisa melihat dirinya!
            Bisa gawat kalau shikigami ini yang mengambil alih diriku, imejku bakal hancur!, pekik Yuka cemas.
            “Dasar! Langsung memanggil dengan nama,” desis Hiroyuki. Wajah shikigami tampak senang sementara Yuka gugup dan berpikir dalam bagaimana caranya ia bisa terlihat lagi seperti biasa.
●●●
Dengan taksi Hiroyuki dan tamu-tamunya menuju sebuah apartemen. Mereka tiba di lantai dua apartemen X no.13 yang ada papan nama bertuliskan ‘Akihiro Hiroyuki’. Meski Yuka merasa Hiroyuki adalah orang asing, entah mengapa dia menurut saja. Ayahnya sudah berpesan untuk berlindung dengan orang ini, maka orang ini pasti orang baik. Dia mengakhiri kesan pertamanya tentang Hiroyuki tatkala pintu apartemen terbuka dan shikigami langsung mengambur masuk tanpa melepas sepatu.
            Hiroyuki ternyata tinggal di apartemen tipe 1 DK[3]. Jika Yuka membandingkan dengan kediamannya, tempat tinggal Hiroyuki ini hanya sepersekian persen. Ketika pintu terbuka, dapur menyambut mereka di sisi kanan, dan kiri adalah kamar mandi serta toilet. Sementara lurus ke depan adalah ruang keluarga. Di ruang keluarga, terdapat beberapa rak berisi buku-buku dan meja kecil. Sebuah laptop tengah menyala di atas meja kecil itu dengan kertas-kertas berserakan di sekitar. Dan setelah ruang itu adalah balkon. “Sempitnya,” komentar shikigami tanpa rasa sungkan. Dia celingak-celinguk dan mengamati keadaan ruangan.
            Hiroyuki hanya tertawa pendek mendengar komentar shikigami, “Maaf. Karena aku tinggal sendirian, jadi aku menyewa apartemen kecil.”
            Yuka membungkukkan badan, “Maafkan kelakuan tak sopan shikigamiku.”
            “Aku hanya punya satu futon[4], kau bisa menggunakannya untuk beristirahat. Besok kita akan membahas apa yang ayahmu tugaskan padaku.” Hiroyuki membentangkan futon putih yang ada di pinggir ruang keluarga ke lantai beralas tatami hijau itu. Shikigami langsung terbaring di atas futon dan mendesah, “Nyamannya… kemudian, kau tidur di mana?” tanyanya. Hiroyuki tersenyum kecil, “Pekerjaanku belum selesai, mungkin aku tidak tidur. Kalaupun aku mau tidur, aku bisa tidur di bathtub.”
            Yuka mengamati wajah Hiroyuki yang lembut diam-diam. “Terima kasih atas kebaikannya,” bisik Yuka. Perlahan, Yuka yang tak terlihat itu mendekati shikigami, “Seharusnya kau bersikap sopan dan mengucapkan terima kasih.” Tapi, shikigami tak mengindahkan Yuka, dia sudah jatuh tertidur.
            Yuka duduk di samping shikigami sambil mendengar suara tarian keyboard laptop Hiroyuki yang ada di atas meja kecil tak jauh dari futon. Hiroyuki memakai kacamata dan tampak serius dengan pekerjaannya. Di tengah keheningan itu, Yuka berdiri menghadap cermin yang tergantung, tak ada bayangannya di sana. Ia masih dalam mode menghilang. Perlahan ia berkonsentrasi dan merapal mantra, “Jadikan diriku terlihat! Jadikan diriku nyata!” tangan mungil itu bergerak-gerak membentuk simbol-simbol.
            Wuuusss!
            Ketika ia melihat cermin, hanya refleksi ruang keluarga yang terpantul. Yuka mengulang lagi rapalannya hingga sepuluh kali dan tak ada hasilnya. “Apa energiku habis? Apa kekuatanku tak bisa dipakai dalam mode ini?” gumamnya. Benaknya lalu mencetuskan ide untuk menguji kekuatan, pertama ia menoleh pada Hiroyuki yang masih serius. Dia berharap Hiroyuki tetap fokus dan tak teralihkan.
            “Wahai angin yang berhembus lembut, wahai angin yang mengelilingi semesta ini. Tiupkan sedikit napas pada tirai yang diam!” Yuka mengarahkan telunjuk ke tirai yang menutupi jendela, berharap angin akan menggerakkan tirai itu tapi… nihil. Yuka tercekat dan memandang dirinya nanar, “Kekuatanku… menghilang?”
            Dengan raut murung dia berbaring di samping shikigami, “Besok aku akan coba lagi,” desisnya, dia menghadap ke kiri di mana ia bisa melihat wajah Hiroyuki. Mata hitam bening itu lambat-lambat menutup dan Yuka larut dalam ketenangan malam.
            Hiroyuki menghentikan ketikan. Ia terkesiap dan segera menarik napas. Jadi, itu alasan mengapa ada dua orang Yuka? Satu shikigami dan satu asli, Hiroyuki memandang Yuka yang tidur menghadap ke arahnya. Sesungguhnya dari kecil ia bisa melihat hal yang tak bisa dilihat oleh manusia biasa. Meski tadi terkejut dengan kehadiran dua orang Yuka, ia bisa tahu yang satu berupa roh dan satu adalah manusia. Dengan lihai, Hiroyuki berpura-pura tak tahu keberadaan Yuka yang roh, dia ingin tahu kenapa ada dua orang Yuka terlebih dahulu karena bisa saja Yuka memakai shikigami untuk melindungi diri dari orang asing sepertinya. Walau, mereka sebenarnya tunangan.
            Dengan perlahan Hiroyuki mengambil kembali pesan yang dikirimkan oleh burung merpati milik Tuan Kuraki dan membaca ulang. Sebanyak apa pun ia membaca, kata-kata itu tetap sama dan membuatnya merona merah. Ia tak tahu apakah Yuka akan menyetujui apa yang surat itu katakan atau tidak karena satu-satunya jalan untuk melindungi Yuka adalah satu hal itu, pilihan yang tersisa untuk Yuka hanya jawaban iya. Berpikir besok ia harus menyampaikan pesan itu, Hiroyuki jadi deg-degan. Berkali-kali ia bergumam dalam hati, aku bukan lolicon, aku bukan lolicon, sumpah!
            Dan diakhiri dengan kata, mungkin.



[1] Kertas yang mengandung mantra
[2] Kata sapaan untuk laki-laki yang dianggap akrab.
[3] Dining, Kitchen. Satu apartemen dengan ruang makan dan dapur.
[4] Tempat tidur

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru