Menulis Novel Keroyokan - Kolaborasi




Saya selalu mengaungkan kalimat, "Tuhan selalu memberi hadiah pada yang tidak menyerah." 

Entah kapan, bisa saja besok atau tahun depan, sepuluh tahun kemudian, atau setelah berpindah alam nanti. Tapi, pasti hadiah itu datang, beragam bentuk dan caranya. 

Saya, sebelas-sepuluh tahun lalu sudah berniat menjadi seorang penulis novel karena saya merasa Tuhan memberi saya ide meski saya termasuk amat jarang membaca novel, komik pun jarang -waktu itu lagi booming anime, fokus saya nonton anime-. Niat itu saya sampaikan pada teman sebangku saya waktu SMP, Dona Tasniah namanya. Saya berkata, "Lima tahun lagi novel saya terbit." 

Jika dihitung dari ucapan saya, seharusnya lima tahun setelah itu adalah 2010. Sayangnya, saya masih mengalami berbagai penolakan editor *hiks*, baik kirim naskah langsung atau ikut kompetisi.

Lima tahun kemudian, 2015. Saya berkesempatan mengikuti kompetisi outline yang diadakan oleh Elex Media Komputindo dan memberi saya tiket untuk menghadiri workshop pada 14 Februari 2015 bertempat di Gramedia Matraman, Jakarta. Di workshop itulah saya masuk ke tim Bandung bersama Mbak Orin, Mbak Rini, Delisa, dan Puji. Kami membuat outline berjudul, Yesterday in Bandung.


Pucuk dicinta ulam pun tiba, saya yang bahkan lupa judul outline tim dihubungi Mbak Orin beberapa minggu setelah workshop, memastikan kalau Yesterday in Bandung memang benar punya kami dan terpilih menjadi salah satu outline terbaik yang berhak diterbitkan. 

Perjuangan dimulai, menulis kolaborasi bersama empat penulis lain sementara saya juga sedang mengembangkan Let's Be Platonic yang bergenre romantic-comedy, beda dengan Yesterday in Bandung yang lebih ke drama dengan meramu konflik psikologi, persahabatan, serta bumbu roman. Apalagi karakter yang saya pegang berbanding terbalik dengan karakter utama di Let's Be Platonic. Menyinkronkan dua proyek bertolak belakang itu cukup menguras otak dan perasaan *hiks*. 

Setelah melewati berbagai revisi, cekcok, dan penyatuan visi misi... jeng jeng jeng... si merah lahir juga ke toko buku *sorak-sorai bergembira* pada awal Januari 2016, sementara saudara satu temanya, Eternal Flame telah bertengger sejak akhir November 2015.

Buat yang belum pernah membaca tulisan saya tentang Yesterday in Bandung atau mau kepo lebih lanjut, boleh loh nonton dulu video trailernya.

Ini dia videonya!!

                                     

Gimana? 

Maafkan saya, sang video editor amatir ini jikalau menemukan kekurangan di sana-sini yak! Maklum, bukan ranah jajahan :). 

Oke, saya sudahi prolog posting saya (dilempar pembaca karena setelah sepanjang ini ternyata baru prolog).

Kemarin, 14 Februari 2016 di Gramedia Matraman diadakan momen spesial yaitu peluncuran Eternal Flame dan Yesterday in Bandung (YiB)!! Tepat setahun setelah workshop, tatkala dua novel itu baru berupa outline.

Acara berdurasi dua jam tersebut diisi dengan talkshow, games, pengumuman pemenang lomba, serta hiburan yang menampilkan permainan biola Eternal Flame, akustik lagu Yesterday (lagu The Beatles) yang menjadi theme song Yesterday in Bandung serta stand up comedy.

Bak mimpi yang menjadi nyata, seperti itu yang terjadi pada saya. Saya rasa, penulis lain yang terlibat juga merasa seperti itu. Bagai keajaiban dari doa, cinta, dan perjuangan dalam dunia menulis.



Nah, buat yang tidak sempat atau berhalangan hadir tapi penasaran dengan novel kolaborasi itu seperti apa dan perintilan di baliknya bagaimana. Yuk simak sepuluh pertanyaan yang diajukan ketika talkshow. 

DAFTAR PERTANYAAN & JAWABAN TALKSHOW

Ini novelnya tentang apa sih?

a.         TIM BIRU (Dheaan Reean)
Novel ini novel romantis yang berkisah tentang 3 lelaki tampan yang berjuang untuk cinta. Ada violis yang sulit untuk move on, ada eksekutif muda yang berada pada 2 pilihan sulit: menuruti keinginan orangtuanya atau mempertahankan cintanya, dan seorang Walka KRL Commuter Line yang diam-diam mencintai seorang gadis yang bernama Rena.

b.        TIM MERAH (Rinrin Indrianie)
Singkatnya, Yesterday in Bandung bercerita tentang lima manusia yang berada di bawah atap yang sama. Dua orang pemuda (Zain dan Dandi), dua orang gadis (Shaki dan Tania) yang sama-sama ngekos di rumah seorang wanita dewasa (Aline). Kelimanya memiliki masa lalu dan bermasalah masing-masing, untuk kemudian bersilang jalan, saling memberi perhatian (dan bahkan jatuh cinta) satu sama lain.

Alasan pilih tema itu?

a.         TIM BIRU (Susi Lestari)
Tema penulisan novel ditentukan oleh Elex. Pada waktu itu, Mba Afri selaku mentor dan editor memberi clue atau petunjuk temanya tentang playlist/musik. Pas, waktu nulis outline yang waktunya lumayan singkat, kami belum menentukan tema musiknya kayak apa. Akhirnya dipilih biola. Dan elemen di novel harus ada yang berhubungan dengan nama kelompok, karena nama kelompoknya Bekasi, jadilah setting tempatnya di Bekasi.

b.        TIM MERAH (Rinrin Indrianie)
Alasan pilih cara bercerita seperti itu (dari masing-masing POV), karena kami berlima memang berbeda, jadi daripada menyamakan cara menulis (yang pasti tidak akan sama), ya sudah dibuat berbeda saja hihihi. Jadi tema/cerita yang seperti inilah yang kami rasa paling tepat untuk novel kolaborasi.

Berapa lama penulisan?

a.         TIM BIRU (Naya Corath)
Pengumuman pemenang outline terbaik kalau nggak salah itu dua minggu setelah workshop tanggal 14 Februari 2015. Nah, deadline naskah itu dua bulan setelah pengumuman. Satu bulan pertama dihabiskan untuk menyelesaikan naskah, satu bulan berikutnya untuk mengedit internal kelompok. Naskah versi awal sudah dikumpulkan ke mbak Afri, editor novel Eternal Flame, di akhir bulan April 2015.

Mbak Afri meminta revisi di bulan Juli, selama sebulan revisi. Di akhir bulan Juli inilah kita mengumpulkan naskah final, yang sekarang menjadi novel Eternal Flame. Setelah melakukan diskusi tentang pemilihan cover buku, kita diberi kabar tentang buku akan diterbitkan bulan November, itu di pertengahan bulan Oktober. Bukunya sendiri terbit di tanggal 30 November. Jadi kalau dihitung-hitung dari awal proses menulis hingga diterbitkan itu kira-kira 9 bulan lamanya.

b.        TIM MERAH (Puji P. Rahayu)
Berapa lama ya.. Sebenarnya aku agak-agak nggak inget berapa lama. Jadi, sama kayak Eternal Flame, awal pengerjaan dilakukan pada akhir Februari. Waktu itu, tiba-tiba aja ada undangan grup WA. Aku bingung dong, soalnya nggak inget apa-apa soal Yesterday in Bandung. Kayaknya sekitar tanggal 23 Februari. Setelah paham, ya udah. Dibahas deh outlinenya. Akhirnya kita mengerjakan Yesterday in Bandung secara runtun. Nah, menjelang deadline, which is tanggal 23 April, akhirnya selesai sudah pengerjaannya, sudah dikirimkan ke mbak Dita. Baru pada bulan Juni, mbak Dita mengirim revisinya. Sekitar satu mingguan kita revisi segala macam dan kelar. Setelah itu, nggak ada revisi cukup berarti sih. Tanggal 22 Oktober mbak Dita kasih kabar kalau Yesterday In Bandung bakal mejeng akhir Desember.Terakhir awal desember mbak Dita ngirim cover fix dan dikasih tahu kalau tanggal 4 Januari sudah ada di toko buku. Jadi kalau ditotal sekitar 10 bulan pengerjaannya, mulai dari outline sampai mejeng di toko buku.

Cara membagi tugas?

a.         TIM BIRU (Kristina Yovita)
    Pengen cerita awal ngebentuk tim ini. Saat mbak Afri tanya ke tim kita : Siapa yang jadi koordinator? Dan empat anggota tim serentak dan seragam nunjuk ke orang yang mungkin punya tipe bisa dibully , yaitu : Aku. Wkwkkw kidding.


Untuk jawaban sebenarnya kenapa mereka pilih koordinatornya aku, monggo PM aja mereka.
Bagaimana aku bagi tugas? Setelah ditentukan tokoh tokohnya, terus terang aku ngeliat umur dari anggota tim dan latar belakang yang mungkin mirip dengan tokohnya.

Rena dipegang oleh Nuri, karena tokoh Rena masih kuliah dan Nuri yang umurnya masih 18 tahun terasa cocok untuk pegang peran itu.

Satria oleh Susi. Satria digambarkan sebagai anak perantauan yang umurnya juga masih berondong. Jadi aku pilih Susi sebagai penulisnya yang berasal dari semarang dan masih kuliah. Cocok.

Dimas, pegang oleh Naya. Dimas adalah sosok eksekutif muda di Jakarta, aku ngeliat Naya yang selama workshop begitu aktif dan gaul, pindah sana pindah sini kayak kutu loncat, keliatan pas aja berperan jadi Dimas.

Clara, tokoh ini harus dipegang oleh Dian, karena tokoh Clara ini adalah tipe mandiri penyuka dunia fotografi, kalem, persis seperti Dian.

Edo/Nurmalita : Aku. karena… siapa lagi yang nggak ada kerjaan? tinggal aku. Ya udah, aku pegang 2 tokoh ini.

b.        TIM MERAH (Ariestanabirah)
Kita punya outline sebagai acuan sehingga pembagian tugas berdasarkan urutan outline. Dari Shaki-Zain-Tania-Dandi-Aline kembali ke Shaki dan seterusnya, runtun sambil satu sama lain mengecek logika dan alur. Masing-masing penulis menulis tiga bab, dan di bab terakhir semuanya turut ambil bagian, berganti-ganti sudut pandang. Sementara untuk prolog dan epilog yang dikerjakan setelah revisi pertama, itu berdasarkan hasil diskusi, mau ambil dari sudut pandang siapa.

Berapa kali revisi? Seberapa jauh bedanya dengan versi awal dari workshop?

a.         TIM BIRU (Nurisya Febrianti)
Revisi besar satu kali. Bedanya benar-benar jauh, karena kita rombak ulang outline yang berarti nulis ulang. Di naskah awal karakter Edo kurang manusiawi, bahkan kita ngangkat tema makhluk halus dan Sophia jadi semacam si manis jembatan ancol, bedanya dia berkeliaran di gerbong commuterline. Dimas-Edo-Rena bahkan nggak berhubungan. Kita juga pakai POV 1 buat 5 bab awal, baru pov 3 buat bab selanjutnya. Dan ta-daaaaa hasilnya para pembaca keriting jidat. Tulisan kita bisa dibilang kayak scramble egg. Tapi kita beruntung karena ada Mba Afri yang membawa kita kembali ke jalan yang benar. Ada 4 poin revisi, yang asli, itu bikin kita nggak bisa makan seharian. Serius 4 poin, tapi semuanya penting. So, kita milih buat revisi total. Yang benar-benar berubah adalah karakter Edo juga Rena. Dari yang tadinya nggak kenal, terus jadi saudara. Waktu itu pertimbangannya kita dikejar waktu, jadi sebisa mungkin kita ngubah plot dasar tanpa harus ngacak-ngacak isinya lagi. Tinggal ketok magic di sana-sini dan voila, Eternal Flame selesai.

b.        TIM MERAH (NR Ristianti)
Tiga kali.
 1. Lima bab pertama (Maret 2015), untuk mengetahui format yang berlaku di Elex
 2. Draft pertama (Mei 2015), ada beberapa detil yang harus ditambah dan dikuatkan,
     ada juga yang dihapuskan.
 3. Draft final (Juni 2015), menambahkan prolog dan epilog.

Beda dari outline adalah penambahan epilog dan tambahan kejutan untuk beberapa karakter yang membuat naskah yang seharusnya selesai pada bab 11 jadi membengkak dalam 16 bab -belum termasuk prolog dan epilog.

    Kesulitannya apa aja saat mengerjakan novel kolaborasi ini?

a.         TIM BIRU (Susi Lestari)
Kalau dibilang sulit sih enggak. Cuma sedikit lebih menantang dibandingkan nulis proyek solo. Kalau nulis solo kan, cerita dan alur mau dibikin kayak gimana terserah penulisnya, tetapi kalau nulis novel kolaborasi berbeda. Soalnya, ada lima kepala yang tentunya beda pikiran dan pendapat. Untungnya, kita punya koordinator yang kece dan siap buat memberikan masukan ke anggota-anggotanya. Kalau untuk menyelesaikan beda pendapat kita biasanya musyawarah. Musyawarah online, maksudnya. Bisa via facebook dan whatsapp. Intinya, proyek novel kolaborasi bukan hanya menjadikan kamu bisa nulis bareng, debat bareng, lebih dari itu kita sudah kayak keluarga.  

b.        TIM MERAH (Puji P. Rahayu)
Kalau kesulitan dalam pengerjaan novel ini mungkin di komunikasi ya. Kalau diperhatikan, di tim merah sendiri, semua penulisnya nggak ada yang satu daerah. Hal ini menjadi salah satu kendala karena terakhir brainstorming secara langsung ya waktu workshop satu tahun yang lalu itu. Jadi, kebanyakan komunikasi yang digunakan melalui daring. Selayaknya novel kolaborasi, ya memang sulit untuk menyatukan pikiran masing-masing. Apalagi kita nggak pernah ketemu lagi. Jadi agak sulit juga untuk bisa menyatukan visi kita

Metode apa yang dilakukan untuk menulis kolaborasi?

a.         TIM BIRU (Naya Corath)
Awalnya kita membuat grup tertutup di Facebook yang anggotanya adalah kelima penulis Tim Biru ini dan editor novel Eternal Flame, supaya mbak Afri tetap bisa memantau progress kelompok. Ini waktu deadline dua bulan pertama itu lho, yang setelah pengumuman pemenang. Kita berdiskusi soal penokohan dan background tokoh itu di grup Facebook ini, masing-masing membuat postingan lalu yang lain bisa mengomentari atau memberi pendapat. Setelah itu kita posting dokumen Word masing-masing sesuai pembagian tugas, di grup Facebook ini. Jadi masih menulis masing-masing dulu, yang penting masing-masing selesai. Lalu di akhir nanti, semua dokumen ini akan digabung menjadi satu dan diedit oleh mbak Key.

Nah.. Di revisi yang kedua (yaitu setelah mendapat feedback revisi dari mbak Afri di bulan Juli), kita akhirnya tidak pakai metode ini lagi, melainkan sekarang menulisnya sudah pakai Google Docs. Jadi Naya buatkan dokumen Google Docs yang di-share kelima penulis Tim Biru, di mana sekarang semua anggota Tim Biru bisa langsung menulis naskah novel di satu dokumen yang sama, dalam waktu bersamaan, dan bisa diedit kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja
. Jadi, semua orang bisa langsung melihat update naskah novel ini secara keseluruhan, kalau ada yang nggak nyambung atau aneh bisa langsung dikomentari atau langsung diubah saat itu juga setelah minta izin yang menulis tulisan itu. Dengan begitu, kerjanya jadi lebih cepat dan lebih meminimalisir plot hole karena ditulis oleh lima kepala yang berbeda. Dan sekarang jadinya tidak perlu tunggu-tungguan lagi, karena sudah bisa langsung mengedit naskah di tempat / saling menggantikan.Untuk komunikasinya sendiri, kita akhirnya bikin grup di Whatsapp, untuk membicarakan hal-hal yang perlu respons cepat.

b.         TIM MERAH (Delisa Novarina)
Kami menggunakan facebook serta whatsapp untuk diskusi, serta memakai email untuk bertukar dokumen. Kami mengerjakan secara beruntun sesuai outline. Urutannya adalah Shaki - Zain - Tania - Dandi - Aline dan kembali ke awal lagi. Tiap bab diberi tenggang waktu satu minggu, jadi… seminggu bab 1, minggu depannya bab 2, dst. Ketika suatu bab selesai, maka penulis lainnya wajib membaca dan memberi komentar serta menyelaraskan logika dan alur. Kadang juga memberitahu apa yang bakal dieksplor untuk bab selanjutnya, intinya adalah bertanggung jawab bersama terhadap seluruh rangkaian cerita.

Risetnya apa aja yang dilakukan saat menulis novel ini?

a.         TIM BIRU (Nurisya Febrianti)
Riset soal ditinggal waktu mau nikah. Karakter Edo di sini yang kena nasib malang, dan ibunya--Mba KY--riset ke beberapa laki-laki. Jawabannya, mereka down dsb. Itulah cikal bakal lahirnya Edo. Riset fotografi, berkaitan dengan karakter Clara. Terus riset soal stasiun. Aku dan mba ky ke stasiun bekasi, mengambil foto buat menyamakan persepsi setting. Aku wawancara walka, berkaitan dengan Satria dan aku dengan super pedenya nanya-nanya soal job desk-nya. Terakhir, soal penyakit lupus. Ada salah satu karakter yang nggak kalah malang nasibnya sama Edo. -penjelasan singkat lupus nyusul.

b.         TIM MERAH (Ariestanabirah)
Semua penulis melakukan riset. Saya melakukan riset gangguan psikologis dan serba-serbi Bandung karena saya belum pernah ke Bandung. Mbak Orin riset tentang kanker payudara. Mbak Rini riset soal basket. Delisa tentang pemasaran di Parahyangan, dan Puji riset soal kehidupan mahasiswa di Bandung. Bagaimana pun, Puji kan bukan orang Bandung. Jadi harus meraba-raba gimana kehidupannya di sana. Sempet nanya temen juga buat tahu gimana.


Hal yang paling berkesan dan menyenangkan saat menulis kolaborasi?

a.         TIM BIRU (Dheaan Reean)
Yang paling berkesan adalah ketika nulis bareng, mulai menyusun outline, pembagian tugas, menulis cerita, mengedit sampai mengejar deadline, seruu..! Yang menyenangkan adalah rasa persahabatan dan kekompakan tim. Padahal sebagai penulis penya ego sendiri dalam menulis. Yang menyenangkan tentunya saat menulis banyak tambahan ilmu yang didapat melalui diskusi dan sharing tulisan.

b.         TIM MERAH (Delisa Novarina)
Lima orang berbeda latar belakang dan lingkungan dipersatukan dalam satu tujuan. Menulis tanpa paham karakter masing-masing. Lima orang ini berada di satu tempat yang berbeda tanpa bisa setiap saat saling berkunjung. Media pendukung yang digunakan ke lima orang juga berbeda. Ada yang memiliki kebiasaan berinteraksi menggunakan facebook dan ada yang kurang. Ada yang lebih menonjol di blog, twitter, dll. Termasuk gaya bercerita yang berbeda. Ini yang membuat kami memiliki naskah yang unik, dipersatukan oleh karakter yang berbeda. Tentu saja, kami juga sering mengalami masalah konflik internal di belakang layar. Salah satunya mempertahankan karakter menulisnya. Tidak mudah menerima cara menulis orang lain untuk masuk dalam tulisan kita. Beruntungnya metode menulis yang kami gunakan tepat, memainkan POV I dengan peran masing-masing karakter. Metode ini memudahkan siapa pun yang berniat menulis kolaborasi dan mau menerima keunikan masing-masing penulisnya dengan saling berbagi ide dan pengalaman. Walaupun kami hanya berinteraksi menggunakan email dan whatsapp, kami bersyukur novel ini sesuai dengan tenggat waktu tanpa harus melenceng jauh dari outline dan sinopsis yang sudah kami siapkan sebelumnya.

    Apa harapan untuk ke depannya?

a.         TIM BIRU (Kristina Yovita)
Harapan ke depannya adalah : Elex mengadakan workshop menulis kolaborasi rutin setiap tahun. Karena selain ilmu kepenulisan, ilmu marketing, peserta workshop juga memiliki kesempatan untuk menjadi keluarga besar Elex.

b.        TIM MERAH (NR Ristianti)
Harapannya, novel laris manis karena ceritanya sangat membekas di hati pembaca dan jika banyak yang tertarik untuk meneruskan kisah mereka, kita siap bertempur lagi untuk YiB season 2. Maybe, setting dan tempat yang berbeda dan kisah yang lebih seru.

Keterangan:
Outline : Kerangka karangan, rangkuman garis besar cerita per bab dan dituliskan detil seperti tokoh yang terlibat, setting waktu dan tempat, konflik atau momen yang terjadi, atau keterangan lain.

POV : Point of view, sudut pandang.


Setelah sesi tanya jawab dan penutupan acara, maka acara berikutnya adalah... mengabadikan momen!

(Tim penulis Yesterday in Bandung bersama Mbak Dita, editor kece di balik YiB)

(Tim penulis Eternal Flame bersama Mbak Afri, editor kece di balik Eternal Flame)

(Sepuluh penulis + Dua editor kece + Jenny Thalia F (penulis novel best seller))

(Foto bareng bersama peserta, yang cowok minder karena cewek rame banget)

Terima kasih untuk yang sudah menyempatkan diri hadir di acara kami :). Terima kasih untuk segenap pihak yang telah membantu! Para pengisi acara, Babay, Ezty, AOP, Devita, dan Binasa (maaf, saya lupa nama depan komikanya T_T), bintang tamu spesial kami, Jenny Thalia F, tim Elex Media, Mbak Intan, Mbak Afri, Mbak Dita dkk, Gramedia Matraman serta tim biru, Eternal Flame dan kawan-kawan tim Yesterday in Bandung. Semoga kelak kita bertemu lagi dalam karya dan proyek baru! Aamiin. 


(Saya dan sahabat-sahabat kuliah)

Spesial juga untuk sahabat-sahabat kuliah saya yang telah jadi penonton, fotografer, serta pembeli :). Kalian dapat goodie bag semua ternyata, ya? o_0

Terima kasih juga pihak-pihak yang telah bekerjasama dalam mempromosikan Yesterday in Bandung seperti Novel Addict, dengan lomba foto quote di instagram serta lomba luka atau rindu di twitter. Rencana kerjasama selanjutnya adalah dengan dua blogger, Atria Sartika dan Mbak Rizky Mirgawati pada akhir Februari 2016, semoga lancar! Aamiin. 

Akhir posting, yang (pengen) (penasaran) (mau) (sudah) baca/beli Yesterday in Bandung, ditunggu loh feedback-nya di Goodreads :) atau colek para penulisnya agar kami bisa mengevaluasi hasil kerjaan kami, sebagai pembelajaran di proyek selanjutnya. 

Yang mau gratisan Yesterday in Bandung, siap-siap untuk ikut giveaway, ya! Info lebih lanjut menyusul.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru