De Crazie Crue (Cerita Pendek)
”Menyelam air dalam
tonggak[1]”
seru Fare pelan. Wajah agak bodohnya terlihat bingung hingga ia memutar-mutar
matanya tak jelas.
Aro yang berdiri tak
jauh dari Fare hanya menoleh malas, “Ketua, tolong sediakan subtitle untuk setiap kalimat yang anda
utarakan. Aku ini tidak mengerti peribahasa atau kata-kata kamus yang Ketua
pakai” selorohnya.
Fare tak mengubris
protes Aro. Mulutnya terus menggumam, “Patah selera banyak makan[2],
hatinya… mahal dibeli sukar dicari[3]”
Tep!. Aro menutup buku
laporan klub dan memasang tampang kesal ke Fare. “Sebenarnya Ketua mau ngomong
apa sih? Aku nggak ngerti sama sekali! Cobalah pakai bahasa yang bisa aku
pahami”.
“Tch, ini menjadi air
mandi[4]. Minggu
depan kelulusan, aku tengah menanti langkah[5]” Fare
berdiri dari kursi empuk dan memandang lurus Aro, “A-a-ku ingin aku dan Kara
menjadi garam dan halafili[6]”.
Alis tebal Aro menaik.
Suara Fare terdengar lagi, “Mari kita berpegangan tangan[7]!
Kau adalah abdiku kan?”
Benar-benar
deh, aku baru sepuluh menit di sini dan tak ada satu katapun dari Ketua yang
kumengerti. Apaan itu garam dan halafili? Lalu maksud berpegangan tangan itu…
apakah makna sebenarnya atau makna kiasan?, batin Aro. Mata
hitamnya menyusuri sosok Fare, sang mantan Ketua klub mading yang masih eksis
dan bertingkah seakan-akan dirinya masih menduduki jabatan ketua. Bahkan ia
melarang pemakaian kata ‘mantan ketua’ untuk disematkan padanya. Dia benar-benar kakak kelas yang egois, lanjut
Aro.
Krek. Pintu ruang klub
terbuka. Seorang gadis berwajah manis melangkah anggun dengan bibir mengulum
senyum. Seketika saja atmosfer di ruangan menjadi aneh. Saat Aro melirik ke
arah Fare, ia mendapati si Ketua mematung. Yap! Sudah menjadi rahasia umum
kalau Kara, si gadis yang baru saja menginjakkan kaki di wilayah otoritas Fare
adalah kelemahan Fare. Dia jugalah satu-satunya orang yang bisa menafsirkan
kata-kata Fare yang tidak umum dan terkesan aneh itu. Kara, yang pernah
menjabat sebagai wakil ketua klub merupakan satu-satunya orang yang bisa
mengendalikan Fare di saat Fare mengendalikan 500 orang di sekolah ini di bawah
sikap sok berkuasanya.
“Kak Kara, syukurlah
Kakak cepat kemari. Aku tidak connect untuk
menjalin konektivitas dengan Ketua” keluh Aro, tangannya mulai menata meja dan
merapikan setumpuk kertas-kertas laporan keuangan klub.
“Memangnya apa yang
kalian bicarakan?” tanya Kara lembut.
“Mengenai garam dan
hafi-“. Mendadak Fare berdiri di samping Aro, sebuah bisikan mencapai gendang
telinga Aro. “Tch. Kau harus kura-kura dalam perahu[8],
kunyah dahulu baru telan[9]”.
Glek.
Melihat kilatan Fare
yang secepat mungkin mengunci mulutnya membuat Aro bergidik. Tekanan dari
kata-kata dan mata Fare tak bisa terbantahkan. Fare memiliki kekuatan besar
untuk mengendalikan orang, jadi lebih baik Aro diam dan menurut.
Kara tersenyum tipis,
ia melangkah menuju Fare dan Aro lantas menarik tangan Fare yang mengunci
pergelangan Aro. “Fare. Kekerasan dilarang”.
“Kami hanya bermain”
tukas Fare cepat.
****
“Karena Ketua dan Kak
Kara akan lulus besok. Jadi, hari ini kita akan bermain games dan tukaran kado!” seru Aro di hadapan jajaran redaksi klub
mading. Di atas meja telah ada 4 buah kado berbungkus koran yang dibawa
masing-masing oleh anggota klub. Semua ukuran sama –dimasukkan dalam kotak
sepatu- sehingga tak ada siapapun yang tahu itu dari siapa.
Empat orang lantas
mengelilingi meja klub termasuk Aro. Fare dan Kara berada di sisi kanan Aro,
sementara satu anggota lainnya di sisi kiri Aro. Aro, sebagai Ketua klub mading
yang sah duduk di tengah. “Tiga orang
dari kita akan saling memberi teka-teki sebelum masing-masing dari kita
mendapat nomor undian untuk kado. Bagi yang tidak bisa menebak teka-teki maka
wajahnya akan dicoreng dengan arang. Apabila benar maka ia akan mendapat nomor
undian beserta kadonya. Bagi yang sudah mendapat kado dan menjawab benar lagi,
maka ia boleh mengajukan perintah pada siapapun di sini dan ia boleh memberikan
kado yang manapun ke siapapun yang belum menerima kado”.
Semua mengangguk setuju
dengan peraturan Aro. Bergegas, Aro mengeluarkan teka-teki pertama. “Seorang
ayah dijebloskan ke dalam penjara. Istrinya mengalami kebangkrutan. Anak
laki-laki mereka harus menjual hotelnya untuk mendapatkan uang. Namun demikian,
anak perempuan mereka tidak peduli dan merasa cukup bahagia. Bagaimana
seseorang bisa berlaku kasar seperti itu?” tanya Aro menantang.
“Monopoli” tandas Fare
santai. Tatapan elangnya menusuk Aro. Baru sedetik ia menyelesaikan pertanyaan,
Fare sudah melindasnya habis.
Sreeet. Wajah Aro
terkena sabetan arang dari Fare dan sebagai hadiah kemenangan, Fare mendapatkan
sebuah kado.
Kini Vels, salah satu
anggota klub mading yang memberi teka-teki. “Ada sebuah kerajaan tanpa Putra
Mahkota. Suatu hari Raja mengumpulkan para pemuda/I dan memberi mereka benih
tanaman. Sang Raja meminta agar mereka menanam benih tersebut. Siapa saja yang
bisa menumbuhkan benih itu menjadi tanaman yang bagus maka akan menjadi
Raja/Ratu setelah Raja wafat”. Vels mengambil napas sejenak sebelum
melanjutkan. “Setelah sebulan, semua pemuda/I itu dipanggil kembali. Raja
melihat semua tanaman tetapi ia mengumumkan bahwa gadis dengan pot kosong akan
menjadi Ratu. Nah, mengapa itu terjadi?” seru Vels semangat.
“Karena gadis itu
jujur” tukas Fare dengan wajah datar. Sebisa mungkin ia mengerem nafsu
‘kata-kata tak biasanya’ lantaran Kara mengingatkannya agar tak banyak omong
–apalagi memakai peribahasa atau kosakata yang tak umum dan sulit dimengerti-.
“Yaaaa ketebak deh”
balas Vels yang harus rela wajahnya dicoreng arang.
Fare menyeringai tipis,
“Menepak nyamuk menjadi daki[10]”.
Vels dan Aro yang mendengar peribahasa itu –meski tak mengerti- paham kalau
mereka tengah diolok-olok Fare. Dua orang anak buah Fare itu melengos cepat dan
berharap agar Fare cepat-cepat lulus. “Nah, karena aku menang lagi, jadi kalian
semua akan menjadi abdi abadalabid!” teriak Fare diikuti tawa kecil
mengejeknya. Cepetlah lulus, cepatlah
lulus, batin Aro dan Vels kompak.
“Kadonya untuk Kara, ehm…yang ini saja” Fare
meraih sebuah kado dan memberikannya pada Kara. Kara hanya menghela napas, sudah kubilang tahan kata-kata anehmu.
“Teka-teki terakhir
adalah dariku” ujar Kara. Tangan-tangan kecilnya melepaskan kacamata hitam yang
menggelantung di wajahnya –tanda kalau ia lagi serius-. Sebuah kertas
diletakkan ke atas meja, pena yang berada di genggaman dua jari tangan kanan
Kara mulai bergerak menggambar sesuatu.
L
O
V
E
42
“Apa maksud dari gambar
tersebut?” tantang Kara penuh percaya diri. “Love 42?” balas Vels bingung. “Cinta 42?” lanjut Aro.
“Fallin Love…” timpal
Fare pelan. Matanya kemudian bertemu Kara yang masih berwajah tenang padahal
pipi Fare sudah memerah. Mulutnya sudah hendak melanjutkan jawaban, tapi
kata-kata itu tertelan kembali.
Vels dan Aro
manggut-manggut mengerti apa maksud dari teka-teki tersebut. Sembari saling
melirik mereka terkekeh diam-diam. Suasana lenggang terasa beberapa detik
lantaran Fare tak berani menuntaskan jawaban teka-teki, hingga akhirnya Vels
dan Aro yang ambil tindakan, “Fallin love Fare!” teriak mereka serempak.
DEG! Sontak saja
jantung Fare serasa berhenti berdetak. Bibirnya keluh hingga ia terima saja
tawa mengejek dari Vels dan Aro. Air mukanya semakin memerah dan dia
gemelatukan, matanya masih mengancam Vels dan Aro yang kehilangan kendali. “Hei
para abdi! Kalian seperti kuda yang lepas dari pingitan[11]”
marah Fare. Vels dan Aro menghentikan tawa mereka dan kembali diam.
“Jawaban Vels dan Aro
benar, mereka berdua bisa memerintahkan apapun padamu” gumam Kara tak
berperasaan. Sebenarnya ia memang sangat sengaja membuat teka-teki yang tak
mungkin mau dijawab oleh Fare sebagai hadiah perpisahan untuk Aro dan Vels
–saking tertindasnya mereka di klub gara-gara Fare-.
“Kami tak sudi jadi
abdi Ketua lagi!” ucap Vels dan Aro riang.
****
Keriuhan pesta
kelulusan telah usai. Kara memasuki ruang klub mading untuk yang terakhir kalinya
dan mendapati Fare duduk di singgasana dengan muka tertekuk. “Fare, aku tak
mengerti mengapa kadomu tulang?”. Sebuah tulang mainan diletakkan Kara ke atas
meja. Dengan perlahan Fare mendonggakkan kepala dan tersenyum, “Biasanya kau
mengetahui segala yang aku maksud” ungkapnya cepat.
Fare mengetuk-ngetuk
tulang yang nangkring di atas meja, giginya mulai tampak dan ia memperlihatkan
tatapan nakal pada Kara. “Kau yakin mau mengembalikan tulang ini padaku?”.
Sebuah anggukan cepat diberikan oleh Kara, “Memangnya ada gadis yang suka
diberi tulang?” tanya Kara balik dengan tatapan datar.
“Aku memang memberikan
ini agar dikembalikan padaku”. Tubuh tegap Fare mulai bangkit dari kursi,
sepatu hitamnya bersinggunggan dengan karpet dan membawanya mendekat ke arah
Kara. “Wanita itu dibuat dari tulang rusuk laki-laki. Suatu hari ia akan
kembali kepada laki-laki tempatnya berasal. Seperti yang kau lakukan sekarang”.
Deg!. Secepat mungkin
Fare membalikkan badannya. Wajahnya sudah semerah udang rebus.
“Jadi aku berasal dari
tulang rusukmu?” balas Kara, pipinya merona. Ia juga memunggungi Fare untuk
menyembunyikan kegugupannya. Fare hanya bergumam, “Ya”.
Setelah beberapa detik
dalam keheningan, Fare membuka suara. “A-a-ku terpaut kasih padamu[12],
sudah berurat akar[13],
tak lekang oleh panas tak lapuk oleh hujan[14]”.
Kara tertawa hingga
matanya menyempit. Perlahan ia berbalik dan tersenyum, “Aku berharap kita
memiliki cinta yang abid. Abadalabid” bisik Kara, ia mengambil kembali tulang
hadiah Fare kemudian diam-diam melangkah keluar dari ruang klub. Hanya tersisa
aura aneh di sekeliling Fare, “A-aku seperti ayam boleh ubi[15]”.
[1]
Sangat sulit untuk mengetahui isi hati seseorang
[2]
Pura-pura tidak mau, sebenarnya sangat ingin (suka) sekali
[3]
Sesuatu yang sukar didapat
[4]
Menjadi kebiasaan
[5]
Menunggu kesempatan yang baik untuk melakukan sesuatu
[6]
Halafili adalah organisme yang tidak dapat hidup dalam lingkungan tanpa garam
[7]
Bekerja sama
[8]
Pura-pura tidak tahu
[9]
Pikirlah masak-masak sebelum melakukan sesuatu
[10]
Melawan orang lemah tak akan membawa manfaat
[11]
Girang sekali
[12]
Sangat cinta
[13]
Sudah mencandu (mendalam) benar
[14]
Tetap dan tidak berubah untuk selama-lamanya
[15]
Sangat gembira sekali
Note :
Berawal dari kesukaan saya dengan tokoh Kunie di Amagi Brilliant Park-lah karakter Fare lahir. Untuk lebih mendramatisir sikap angkuhnya, saya padukan dengan cara bicara yang sukar dipahami orang awam yaitu menggunakan bahasa kamus. Untuk membuat cerita pendek ini saya butuh bolak-balik buku peribahasa~
Susah mengeksekusi si Fare tapi saya puas dengan kehadiran Fare yang aneh :).
Beberapa teman penulis di Gramedia Writing Project mengatakan kalau mereka pusing jika beneran ada orang seperti Fare di dunia ini ^_^ -saya juga pusing memikirkan apa yang akan dia katakan-.
Tapi saya berharap cerita Fare bisa ditulis lebih panjang suatu saat nanti. Aamiin.
Btw, De Crazie Crue itu nama klub mading waktu saya SMA loh~
Bener-bener ada meski Fare dkk nggak pernah eksis.
Dan semua teka-teki di cerita ini ada pada buku MR.SHERLOCK A FUN GAME BOOK.
Dan semua teka-teki di cerita ini ada pada buku MR.SHERLOCK A FUN GAME BOOK.
Komentar
Posting Komentar