Pecahan Cerita SMA

Ketika saya duduk di bangku kelas X beberapa tahun silam, ada seorang guru cantik yang mengajar Bahasa Indonesia bernama ibu Linda. Ibu Linda tipe pengajar yang banyak praktek dibanding teori. Setidaknya tiap minggu kami harus maju ke depan kelas entah itu membaca puisi, pidato, drama, bahkan cerita.

Mengarang sesuatu menjadi hal yang tak terpisahkan dari pelajaran Bahasa Indonesia kala itu. Saya masih ingat jelas tatkala teman sebangku saya, Lidya Kendra merasa terganggu dengan pelajaran ini lantaran dia malas maju ke depan :).

Sahabat saya lainnya juga, Intan Septiani paling keki kalau disuruh mengarang, dia nggak bisa mikir sehingga harus ambil remedial jika soal ujian adalah mengarang > _ <. Padahal Intan itu jago di matematika dkk loh (kebalikan dari saya T_T) dan mengambil posisi dua di kelas. Ha ha, semua orang memang nggak menguasai semuanya kan?.

Mungkin gara-gara terbiasa mengarang di pelajaran Bahasa Indonesialah saya mengembangkan ide cerita yang saya dapatkan sewaktu SMP. Setiap saya selesai mengisi kertas dengan tinta-tinta kata, maka sahabat-sahabat saya akan bergantian melihatnya dan memberi komentar dan ajaibnya itu berlangsung selama kami di SMA ;). Saya merindukan hari-hari itu di mana para first reader ada :).

Oh ya, saya terkenang ketika Ibu Linda menugaskan kami mengarang kejadian yang tak terlupakan. Saat itu saya menulis tentang hal yang menyebalkan di SMP.

Saya duduk di kursi kayu coklat yang berdiri tegak di depan kelas sesaat setelah Ibu Linda secara acak menyebutkan nama saya untuk menjadi pencerita. Suasana lenggang langsung terjadi diiringi tatapan penuh perhatian nan lega oleh teman-teman sekelas yang entah memang ingin mendengar atau hanya pura-pura memperhatikan untuk membunuh rasa gugup. Saya tak peduli dengan alasan-alasan mereka, toh saya harus cepat-cepat bercerita dan kembali ke tempat saya berada sebelumnya.

............

"Saat itu saya duduk di kelas 2 SMP. Suatu siang, kami diijinkan untuk pulang sekolah lebih awal karena akan ada rapat guru. Tatkala saya dan teman-teman berjalan pulang, beberapa anak yang berjalan di depan berteriak, 'Pijai! Pijai'. Sontak saja saya dan beberapa teman panik, maklum saja Pijai itu seorang laki-laki yang menurut kabar gila dan sering menganggu perempuan. Tak lama kemudian sosok laki-laki berusia sekitar 20an ke atas terlihat berjalan menuju arah kami,

Tap tap tap~

Tanpa komando saya dan teman-teman berlarian, tapi...

Bruk!

Saya lupa kalau rok biru panjang yang saya kenakan itu bermodel lurus sempit dan kepanjangan sehingga saat saya berlari tanpa terduga saya menginjak rok bagian bawah dan sukses mendarat ke tanah!.

Krek--

Saya merasakan rasa yang aneh di dalam mulut saya, itu pertama kalinya saya tahu rasa batu aspal, nggak enak banget dan keras ~

Buru-buru saya bangkit dari posisi terjerembab dibantu oleh teman-teman saya. Secara otomatis saya membuang batu yang tak sengaja saya gigit sembari membersihkan pakaian saya.

Teman saya yang bernama Mona memandang saya dengan tatapan cemas, "Berdarah bel.." tunjuknya ke bagian bibir saya. Ah iya, ternyata memang berdarah, mungkin karena wajah saya memang sempat mencium aspal :).

Kami melanjutkan kembali perjalanan pulang dengan langkah kaki yang tenang lantaran Pijai sudah nggak tahu di mana. Sampai akhirnya di muka jalan Demak saya dan Mona naik becak untuk pulang.

Di dalam becak, saya mulai merasakan keanehan pada bagian mulut saya sehingga saya melontarkan pertanyaan pada Mona, "Apa ada yang aneh?".

Mata Mona yang hitam kemudian menyusuri wajah saya, "Bel! Gigi kau patah!"

Ah, disitu saya panik karena saya kehilangan satu setengah gigi depan saya > _ <.

Akibat itu, saya harus menjalani perawatan gigi tiap tiga bulan sekali di suatu rumah sakit swasta. Dokter yang menangani saya bahkan berkata kalau saya harus bolak balik periksa gigi sampai usia 20 tahun untuk bisa melakukan operasi penyambungan gigi dan saat ini saya masih harus menunggu 5 tahun lagi"

(Saya mulai melakukan perawatan gigi sejak usia 13 tahun dan saya bercerita di depan kelas pada usia15 tahun).

Saat saya menceritakan kisah nggak banget itu, teman-teman sekelas tertawa kenceng banget terutama di bagian Pijai muncul. Entah karena ekspresi saya atau kata-kata saya, saya tak terlalu ingat. Yang jelas, saat itu saya bercerita tanpa catatan, semua kata mengalir laksana saya berbicara dengan teman-teman saya seperti biasa. Mungkin karena metodenya mirip curhat maka mereka tertawa ya?

Ngomong-ngomong, saya mendapatkan kembali gigi-gigi saya di usia 16 tahun ketika liburan SMA. Tante saya memperkenalkan saya ke rekan kerjanya yang berprofesi sebagai dokter gigi muda dan modern (yang menangani saya selama beberapa tahun itu dokter langganan Mama, sudah senior dan konvensional). Sekali datang ke dokter gigi Novi, saya langsung diberi laser dan gigi buatan tertanam deh :).

Ketika gaung semester baru terdengar, saya yang berbaris di lapangan upacara mengobrol dengan sahabat-sahabat saya. Di saat itu, teman saya bernama Ayu yang beda kelas dengan saya (tapi sekelas waktu kelas X) berseru takjub, "Kok gigi kau lah ada?".

Dia orang pertama yang menyadarinya ;).

Seeeet!

Langsung saja sahabat-sahabat saya melihat ke arah di mana Ayu menunjuk, "Oh iya!!!" balas mereka semua kompak. Hah~

Wkwkwkwkwkwk. Mereka mengingat dengan baik apa yang saya ceritakan di kelas X o_O.

Ehm...selain soal tak terlupakan, Ibu Linda juga pernah kepo soal cinta pertama. Tapi saya nggak akan bahas itu :p.

Pokoknya sampai detik ini saya paling berkesan dengan kelas Ibu Linda, pelajaran Bahasa Indonesia yang selalu praktek itu menyenangkan (meski menurut Lidya dan Intan itu menakutkan).

Sekarang saya berpikir, kenapa dulu nggak ambil Bahasa Indonesia saja ya? Sastra gitu?. Bagaimanapun saya menyukai yang gitu-gitu :).

Saya jadi ingin bilang kepada anak-anak yang masih SMA saat ini,

Temukan sesuatu yang menjadi passion kamu dan ceburkan nekat-nekat dirimu ke dalam passion. Jika kamu memang suka suatu hal maka pelajarilah hingga kamu expert. Tak perlu menjadi apa yang orang lain inginkan terhadapmu karena hanya dirimu yang tahu di mana kamu bisa menjadi expert sesuai passion kamu.

Seandainya saya bisa mengirim kata-kata itu pada saya 7 tahun yang lalu. Tapi ya, yang namanya passion memang nggak mengenal kata mati, masih saja menyala-nyala memanggil. Dan saya, kembali tenggelam dalam balutan passion yang sempat dianak-tirikan tatkala saya salah jalan.

Now Playlist :

1. Hikaru Nara - Goose House (OP Shigatsu wa Kimi no Uso)
2. Sayonara no Mae ni - AAA
3. Nandome no Aozora ka? - Nogizaka46
4. Spectrum - Ikimonogatari (OP Nanatsu no Taizai)

#Back to writing

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru