Bongkar Pasang




Agustus 1980

DUARRRR! DUAAAR!

Suara bom yang berjatuhan dari langit seperti tetesan hujan kembali terdengar. Aku masih meringkuk ketakutan sembari memastikan tempat persembunyianku aman dari bom. Tak jauh dari tempatku, dua orang gadis terjatuh dan luka parah. Mereka berteriak-teriak meminta pertolongan, pertolongan pada Tuhan -satu-satunya Dzat yang bisa memberi pertolongan saat ini-.
Pemandangan yang memilukan.
Hidup seperti di jaman penjajahan, ketika manusia berambisi menguasai dunia dibawah kuasanya benar-benar memuakkan. Sudah berapa banyak bom yang terjatuh disini? Sudah berapa banyak nyawa melayang hanya untuk memuaskan nafsu membunuh yang dimiliki oleh penjahat kemanusiaan itu?. Manusia adalah makhluk merdeka. Tapi kelainan untuk menjadikan manusia sebagai budak adalah gangguan jiwa pada pemimpin negara yang menyerang negara ini.
Perang meletus beberapa hari yang lalu ketika pemimpin negaraku menolak bekerjasama dalam mengelola sebuah pulau yang kaya akan emas. Negaraku memiliki bahan tapi tak memiliki kemampuan untuk mengolah bahan tersebut, dan negara X menawarkan -memaksa- kerjasama yang pasti menguntungkan negaranya dibanding negaraku. Dan tawaran itu ditolak secara halus oleh pemerintah. Tapi, memang pada dasarnya manusia adalah maniak harta ditambah pemimpin negara X menderita kelainan jiwa, dia akhirnya memerintahkan pasukannya untuk menyerang negaraku. Dan itu sudah berlangsung selama 5 tahun.
Penjajahan secara tidak langsung, begitu aku menyebutnya.
"Tolong! Sakit!!" suara gadis yang terkena ledakan bom mencapai gendang telingaku. Gadis yang bersama dengannya memopong tubuhnya sambil menangis. Tubuh mereka bergetar ketakutan. Para tentara sibuk menghalau serangan selanjutnya sehingga dua gadis itu terabaikan. Manusia pada saat ini sibuk dengan urusan masing-masing, memikirkan keselamatan diri sendiri.
Entah kerasukan roh keberanian dari mana, aku berdiri dengan susah payah dan mendekat ke kedua gadis tersebut. Aku memayungi mereka dengan payung khusus anti bom buatan ayahku. Dia seorang ilmuwan jenius meskipun ia mati karena dipaksa bekerja rodi untuk membuat sistem pertahanan teroris dan penjajah dinegera tercintanya ini. Mati secara sia-sia karena hasil penemuannya sama sekali belum selesai, tak ada bukti kematiannya berguna bagi negara,  negara ini tetap bisa dijatuhi bom dengan bebas tanpa ada yang bisa menghentikan.
Aku dan dua gadis terluka itu berjalan menuju goa perlindungan yang dipersiapkan oleh ayahku untuk keluarga kami. Dari sekian banyak anggota keluarga Froa, hanya ada aku yang tersisa didunia ini. Ibuku yang juga maniak belajar seperti ayah, mati karena kerja rodi juga. Dia bilang cintanya pada ilmu pengetahuan membuatnya rela membuang waktu santai dan istirahat. Kakak laki-lakiku juga begitu, demi cintanya pada negara dia menjadi anggota militer dan akhirnya tewas dimedan tempur. Paman, bibi dan sepupu-sepupuku, mereka tewas karena terkena ledakan bom ketika ada pertemuan di rumah paman. Satu-satunya yang selamat adalah aku, karena payung anti bom yang dihadiahkan oleh ayah tahun lalu. Dan payung itu hanya ada satu didunia ini.
Hidup sendirian sejak satu tahun lalu membuatku kehilangan nafsu bersosialisasi. Aku memaki-maki negara yang tak becus menjaga rakyatnya. Aku mengurung diri di goa perlindungan yang tak terlihat oleh orang lain. Hanya aku yang tahu jalan akses dan dimana goa tersebut. Goa yang menjadi tempat persembunyian teramanku.
Satu-satunya alasan mengapa aku keluar dari goa adalah karena aku mengunjungi makam anggota keluargaku. Hari ini tepat satu tahun mereka meninggal. Dan beruntungnya aku, aku selalu membawa payung anti bom untuk berjaga-jaga. Bom selalu bisa datang kapan saja seperti kematian.
"Bagaimana keadaan kalian? Luka?" Aku memandangi dua gadis yang terbaring lemas dihadapanku. Darah mengering ataupun darah yang masih mengalir masih menghiasi kulit tubuh mereka. "Rasanya sakit sekali, seperti akan mati" seru mereka berdua kompak. Ya, anak kembar terkadang memiliki ikatan batin bahkan ketika berbicara.
Aku mengambil peralatan medis untuk memberikan pertolongan. "Aargh" jerit salah satu gadis itu ketika aku mulai membersihkan luka-lukanya. Aku mengamati bagian kakinya, gawat. Luka itu membuat kakinya akan membusuk dan dia harus segera diamputasi. Aku bukanlah seorang dokter ataupun mahasiswi kedokteran, aku hanya belajar medis untuk menyelamatkan diri -dunia ketika perang mengharuskanku belajar medis-, aku juga tak pernah mengamputasi kaki seseorang. Tapi, aku mengingat bacaan medisku. Keadaan gadis ini dalam bahaya. Luka dikakinya bisa mengancam nyawanya. Lalu, bagaimana aku bisa menjelaskan situasinya?. Mental gadis berusia lebih muda dariku ini mungkin tidak kuat mendengar 'kau harus diamputasi'. Dan meskipun aku mengamputasi, tak ada jaminan dia akan selamat dan tetap hidup. Bagaimanapun, dia akan mati. Lebih lama karena kakinya membusuk dan mempengaruhi syaraf lainnya atau lebih cepat setelah aku mengamputasinya dan gagal. Tak ada pilihan yang mengenakkan baginya.
"Rasanya kakiku tak bisa digerakkan" keluhnya. Saudarinya mencoba menghiburnya dan mengatakan bahwa kakinya baik-baik saja, hanya luka. Tapi, seorang manusia mengerti akan kondisi tubuhnya sendiri. Pasti sinyal bahaya telah diaktifkan oleh otaknya. Aku memandang mereka dengan rasa iba. Mereka terluka oleh ledakan sementara aku masih sehat. Kadang dunia memang tak adil. Sebagai pemilik satu-satunya payung anti bom, aku pasti membuat iri banyak orang. Terutama bagi mereka yang menjadi korban.
"Kau benar. Kakimu memang tak bisa digerakkan lagi. Kakimu membusuk dan harus segera diamputasi". Aku mengatakannya dengan tegas, terus terang dan seperti tidak berkemanusiaan. Aku menatap mata mereka berdua dengan dingin. Mereka membalasku dengan tatapan ngeri, tubuh mereka gemetaran.
"Aku tak pernah mengamputasi seseorang. Tapi akan bahaya jika kaki itu dibiarkan. Aku berfikir untuk mencobanya, jika kau berkenan dan siap untuk mati" sahutku datar. Benar-benar deh, aku telah kehilangan sisi ibaku. Bagaimana mungkin nada suaraku datar dan tak ada ketakutan?.
"Apakah tidak ada cara lain selain amputasi? Setelah amputasi, itu artinya aku akan pincang? Aku...".
"Bukan pincang. Kau akan kehilangan kedua kakimu. Kau bisa dibilang, lumpuh". Aku mengoreksi kalimatnya dengan cepat. Kedua bersaudari itu saling memeluk.
"Pikirkanlah dalam 5 menit".

Sebuah gergaji yang berada ditanganku benar-benar membuatku terlihat sebagai seorang yang kelainan jiwa. Dan wajahku yang merasa senang melihat ekspresi ketakutan seorang gadis membuat poin kelainan jiwaku meningkat. Ya, sebuah debut dalam dunia amputasiku akan dimulai segera. Ah, rasanya begitu menakutkan tapi aku tetap saja tenang. Aku curiga, jangan-jangan aku seorang psikopat atau sesuatu yang menjurus kesana?.
Gergaji itu mulai menari-nari diatas kaki sang gadis. Saudarinya tetap memeluk erat sembari memberikan keberanian. Sebenarnya aku sudah membius kakinya sehingga dia tak akan merasa sakit ketika kakinya dipotong. Tapi, tetap saja ngeri melihat pemandangan menjijikkan seperti itu. Sudah kusarankan mereka berdua untuk menutup mata, tapi mereka menolak. Sok berani.
Aku melakukannya seperti memotong daging sapi.
SEEEEET.
Beberapa gerakan, kemudian selesai. Pemotongan berhasil. Aku segera mengambil obat-obatan untuk membersihkan apa yang harus aku bersihkan, kemudian segera mempersiapkan benda-benda untuk menjahit luka.
"Bisakah kau memindahkan kakiku pada adikku? Aku tak bisa membiarkan dia tanpa kaki".
Aku menoleh pada saudarinya yang memasang tampang memohon. "Tanamkan saja kakiku padanya. Aku tak apa lumpuh asal dia bisa baik-baik saja."
"Aku tak pernah mendengar ada orang yang menanam kaki asli milik orang lain."
"Bisakah kau mencobanya? Amputasi kedua kakiku dan tanamkan pada adikku."
Permintaan yang gila!. "Jika gagal, maka kalian berdua lumpuh dan pengorbananmu menjadi sia-sia". Aku berusaha menolak permintaannya. Aku tak mau ambil resiko melumpuhkan seseorang yang seharusnya tidak memiliki potensi untuk lumpuh saat ini.
Gadis itu menarik tanganku dan berlutut. "Ku mohon! Jikalau gagal, tolong bunuh aku agar tak ada penyesalan didiriku".
"Tidak! Kau tidak boleh menuruti perintah kakak! Jangan!!" adiknya terus melarangku.
Aku menyeringai, gadis ini membangunkan hasrat kelainan jiwaku yang baru saja tertidur setelah selesai mengamputasi seseorang.

Aku melakukannya lagi.
Aku kehilangan akal sehat dan melakukan apa yang dipinta oleh gadis itu. Gadis-gadis itu yang aku bahkan tak tahu nama mereka.
Setelah menjahit luka setelah amputasi. Aku mengamati dua kaki sehat yang baru saja terlepas dari tubuh aslinya. Menanamkannya pada tubuh lain? Bisakah?. Aku mengambil jarum dan benang, mengukur kesimetrisan kaki baru pada tubuh gadis yang pertama kuamputasi. Ya, mereka benar-benar kembar identik sehingga aku bisa langsung menjahit. Kaki-kaki itu kujahit dengan rapi pada tubuh yang baru. Aku tak punya kepercayaan diri untuk membuat kaki-kaki itu bergerak dan 'hidup' dalam tubuh yang baru. Aku hanya memuaskan nafsu ingin tahu dan ingin mencoba sang kakak.

Sebuah keajaiban ketika melihat si adik berdiri dan menggerakkan kaki-kaki yang baru saja terpasang.
"Kau hebat! Bahkan kaki-kaki ini tampak seperti milikku sejak awal!".
"Terima kasih" seru sang kakak sambil menangis bahagia.
Aku tersenyum kecut, ini seperti bermain bongkar pasang.

September 1980 
"Aku menginginkan kecantikan sempurna. Aku ingin mengganti kaki, mata, hidung dan mulut yang tidak seksi ini."
Aku mengamati seorang wanita berusia 30 tahunan itu dengan seksama. Berdasarkan apa yang aku lihat, dia adalah wanita yang cantik. Ya, inilah salah satu tanda manusia itu bodoh. Tidak bersyukur dengan apa yang mereka miliki dan selalu melihat orang lain lalu mengirikannya.
Sejak peristiwa berhasilnya aku memasang kaki-kaki baru pada seorang gadis agustus lalu, cerita tentangku berkembang dimasyarakat. Ditengah hiruk pikuk ketidakstabilan negara, ditengah ancaman bom yang bisa jatuh kapan saja. Wanita ini masih berambisi menjadi cantik, cantik menurut versi dia. Dan, dia menemukanku padahal aku bersembunyi ditempat yang tak terlihat. Insting seorang wanita~.
"Kau tahu, aku bukan Tuhan. Dan aku tidak bisa membuat kaki, mata, hidung dan mulut" jelasku datar. Wanita itu tersenyum dan menyerahkan sebuah plastik hitam. "Ini adalah kaki, mata, hidung dan mulut yang aku inginkan untuk dipasang ditubuhku."
Ku buka plastik hitam yang berada dihadapanku dengan tangan kaku, jangan-jangan dia membunuh orang untuk diambil kaki, mata, hidung dan mulutnya?. Jika iya, wanita ini benar-benar rusak syarafnya.
"Aku baru membunuh mereka satu jam yang lalu. Maaf jika potongannya tidak rapi".
Mataku terbelalak melihat potongan-potongan tubuh didalam plastik ditambah pengakuan kriminal dari wanita itu. Gila!. Ada orang yang benar-benar nekat seperti itu. Segala dilakukan untuk tampil cantik dan sempurna. Aku jadi ngeri melihat wanita ini. Wajah lugu dan cantiknya benar-benar menipu siapapun yang melihatnya. Wanita ini pembunuh.
"Dan sebagai upah, aku akan membayarmu dengan banyak emas". Wanita itu menatapku tajam dan menyerahkan sekantung penuh emas ke wajahku. Oke, siapa wanita ini? Dia memiliki banyak emas padahal negara sedang krisis akibat perang?. Istri pejabat? .
"Jika tidak berhasil, kau tidak diperbolehkan menuntutku". Wanita itu mengangguk cepat. Aku mengambil alat tulis, membuat hitam diatas putih agar dikemudian hari tak ada tuntutan untukku jikalau terjadi sesuatu yang berhubungan dengan 'pemasangan'.
Ketika persiapan selesai, aku membaringkan wanita itu ke satu-satunya tempat tidur di goa. Dengan cekatan aku menyuntikkan obat pembius padanya. Lalu aku melepaskan mata, hidung, mulut dan kaki dari tubuhnya. Kemudian memasangkan mata, hidung, mulut dan kaki yang dibawanya.
Entah bagaimana, anggota-anggota tubuh itu terpasang sempurna. Benar-benar seperti tidak pernah ada 'bongkar pasang'. Segera setelah pulih dari bius, wanita itu tersenyum puas dan memandangi cermin yang ia bawa. Wajahnya menjadi lebih cantik saat ini meski menurutku dia lebih cantik dengan dirinya yang asli, dari Tuhan dibandingkan telah dirubah oleh manusia. Wanita ini seakan lupa dengan apa yang dikorbankannya demi kecantikan. Ya, dia lupa karena dia terlalu bahagia.
"Oh ya, nama anda siapa?" tanyanya dengan senyum yang tak lepas-lepas dari wajahnya yang baru. "Resha" jawabku cepat.
"Aku Guio Farnia, menteri sosial. Ya, mungkin aku jarang diekspos media tapi aku benar-benar menjabat sebagai menteri."
Wanita itu mengenalkan dirinya dengan penuh kebanggaan. Menteri sosial? Si pembunuh demi kecantikan?. Demi apa negara ini memiliki menteri pembunuh dan dia menjabat menteri sosial? Hello!. Bagaimana dengan menteri yang lain? Presiden? Jangan-jangan alasan perang berlangsung karena pemerintah adalah orang-orang yang menakutkan yang menyembunyikan fakta tentang diri mereka dari rakyat?. Dan rakyat hanyalah sesembahan untuk tujuan mereka. Kekejaman politik itu menyeringai padaku.
"Dengan kecantikanku ini, aku bisa menaklukkan laki-laki manapun termasuk presiden negara X dan membuatnya menghentikan serangan ke negara kita."
Oh mulia sekali tujuannya, tapi tidak dengan caranya. "Benarkah tujuan anda hanya untuk perdamaian negara? Kudengar presiden negara X adalah orang terkaya didunia sejak lahir. Semua wanita akan sangat mudah tertarik padanya".
Nyonya Guio menyengir, "Ah anak muda sudah bisa memilah laki-laki rupanya. Ya, bagaimanapun salah satu tujuanku adalah untuk perdamaian. Misi yang cantik bukan?".
Aku hanya memberikan senyum kecut.

Januari 1981.
Perang antara negaraku dan negara X berakhir. Negaraku kalah dan akhirnya harus menyerahkan sebagian wilayah pada negara X. Pulau yang menjadi ladang emas pun diserahkan. Mendadak aku merasa negaraku jatuh miskin akibat kebodohannya sendiri.
Kemudian, ketika aku membaca koran pagi ini -aku keluar goa untuk membeli bahan makanan-, sebuah berita mengejutkan menjadi topik hangat dimasyarakat. 'MENJELANG PERNIKAHAN GUIO FARNIA DENGAN PUTRA PRESIDEN NEGARA X'.
Oh, tak dapat ayah anakpun jadi.
Menurut desas-desus, salah satu faktor negara X menghentikan serangan adalah karena menteri sosial, nyonya Guio ketika nyonya Guio mengunjungi negara X untuk negosiasi damai. Kemudian, cinta antara nyonya Guio ah maksudku nona Guio -aku baru tahu kalau nona Guio masih seorang gadis, belum menikah meski usianya 30 tahunan- dan putra presiden negara X terjalin. Demi pernikahan, putra presiden membujuk ayahnya dan disetujuilah perjanjian damai dua negara meski negaraku harus mengorbankan sebagian wilayah.
Ah, menteri sosial itu sendiri sekarang masih menjadi menteri sosial dinegara ini. Dan minggu depan pernikahan antar negara itu terjadi.

Aku mendapati dua laki-laki bertubuh besar dan satu laki-laki yang bertubuh ramping berdiri didepan jalan masuk menuju goa persembunyianku. Dari wajah dan penampilan mereka, mengingatkanku kepada pangeran dan dua pengawalnya. Tapi, tak ada kerajaan disekitar sini~.
"Nona Resha?" tanya laki-laki yang ramping dengan hati-hati. Wajahnya tenang dan penuh senyum. Aku menganggukkan kepala dengan cepat.
"Saya Lovie, dan mereka adalah Srai dan Srei. Kami dari negara X."
"Untuk apa orang dari negara X kesini?."
Lovie tetap tersenyum, "Untuk melakukan bongkar pasang. Anda adalah nona Resha yang dijuluki sang putri bongkar pasang kan?".
Aku bergidik mendengar julukan yang dikarang oleh masyarakat. Nggak banget.
"Aku tak mau melakukan hal itu lagi jika harus ada orang yang terbunuh. Aku melakukan operasi bongkar pasang hanya untuk menolong orang."
Ah, rumor selalu berhembus dengan cepat dan kemanapun. Beberapa bulan terakhir aku selalu mendapat kunjungan tak terduga. Mulai dari orang biasa, para artis, sampai pejabat tinggi negara. Untung saja presiden belum menemuiku. Goa persembunyianku pun sudah berubah menjadi goa bongkar pasang. Masyarakat entah mengapa lebih senang dengan berita tentangku dibandingkan dengan upaya pemerintah menghentikan perang.
Dan ketika perang selesai, rumorku semakin menjadi.
"Kami ingin anda mengembalikan anggota tubuh keluarga kami yang terpasang pada nona Guio."
Mendengar nama nona Guio, aku terbayang wajah cantik yang lugu, yang ternyata seorang pembunuh.
Mataku dan Lovie bertemu. "Nona Guio membunuh anggota keluarga saya ketika ia berkunjung sebagai mata-mata ke negara kami. Dia juga menjebak kakak saya sehingga kakak setuju untuk menikah dengannya. Sebenarnya, dialah yang menghasut presiden negaramu dan ayah saya (presiden negara X) sehingga mereka bertengkar dan kemudian terjadilah perang."
"Apa yang dipertengkarkan hingga dua negara harus berperang?" tanyaku heran.
"Cinta. Cinta terlarang antara dua om-om yang sudah menikah" lanjut Lovie dengan wajah yang mulai kehilangan senyum. "Ibu saya mengetahui tentang nona Guio dan akhirnya nona Guio disekap dalam istana negara. Ibu dan adik saya memaksa nona Guio untuk meninggalkan negara kami, mereka juga sedikit menyiksanya. Tapi nona Guio tak bergeming. Kemudian, dia diselamatkan oleh prajurit negara anda yang menyusup ke istana. Prajurit itu bukan prajurit militer, melainkan prajurit penyelamat dari presiden negara anda yang marah karena kekasih gelapnya diculik, sebenarnya ayah tak tahu kalau nona Guio ada diistana kami. Ibu dan adik saya sangat pandai menggelapkan nona Guio. Ya, mereka salah paham dan saling menuduh karena nona Guio menghilang". Lovie menghentikan ceritanya sejenak.
Cerita yang tidak mengenakkan.
"Setelah bebas, nona Guio ternyata menyimpan dendam. Dan dia membunuh ibu dan adik saya. Mayat mereka berdua ditemukan dipinggir sungai tak lama kemudian. Tapi anehnya, pada ibu, kakinya yang jenjang hilang dan pada adik, mata hidung dan bibirnya hilang. Lalu, beberapa hari yang lalu saya mendengar rumor tentang gadis yang memiliki kemampuan membongkar pasang tubuh manusia."
Lovie menatapku lurus tanpa berkedip. "Ketika saya mengamati nona Guio. Saya menyadari sesuatu, ya perasaan familiar ketika melihat mata, hidung, bibir dan kakinya bukanlah kebetulan. Bagian-bagian itu adalah milik ibu dan adik saya. Saya sangat mengetahui mereka karena saya sudah bersama mereka sejak kecil. Hipotesis saya membawa saya kesini dan saya ingin anda membongkar apa yang anda pasang di nona Guio."
"Maaf. Aku dan nona Guio tidak terikat apapun lagi. Dan apa yang terjadi setelah transaksi kami tahun lalu, bukan urusanku."
"Saya akan mengabulkan permintaan anda, apapun. Tapi saya mohon kembalikan bagian tubuh ibu dan adik saya. Tolong."
Lovie berlutut, begitu juga dua pengawalnya. Ah~ aku merasa sangat tidak enak jika ada seseorang berlutut.
Ya, seharusnya aku tak melakukan bongkar pasang sejak awal.
Ini situasi yang tak pernah aku duga.
"Jika kau inginkan bagian tubuh keluargamu kembali, kau bisa membunuh nona Guio dan menguburkan bagian tubuh yang terpisah ke jasad-jasad aslinya."
"Jasad ibu dan adik saya diawetkan. Saya ingin anda memasangnya karena saya tahu reputasi anda, anda bisa memasangkan dengan sempurna tanpa celah yang bahkan seorang dokter bedah pun tidak bisa melakukannya."
Aku terkekeh mendengar pujiannya, ah pujian yang terlalu kuat untukku yang biasa ini. Jika seorang dokter bedah mendengarnya, pasti aku ditantang. Aku sendiri juga tak mau dibandingkan dengan orang lain.
"Jika anda sudah mendapatkan bagian tubuh yang hilang. Aku akan membantu memasangkannya" putusku. Lovie mengenggam tanganku, "Terima kasih."

Nona Guio benar-benar seperti putri. Dengan sombong dan penuh keangkuhan, nona Guio duduk diatas sofa empuk ditemani para pelayan yang siap melayaninya. Pakaiannya indah dan mewah, sepatunya juga rancangan desainer ternama negara X. Diam-diam nona Guio memandang remeh sekitarnya.
"Anda bisa dicurigai sebagai mata-mata jika mengintip-ngintip". Suara Lovie mengagetkanku yang tengah fokus pada nona Guio. Aku melirik pada Lovie yang memakai pakaian formal. Sebagai adik dari mempelai pria, dan juga anak dari presiden, dia harus tampil prima dan mempesona seperti yang aku lihat saat ini.
Pesta pernikahan antara nona Guio dan putra pertama presiden negara X akan berlangsung satu jam lagi. Jika ada yang bertanya mengapa aku disini, aku disini untuk mempercepat pemasangan bagian tubuh ibu dan adik Lovie. Rencana busuk Lovie akan dimulai sesaat lagi, menjelang pernikahan.
Aku masih mengamati nona Guio yang terlihat gugup, ini pernikahan pertamanya setelah menunggu jodoh 30 tahun!. Ketika Lovie memasuki ruangan nona Guio, para pelayan meninggalkan mereka, kecuali aku yang bersembunyi dibalik pintu penghubung ruangan  nona Guio dan perpustakaan istana. Aku merapatkan telingaku, mencoba mencuri dengar percakapan mereka.
"Selamat nona Guio. Sebentar lagi anda akan menjadi kakak ipar saya."
Nona Guio menatap Lovie dengan lembut, "Terima kasih adik ipar."
Lovie mengulurkan tangan kanannya yang diselubungi sarung tangan putih. Nona Guio menerima uluran tangan Lovie, "Aku sangat gugup" sahutnya. Lovie hanya tersenyum licik. "Nikmatilah detik detik menjelang hari spesial anda kak."

Saat ini semua mata tertuju pada Nona Guio dan suaminya. Sesuai tradisi dinegara X, mempelai pengantin diharuskan memakan kue kesetiaan. Ketika nona Guio memakan habis sepotong kue kesetiaan, tiba-tiba ia kejang-kejang. Sebuah cairan putih berbusa keluar dari mulutnya, tubuhnya terbaring lemas dalam pelukan suaminya. Para tamu terlihat panik, dalam kepanikan itu aku menangkap sebuah senyum kemenangan dari Lovie.
"Sepertinya anda dalam bahaya kak Guio" sahut Lovie sinis. Nona Guio memandang lemah ke arah Lovie.
"Mungkin sisa arsenik yang di sarung tanganku tercampur pada tangan anda, dan anda menempelkannya pada kue. Tapi tenang, saya punya obat penawar arsenik". Lovie mengeluarkan sebuah botol kecil dan memperlihatkannya dengan bangga pada nona Guio dan kakaknya.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan pada Guio?" marah presiden negara X.
Oh aneh sekali, seharusnya yang marah duluan adalah suami nona Guio, bukan ayah mertuanya. Ops, mantan kekasihnya.
"Saya hanya memberinya hukuman kecil. Saya ingin orang ini mengakui kesalahannya dan mau bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada ibu dan adik saya!".
"Apa maksudmu?" tanya kakak Lovie.
"Wanita busuk ini telah membunuh ibu dan adik kita, dia sebenarnya simpanan ayah. Dia sama sekali bukan wanita yang baik!."
Wajah nona Guio semakin memucat. "Saya menemukan gergaji yang tenggelam didasar sungai dan gergaji itu memiliki sidik jari nona Guio serta darah ibu dan adik!. Kemudian, saya memiliki saksi dimana nona Guio mengakui jika ia telah melakukan pembunuhan agustus lalu!."
Lovie menarikku dari tengah kerumunan. Nona Guio memandangku dengan marah. Ya, aku telah menghianati perjanjian antara aku dan dia. Demi keadilan? Mungkin.
"Agustus tahun lalu. Nona Guio datang pada saya membawa kaki, mata, hidung dan mulut seseorang. Dia berkata dia telah membunuh. Jika jaringan dan DNA pada mata, hidung, mulut dan kaki diperiksa. Saya yakin DNAnya berbeda dengan nona Guio. Dan saya disini untuk mengambil kembali bagian tubuh yang bukan miliknya."
Aku melemparkan sekantung emas persis dengan apa yang pernah ia berikan padaku dulu.  Mata nona Guio berkaca-kaca.
"Pilihan anda sekarang adalah mengembalikan apa yang menjadi milik ibu dan adik saya baru saya beri penawar atau tidak mengembalikan dan mati, bagaimanapun juga ketika anda mati bagian tubuh yang hilang tetap akan diambil dari anda" seru Lovie.
Pilihan yang sama sekali buruk.
Nona Guio memandangku dan Lovie secara bergantian. "Jika aku mengembalikan, aku tak bisa melihat, mencium, makan dan bicara, bahkan berjalan. Lebih baik aku mati dibandingkan aku tak bisa memiliki apapun karena kehilangan indraku."

Menjadi sang pembongkar pasang benar-benar melelahkan. Sekarang mungkin aku bisa melamar menjadi tukang gali kubur. Setelah membongkar makam ibu dan adik Lovie, memasangkan bagian tubuh mereka yang hilang kemudian mengembalikan lagi jasad itu ke tanah benar-benar melelahkan meski aku dibantu para pengawal dan Lovie.
Aku melupakan diriku sebagai seorang perempuan karena melakukan hal ini.
Setelah pekerjaanku selesai. Aku menyebarkan bunga ke makam nona Guio. Si cantik yang tak pandai bersyukur dan akhirnya mati dengan mengenaskan. Sisa-sisa kecantikanpun tak ada didirinya.
Lovie mendekatiku dan tersenyum, "Terima kasih". Ia terlihat puas telah menuntaskan kasus kematian ibu dan adiknya.
"Nona Resha. Jika berkenan, anda bisa tinggal dinegara kami dan belajar ilmu alkimia kedokteran. Alkimia kedokteran hanya ada satu di dunia ini dan hanya orang-orang tertentu yang bisa menjadi bagian darinya. Saya bisa merekomendasikan anda. Anda memiliki bakat yang sangat luar biasa dalam ilmu kedokteran dan alkimia."
Aku terdiam membisu.
"Ketika anda menjadi dokter alkimia, anda bisa menggunakan kemampuan anda untuk perdamaian dunia dan menolong orang banyak" tambah Lovie antusias.
"Ya. Menurutku itu bukan hal buruk. Ilmu itu harus ditempatkan ditempat yang sesuai dan tidak disalahgunakan."
Aku berjalan lurus, meninggalkan Lovie dibelakang. Tapi kemudian aku membalikkan badan, "Pastikan kau menjadi menteri pertahanan negara yang jujur dan adil."
Lovie tertawa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru