Bongkar Pasang
DUARRRR! DUAAAR!
Suara bom yang berjatuhan
dari langit seperti tetesan hujan kembali terdengar. Aku masih meringkuk
ketakutan sembari memastikan tempat persembunyianku aman dari bom. Tak jauh
dari tempatku, dua orang gadis terjatuh dan luka parah. Mereka berteriak-teriak
meminta pertolongan, pertolongan pada Tuhan -satu-satunya Dzat yang bisa
memberi pertolongan saat ini-.
Pemandangan yang
memilukan.
Hidup seperti di jaman
penjajahan, ketika manusia berambisi menguasai dunia dibawah kuasanya
benar-benar memuakkan. Sudah berapa banyak bom yang terjatuh disini? Sudah
berapa banyak nyawa melayang hanya untuk memuaskan nafsu membunuh yang dimiliki
oleh penjahat kemanusiaan itu?. Manusia adalah makhluk merdeka. Tapi kelainan
untuk menjadikan manusia sebagai budak adalah gangguan jiwa pada pemimpin
negara yang menyerang negara ini.
Perang meletus beberapa
hari yang lalu ketika pemimpin negaraku menolak bekerjasama dalam mengelola
sebuah pulau yang kaya akan emas. Negaraku memiliki bahan tapi tak memiliki
kemampuan untuk mengolah bahan tersebut, dan negara X menawarkan -memaksa-
kerjasama yang pasti menguntungkan negaranya dibanding negaraku. Dan tawaran
itu ditolak secara halus oleh pemerintah. Tapi, memang pada dasarnya manusia
adalah maniak harta ditambah pemimpin negara X menderita kelainan jiwa, dia
akhirnya memerintahkan pasukannya untuk menyerang negaraku. Dan itu sudah
berlangsung selama 5 tahun.
Penjajahan secara tidak
langsung, begitu aku menyebutnya.
"Tolong!
Sakit!!" suara gadis yang terkena ledakan bom mencapai gendang telingaku.
Gadis yang bersama dengannya memopong tubuhnya sambil menangis. Tubuh mereka
bergetar ketakutan. Para tentara sibuk menghalau serangan selanjutnya sehingga
dua gadis itu terabaikan. Manusia pada saat ini sibuk dengan urusan
masing-masing, memikirkan keselamatan diri sendiri.
Entah kerasukan roh
keberanian dari mana, aku berdiri dengan susah payah dan mendekat ke kedua
gadis tersebut. Aku memayungi mereka dengan payung khusus anti bom buatan
ayahku. Dia seorang ilmuwan jenius meskipun ia mati karena dipaksa bekerja rodi
untuk membuat sistem pertahanan teroris dan penjajah dinegera tercintanya ini.
Mati secara sia-sia karena hasil penemuannya sama sekali belum selesai, tak ada
bukti kematiannya berguna bagi negara,
negara ini tetap bisa dijatuhi bom dengan bebas tanpa ada yang bisa
menghentikan.
Aku dan dua gadis terluka
itu berjalan menuju goa perlindungan yang dipersiapkan oleh ayahku untuk
keluarga kami. Dari sekian banyak anggota keluarga Froa, hanya ada aku yang
tersisa didunia ini. Ibuku yang juga maniak belajar seperti ayah, mati karena
kerja rodi juga. Dia bilang cintanya pada ilmu pengetahuan membuatnya rela
membuang waktu santai dan istirahat. Kakak laki-lakiku juga begitu, demi
cintanya pada negara dia menjadi anggota militer dan akhirnya tewas dimedan
tempur. Paman, bibi dan sepupu-sepupuku, mereka tewas karena terkena ledakan
bom ketika ada pertemuan di rumah paman. Satu-satunya yang selamat adalah aku,
karena payung anti bom yang dihadiahkan oleh ayah tahun lalu. Dan payung itu
hanya ada satu didunia ini.
Hidup sendirian sejak
satu tahun lalu membuatku kehilangan nafsu bersosialisasi. Aku memaki-maki
negara yang tak becus menjaga rakyatnya. Aku mengurung diri di goa perlindungan
yang tak terlihat oleh orang lain. Hanya aku yang tahu jalan akses dan dimana
goa tersebut. Goa yang menjadi tempat persembunyian teramanku.
Satu-satunya alasan
mengapa aku keluar dari goa adalah karena aku mengunjungi makam anggota
keluargaku. Hari ini tepat satu tahun mereka meninggal. Dan beruntungnya aku, aku
selalu membawa payung anti bom untuk berjaga-jaga. Bom selalu bisa datang kapan
saja seperti kematian.
"Bagaimana keadaan
kalian? Luka?" Aku memandangi dua gadis yang terbaring lemas dihadapanku.
Darah mengering ataupun darah yang masih mengalir masih menghiasi kulit tubuh
mereka. "Rasanya sakit sekali, seperti akan mati" seru mereka berdua
kompak. Ya, anak kembar terkadang memiliki ikatan batin bahkan ketika
berbicara.
Aku mengambil peralatan
medis untuk memberikan pertolongan. "Aargh" jerit salah satu gadis
itu ketika aku mulai membersihkan luka-lukanya. Aku mengamati bagian kakinya,
gawat. Luka itu membuat kakinya akan membusuk dan dia harus segera diamputasi.
Aku bukanlah seorang dokter ataupun mahasiswi kedokteran, aku hanya belajar
medis untuk menyelamatkan diri -dunia ketika perang mengharuskanku belajar
medis-, aku juga tak pernah mengamputasi kaki seseorang. Tapi, aku mengingat
bacaan medisku. Keadaan gadis ini dalam bahaya. Luka dikakinya bisa mengancam
nyawanya. Lalu, bagaimana aku bisa menjelaskan situasinya?. Mental gadis
berusia lebih muda dariku ini mungkin tidak kuat mendengar 'kau harus
diamputasi'. Dan meskipun aku mengamputasi, tak ada jaminan dia akan selamat
dan tetap hidup. Bagaimanapun, dia akan mati. Lebih lama karena kakinya membusuk
dan mempengaruhi syaraf lainnya atau lebih cepat setelah aku mengamputasinya
dan gagal. Tak ada pilihan yang mengenakkan baginya.
"Rasanya kakiku tak
bisa digerakkan" keluhnya. Saudarinya mencoba menghiburnya dan mengatakan
bahwa kakinya baik-baik saja, hanya luka. Tapi, seorang manusia mengerti akan
kondisi tubuhnya sendiri. Pasti sinyal bahaya telah diaktifkan oleh otaknya.
Aku memandang mereka dengan rasa iba. Mereka terluka oleh ledakan sementara aku
masih sehat. Kadang dunia memang tak adil. Sebagai pemilik satu-satunya payung
anti bom, aku pasti membuat iri banyak orang. Terutama bagi mereka yang menjadi
korban.
"Kau benar. Kakimu
memang tak bisa digerakkan lagi. Kakimu membusuk dan harus segera
diamputasi". Aku mengatakannya dengan tegas, terus terang dan seperti
tidak berkemanusiaan. Aku menatap mata mereka berdua dengan dingin. Mereka
membalasku dengan tatapan ngeri, tubuh mereka gemetaran.
"Aku tak pernah
mengamputasi seseorang. Tapi akan bahaya jika kaki itu dibiarkan. Aku berfikir
untuk mencobanya, jika kau berkenan dan siap untuk mati" sahutku datar.
Benar-benar deh, aku telah kehilangan sisi ibaku. Bagaimana mungkin nada
suaraku datar dan tak ada ketakutan?.
"Apakah tidak ada
cara lain selain amputasi? Setelah amputasi, itu artinya aku akan pincang?
Aku...".
"Bukan pincang. Kau
akan kehilangan kedua kakimu. Kau bisa dibilang, lumpuh". Aku mengoreksi
kalimatnya dengan cepat. Kedua bersaudari itu saling memeluk.
"Pikirkanlah dalam 5
menit".
Sebuah gergaji yang
berada ditanganku benar-benar membuatku terlihat sebagai seorang yang kelainan
jiwa. Dan wajahku yang merasa senang melihat ekspresi ketakutan seorang gadis
membuat poin kelainan jiwaku meningkat. Ya, sebuah debut dalam dunia amputasiku
akan dimulai segera. Ah, rasanya begitu menakutkan tapi aku tetap saja tenang.
Aku curiga, jangan-jangan aku seorang psikopat atau sesuatu yang menjurus
kesana?.
Gergaji itu mulai
menari-nari diatas kaki sang gadis. Saudarinya tetap memeluk erat sembari
memberikan keberanian. Sebenarnya aku sudah membius kakinya sehingga dia tak
akan merasa sakit ketika kakinya dipotong. Tapi, tetap saja ngeri melihat
pemandangan menjijikkan seperti itu. Sudah kusarankan mereka berdua untuk
menutup mata, tapi mereka menolak. Sok berani.
Aku melakukannya seperti
memotong daging sapi.
SEEEEET.
Beberapa gerakan,
kemudian selesai. Pemotongan berhasil. Aku segera mengambil obat-obatan untuk
membersihkan apa yang harus aku bersihkan, kemudian segera mempersiapkan
benda-benda untuk menjahit luka.
"Bisakah kau
memindahkan kakiku pada adikku? Aku tak bisa membiarkan dia tanpa kaki".
Aku menoleh pada
saudarinya yang memasang tampang memohon. "Tanamkan saja kakiku padanya.
Aku tak apa lumpuh asal dia bisa baik-baik saja."
"Aku tak pernah
mendengar ada orang yang menanam kaki asli milik orang lain."
"Bisakah kau
mencobanya? Amputasi kedua kakiku dan tanamkan pada adikku."
Permintaan yang gila!.
"Jika gagal, maka kalian berdua lumpuh dan pengorbananmu menjadi
sia-sia". Aku berusaha menolak permintaannya. Aku tak mau ambil resiko
melumpuhkan seseorang yang seharusnya tidak memiliki potensi untuk lumpuh saat
ini.
Gadis itu menarik
tanganku dan berlutut. "Ku mohon! Jikalau gagal, tolong bunuh aku agar tak
ada penyesalan didiriku".
"Tidak! Kau tidak
boleh menuruti perintah kakak! Jangan!!" adiknya terus melarangku.
Aku menyeringai, gadis
ini membangunkan hasrat kelainan jiwaku yang baru saja tertidur setelah selesai
mengamputasi seseorang.
Aku melakukannya lagi.
Aku kehilangan akal sehat
dan melakukan apa yang dipinta oleh gadis itu. Gadis-gadis itu yang aku bahkan
tak tahu nama mereka.
Setelah menjahit luka
setelah amputasi. Aku mengamati dua kaki sehat yang baru saja terlepas dari
tubuh aslinya. Menanamkannya pada tubuh lain? Bisakah?. Aku mengambil jarum dan
benang, mengukur kesimetrisan kaki baru pada tubuh gadis yang pertama
kuamputasi. Ya, mereka benar-benar kembar identik sehingga aku bisa langsung
menjahit. Kaki-kaki itu kujahit dengan rapi pada tubuh yang baru. Aku tak punya
kepercayaan diri untuk membuat kaki-kaki itu bergerak dan 'hidup' dalam tubuh
yang baru. Aku hanya memuaskan nafsu ingin tahu dan ingin mencoba sang kakak.
Sebuah keajaiban ketika
melihat si adik berdiri dan menggerakkan kaki-kaki yang baru saja terpasang.
"Kau hebat! Bahkan kaki-kaki
ini tampak seperti milikku sejak awal!".
"Terima kasih"
seru sang kakak sambil menangis bahagia.
Aku tersenyum kecut, ini
seperti bermain bongkar pasang.
September 1980
"Aku menginginkan
kecantikan sempurna. Aku ingin mengganti kaki, mata, hidung dan mulut yang
tidak seksi ini."
Aku mengamati seorang
wanita berusia 30 tahunan itu dengan seksama. Berdasarkan apa yang aku lihat,
dia adalah wanita yang cantik. Ya, inilah salah satu tanda manusia itu bodoh.
Tidak bersyukur dengan apa yang mereka miliki dan selalu melihat orang lain
lalu mengirikannya.
Sejak peristiwa
berhasilnya aku memasang kaki-kaki baru pada seorang gadis agustus lalu, cerita
tentangku berkembang dimasyarakat. Ditengah hiruk pikuk ketidakstabilan negara,
ditengah ancaman bom yang bisa jatuh kapan saja. Wanita ini masih berambisi
menjadi cantik, cantik menurut versi dia. Dan, dia menemukanku padahal aku
bersembunyi ditempat yang tak terlihat. Insting seorang wanita~.
"Kau tahu, aku bukan
Tuhan. Dan aku tidak bisa membuat kaki, mata, hidung dan mulut" jelasku
datar. Wanita itu tersenyum dan menyerahkan sebuah plastik hitam. "Ini
adalah kaki, mata, hidung dan mulut yang aku inginkan untuk dipasang
ditubuhku."
Ku buka plastik hitam
yang berada dihadapanku dengan tangan kaku, jangan-jangan dia membunuh orang
untuk diambil kaki, mata, hidung dan mulutnya?. Jika iya, wanita ini
benar-benar rusak syarafnya.
"Aku baru membunuh
mereka satu jam yang lalu. Maaf jika potongannya tidak rapi".
Mataku terbelalak melihat
potongan-potongan tubuh didalam plastik ditambah pengakuan kriminal dari wanita
itu. Gila!. Ada orang yang benar-benar nekat seperti itu. Segala dilakukan
untuk tampil cantik dan sempurna. Aku jadi ngeri melihat wanita ini. Wajah lugu
dan cantiknya benar-benar menipu siapapun yang melihatnya. Wanita ini pembunuh.
"Dan sebagai upah,
aku akan membayarmu dengan banyak emas". Wanita itu menatapku tajam dan
menyerahkan sekantung penuh emas ke wajahku. Oke, siapa wanita ini? Dia
memiliki banyak emas padahal negara sedang krisis akibat perang?. Istri
pejabat? .
"Jika tidak
berhasil, kau tidak diperbolehkan menuntutku". Wanita itu mengangguk
cepat. Aku mengambil alat tulis, membuat hitam diatas putih agar dikemudian
hari tak ada tuntutan untukku jikalau terjadi sesuatu yang berhubungan dengan
'pemasangan'.
Ketika persiapan selesai,
aku membaringkan wanita itu ke satu-satunya tempat tidur di goa. Dengan cekatan
aku menyuntikkan obat pembius padanya. Lalu aku melepaskan mata, hidung, mulut
dan kaki dari tubuhnya. Kemudian memasangkan mata, hidung, mulut dan kaki yang
dibawanya.
Entah bagaimana,
anggota-anggota tubuh itu terpasang sempurna. Benar-benar seperti tidak pernah
ada 'bongkar pasang'. Segera setelah pulih dari bius, wanita itu tersenyum puas
dan memandangi cermin yang ia bawa. Wajahnya menjadi lebih cantik saat ini
meski menurutku dia lebih cantik dengan dirinya yang asli, dari Tuhan
dibandingkan telah dirubah oleh manusia. Wanita ini seakan lupa dengan apa yang
dikorbankannya demi kecantikan. Ya, dia lupa karena dia terlalu bahagia.
"Oh ya, nama anda
siapa?" tanyanya dengan senyum yang tak lepas-lepas dari wajahnya yang
baru. "Resha" jawabku cepat.
"Aku Guio Farnia,
menteri sosial. Ya, mungkin aku jarang diekspos media tapi aku benar-benar
menjabat sebagai menteri."
Wanita itu mengenalkan
dirinya dengan penuh kebanggaan. Menteri sosial? Si pembunuh demi kecantikan?.
Demi apa negara ini memiliki menteri pembunuh dan dia menjabat menteri sosial?
Hello!. Bagaimana dengan menteri yang lain? Presiden? Jangan-jangan alasan
perang berlangsung karena pemerintah adalah orang-orang yang menakutkan yang
menyembunyikan fakta tentang diri mereka dari rakyat?. Dan rakyat hanyalah
sesembahan untuk tujuan mereka. Kekejaman politik itu menyeringai padaku.
"Dengan kecantikanku
ini, aku bisa menaklukkan laki-laki manapun termasuk presiden negara X dan
membuatnya menghentikan serangan ke negara kita."
Oh mulia sekali
tujuannya, tapi tidak dengan caranya. "Benarkah tujuan anda hanya untuk
perdamaian negara? Kudengar presiden negara X adalah orang terkaya didunia
sejak lahir. Semua wanita akan sangat mudah tertarik padanya".
Nyonya Guio menyengir,
"Ah anak muda sudah bisa memilah laki-laki rupanya. Ya, bagaimanapun salah
satu tujuanku adalah untuk perdamaian. Misi yang cantik bukan?".
Aku hanya memberikan
senyum kecut.
Januari 1981.
Perang antara negaraku
dan negara X berakhir. Negaraku kalah dan akhirnya harus menyerahkan sebagian
wilayah pada negara X. Pulau yang menjadi ladang emas pun diserahkan. Mendadak
aku merasa negaraku jatuh miskin akibat kebodohannya sendiri.
Kemudian, ketika aku
membaca koran pagi ini -aku keluar goa untuk membeli bahan makanan-, sebuah
berita mengejutkan menjadi topik hangat dimasyarakat. 'MENJELANG PERNIKAHAN
GUIO FARNIA DENGAN PUTRA PRESIDEN NEGARA X'.
Oh, tak dapat ayah
anakpun jadi.
Menurut desas-desus,
salah satu faktor negara X menghentikan serangan adalah karena menteri sosial,
nyonya Guio ketika nyonya Guio mengunjungi negara X untuk negosiasi damai.
Kemudian, cinta antara nyonya Guio ah maksudku nona Guio -aku baru tahu kalau
nona Guio masih seorang gadis, belum menikah meski usianya 30 tahunan- dan
putra presiden negara X terjalin. Demi pernikahan, putra presiden membujuk
ayahnya dan disetujuilah perjanjian damai dua negara meski negaraku harus
mengorbankan sebagian wilayah.
Ah, menteri sosial itu
sendiri sekarang masih menjadi menteri sosial dinegara ini. Dan minggu depan
pernikahan antar negara itu terjadi.
Aku mendapati dua
laki-laki bertubuh besar dan satu laki-laki yang bertubuh ramping berdiri
didepan jalan masuk menuju goa persembunyianku. Dari wajah dan penampilan
mereka, mengingatkanku kepada pangeran dan dua pengawalnya. Tapi, tak ada
kerajaan disekitar sini~.
"Nona Resha?"
tanya laki-laki yang ramping dengan hati-hati. Wajahnya tenang dan penuh
senyum. Aku menganggukkan kepala dengan cepat.
"Saya Lovie, dan
mereka adalah Srai dan Srei. Kami dari negara X."
"Untuk apa orang
dari negara X kesini?."
Lovie tetap tersenyum,
"Untuk melakukan bongkar pasang. Anda adalah nona Resha yang dijuluki sang
putri bongkar pasang kan?".
Aku bergidik mendengar
julukan yang dikarang oleh masyarakat. Nggak banget.
"Aku tak mau
melakukan hal itu lagi jika harus ada orang yang terbunuh. Aku melakukan
operasi bongkar pasang hanya untuk menolong orang."
Ah, rumor selalu
berhembus dengan cepat dan kemanapun. Beberapa bulan terakhir aku selalu
mendapat kunjungan tak terduga. Mulai dari orang biasa, para artis, sampai
pejabat tinggi negara. Untung saja presiden belum menemuiku. Goa persembunyianku
pun sudah berubah menjadi goa bongkar pasang. Masyarakat entah mengapa lebih
senang dengan berita tentangku dibandingkan dengan upaya pemerintah
menghentikan perang.
Dan ketika perang
selesai, rumorku semakin menjadi.
"Kami ingin anda
mengembalikan anggota tubuh keluarga kami yang terpasang pada nona Guio."
Mendengar nama nona Guio,
aku terbayang wajah cantik yang lugu, yang ternyata seorang pembunuh.
Mataku dan Lovie bertemu.
"Nona Guio membunuh anggota keluarga saya ketika ia berkunjung sebagai
mata-mata ke negara kami. Dia juga menjebak kakak saya sehingga kakak setuju
untuk menikah dengannya. Sebenarnya, dialah yang menghasut presiden negaramu
dan ayah saya (presiden negara X) sehingga mereka bertengkar dan kemudian
terjadilah perang."
"Apa yang
dipertengkarkan hingga dua negara harus berperang?" tanyaku heran.
"Cinta. Cinta
terlarang antara dua om-om yang sudah menikah" lanjut Lovie dengan wajah
yang mulai kehilangan senyum. "Ibu saya mengetahui tentang nona Guio dan
akhirnya nona Guio disekap dalam istana negara. Ibu dan adik saya memaksa nona
Guio untuk meninggalkan negara kami, mereka juga sedikit menyiksanya. Tapi nona
Guio tak bergeming. Kemudian, dia diselamatkan oleh prajurit negara anda yang
menyusup ke istana. Prajurit itu bukan prajurit militer, melainkan prajurit
penyelamat dari presiden negara anda yang marah karena kekasih gelapnya
diculik, sebenarnya ayah tak tahu kalau nona Guio ada diistana kami. Ibu dan
adik saya sangat pandai menggelapkan nona Guio. Ya, mereka salah paham dan
saling menuduh karena nona Guio menghilang". Lovie menghentikan ceritanya
sejenak.
Cerita yang tidak
mengenakkan.
"Setelah bebas, nona
Guio ternyata menyimpan dendam. Dan dia membunuh ibu dan adik saya. Mayat
mereka berdua ditemukan dipinggir sungai tak lama kemudian. Tapi anehnya, pada
ibu, kakinya yang jenjang hilang dan pada adik, mata hidung dan bibirnya
hilang. Lalu, beberapa hari yang lalu saya mendengar rumor tentang gadis yang
memiliki kemampuan membongkar pasang tubuh manusia."
Lovie menatapku lurus
tanpa berkedip. "Ketika saya mengamati nona Guio. Saya menyadari sesuatu,
ya perasaan familiar ketika melihat mata, hidung, bibir dan kakinya bukanlah
kebetulan. Bagian-bagian itu adalah milik ibu dan adik saya. Saya sangat
mengetahui mereka karena saya sudah bersama mereka sejak kecil. Hipotesis saya
membawa saya kesini dan saya ingin anda membongkar apa yang anda pasang di nona
Guio."
"Maaf. Aku dan nona
Guio tidak terikat apapun lagi. Dan apa yang terjadi setelah transaksi kami
tahun lalu, bukan urusanku."
"Saya akan
mengabulkan permintaan anda, apapun. Tapi saya mohon kembalikan bagian tubuh
ibu dan adik saya. Tolong."
Lovie berlutut, begitu
juga dua pengawalnya. Ah~ aku merasa sangat tidak enak jika ada seseorang
berlutut.
Ya, seharusnya aku tak
melakukan bongkar pasang sejak awal.
Ini situasi yang tak
pernah aku duga.
"Jika kau inginkan
bagian tubuh keluargamu kembali, kau bisa membunuh nona Guio dan menguburkan
bagian tubuh yang terpisah ke jasad-jasad aslinya."
"Jasad ibu dan adik
saya diawetkan. Saya ingin anda memasangnya karena saya tahu reputasi anda,
anda bisa memasangkan dengan sempurna tanpa celah yang bahkan seorang dokter
bedah pun tidak bisa melakukannya."
Aku terkekeh mendengar
pujiannya, ah pujian yang terlalu kuat untukku yang biasa ini. Jika seorang
dokter bedah mendengarnya, pasti aku ditantang. Aku sendiri juga tak mau
dibandingkan dengan orang lain.
"Jika anda sudah
mendapatkan bagian tubuh yang hilang. Aku akan membantu memasangkannya"
putusku. Lovie mengenggam tanganku, "Terima kasih."
Nona Guio benar-benar
seperti putri. Dengan sombong dan penuh keangkuhan, nona Guio duduk diatas sofa
empuk ditemani para pelayan yang siap melayaninya. Pakaiannya indah dan mewah,
sepatunya juga rancangan desainer ternama negara X. Diam-diam nona Guio
memandang remeh sekitarnya.
"Anda bisa dicurigai
sebagai mata-mata jika mengintip-ngintip". Suara Lovie mengagetkanku yang
tengah fokus pada nona Guio. Aku melirik pada Lovie yang memakai pakaian
formal. Sebagai adik dari mempelai pria, dan juga anak dari presiden, dia harus
tampil prima dan mempesona seperti yang aku lihat saat ini.
Pesta pernikahan antara
nona Guio dan putra pertama presiden negara X akan berlangsung satu jam lagi.
Jika ada yang bertanya mengapa aku disini, aku disini untuk mempercepat
pemasangan bagian tubuh ibu dan adik Lovie. Rencana busuk Lovie akan dimulai
sesaat lagi, menjelang pernikahan.
Aku masih mengamati nona
Guio yang terlihat gugup, ini pernikahan pertamanya setelah menunggu jodoh 30
tahun!. Ketika Lovie memasuki ruangan nona Guio, para pelayan meninggalkan
mereka, kecuali aku yang bersembunyi dibalik pintu penghubung ruangan nona Guio dan perpustakaan istana. Aku
merapatkan telingaku, mencoba mencuri dengar percakapan mereka.
"Selamat nona Guio.
Sebentar lagi anda akan menjadi kakak ipar saya."
Nona Guio menatap Lovie
dengan lembut, "Terima kasih adik ipar."
Lovie mengulurkan tangan
kanannya yang diselubungi sarung tangan putih. Nona Guio menerima uluran tangan
Lovie, "Aku sangat gugup" sahutnya. Lovie hanya tersenyum licik.
"Nikmatilah detik detik menjelang hari spesial anda kak."
Saat ini semua mata
tertuju pada Nona Guio dan suaminya. Sesuai tradisi dinegara X, mempelai pengantin
diharuskan memakan kue kesetiaan. Ketika nona Guio memakan habis sepotong kue
kesetiaan, tiba-tiba ia kejang-kejang. Sebuah cairan putih berbusa keluar dari
mulutnya, tubuhnya terbaring lemas dalam pelukan suaminya. Para tamu terlihat
panik, dalam kepanikan itu aku menangkap sebuah senyum kemenangan dari Lovie.
"Sepertinya anda
dalam bahaya kak Guio" sahut Lovie sinis. Nona Guio memandang lemah ke
arah Lovie.
"Mungkin sisa
arsenik yang di sarung tanganku tercampur pada tangan anda, dan anda menempelkannya
pada kue. Tapi tenang, saya punya obat penawar arsenik". Lovie
mengeluarkan sebuah botol kecil dan memperlihatkannya dengan bangga pada nona
Guio dan kakaknya.
"Apa yang sebenarnya
kau lakukan pada Guio?" marah presiden negara X.
Oh aneh sekali,
seharusnya yang marah duluan adalah suami nona Guio, bukan ayah mertuanya. Ops,
mantan kekasihnya.
"Saya hanya
memberinya hukuman kecil. Saya ingin orang ini mengakui kesalahannya dan mau
bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada ibu dan adik saya!".
"Apa maksudmu?"
tanya kakak Lovie.
"Wanita busuk ini
telah membunuh ibu dan adik kita, dia sebenarnya simpanan ayah. Dia sama sekali
bukan wanita yang baik!."
Wajah nona Guio semakin
memucat. "Saya menemukan gergaji yang tenggelam didasar sungai dan gergaji
itu memiliki sidik jari nona Guio serta darah ibu dan adik!. Kemudian, saya
memiliki saksi dimana nona Guio mengakui jika ia telah melakukan pembunuhan
agustus lalu!."
Lovie menarikku dari
tengah kerumunan. Nona Guio memandangku dengan marah. Ya, aku telah menghianati
perjanjian antara aku dan dia. Demi keadilan? Mungkin.
"Agustus tahun lalu.
Nona Guio datang pada saya membawa kaki, mata, hidung dan mulut seseorang. Dia
berkata dia telah membunuh. Jika jaringan dan DNA pada mata, hidung, mulut dan
kaki diperiksa. Saya yakin DNAnya berbeda dengan nona Guio. Dan saya disini
untuk mengambil kembali bagian tubuh yang bukan miliknya."
Aku melemparkan sekantung
emas persis dengan apa yang pernah ia berikan padaku dulu. Mata nona Guio berkaca-kaca.
"Pilihan anda
sekarang adalah mengembalikan apa yang menjadi milik ibu dan adik saya baru
saya beri penawar atau tidak mengembalikan dan mati, bagaimanapun juga ketika
anda mati bagian tubuh yang hilang tetap akan diambil dari anda" seru
Lovie.
Pilihan yang sama sekali
buruk.
Nona Guio memandangku dan
Lovie secara bergantian. "Jika aku mengembalikan, aku tak bisa melihat,
mencium, makan dan bicara, bahkan berjalan. Lebih baik aku mati dibandingkan
aku tak bisa memiliki apapun karena kehilangan indraku."
Menjadi sang pembongkar
pasang benar-benar melelahkan. Sekarang mungkin aku bisa melamar menjadi tukang
gali kubur. Setelah membongkar makam ibu dan adik Lovie, memasangkan bagian
tubuh mereka yang hilang kemudian mengembalikan lagi jasad itu ke tanah benar-benar
melelahkan meski aku dibantu para pengawal dan Lovie.
Aku melupakan diriku
sebagai seorang perempuan karena melakukan hal ini.
Setelah pekerjaanku
selesai. Aku menyebarkan bunga ke makam nona Guio. Si cantik yang tak pandai
bersyukur dan akhirnya mati dengan mengenaskan. Sisa-sisa kecantikanpun tak ada
didirinya.
Lovie mendekatiku dan
tersenyum, "Terima kasih". Ia terlihat puas telah menuntaskan kasus
kematian ibu dan adiknya.
"Nona Resha. Jika
berkenan, anda bisa tinggal dinegara kami dan belajar ilmu alkimia kedokteran.
Alkimia kedokteran hanya ada satu di dunia ini dan hanya orang-orang tertentu
yang bisa menjadi bagian darinya. Saya bisa merekomendasikan anda. Anda
memiliki bakat yang sangat luar biasa dalam ilmu kedokteran dan alkimia."
Aku terdiam membisu.
"Ketika anda menjadi
dokter alkimia, anda bisa menggunakan kemampuan anda untuk perdamaian dunia dan
menolong orang banyak" tambah Lovie antusias.
"Ya. Menurutku itu
bukan hal buruk. Ilmu itu harus ditempatkan ditempat yang sesuai dan tidak
disalahgunakan."
Aku berjalan lurus,
meninggalkan Lovie dibelakang. Tapi kemudian aku membalikkan badan,
"Pastikan kau menjadi menteri pertahanan negara yang jujur dan adil."
Lovie tertawa.
Komentar
Posting Komentar