Ketika Dua Angsa Bermain

Sinopsis :
Ketika seorang gadis modern terjebak dalam aliran waktu ke Agustus 1945 dan bertemu duo detektif yang berada dibalik strategi kemerdekaan negara RI.
(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/bb/SwansCygnus_olor.jpg/250px-SwansCygnus_olor.jpg)


Seingatku aku sedang berjalan menuju sekolah untuk mengikuti upacara bendera yang saban 17 Agustus diadakan. Biasanya mataku akan melihat barisan teman-teman sebaya yang memakai seragam putih abu-abu lengkap dengan topi dan dasi, tapi saat ini tak ada pemandangan itu. Aku hanya melihat dinding putih, sebuah pintu dan jendela yang besar. Ketika aku melihat ke jendela, beberapa orang berlalu lalang dengan cepat, pakaian mereka lusuh, dan mereka membawa-bawa bambu runcing, seperti menonton film zaman penjajahan.

Zaman penjajahan?.

Ku dengar suara-suara dari balik pintu yang berjarak tak jauh dari tempatku berdiri sekarang. Dengan perlahan aku membuka pintu, menyisakan sedikit celah. Dari celah yang sempit itu aku melihat dua orang laki-laki, satu bertubuh kecil dan sedang duduk dikursi, sementara satu orang lagi berdiri. Tak jauh dari mereka seorang perempuan membuat minuman dan dihidangkan pada orang yang berdiri.

"Jadi, anda siapa dan ada urusan apa anda kemari?" tanya laki-laki yang duduk dengan ramah.

Laki-laki yang berdiri mengeluarkan sebuah kertas dari kantong celananya, "Namaku Arjuna, aku menemukan surat kaleng yang berisi pesan."

"Ehm. Kode?. Nippon Bombed" sahut Laki-laki yang duduk dengan cepat.

"Maksudnya Nippon telah di bom" jelas wanita yang memakai gaun terusan model orang belanda itu.

Belanda? Nippon?.

"Bagaimana caranya anda mengetahui arti kode ini?"

"Coba perhatikan dengan seksama...". Arjuna menatap bingung pada kertasnya. "Pengirim pesan hanya mengubah abjad menjadi urutan abjad. Misalkan a menjadi 1, b menjadi 2 dan seterusnya. Sehingga kode 14916161514-21513254 dikonversi ke abjad menjadi NIPPON-BOMBED" jelas laki-laki yang duduk.

"Kemudian, siapa pengirim pesan ini?."

"Seorang prajurit Nippon yang sepertinya menaruh hati pada salah satu anggota PETA"

"Menaruh hati?"

"Ada seorang perempuan yang menyamar menjadi anggota PETA"

"Manamungkin!!"

"Ya, itu mungkin hanya pendapatku. Yang jelas, berita Nippon yang dibom merupakan tanda-tanda kekalahan dan kita seharusnya bersiap untuk kemerdekaan."

"Bung Raraka! Saya akan segera melaporkan hal ini pada ketua. Terima kasih bantuannya." dengan cepat Arjuna menyerahkan sebuah buku pada laki-laki yang berhasil memecahkan kode untuknya, kemudian ia segera keluar dengan terburu-buru.

"Seharusnya orang-orang PETA itu memberiku uang bukan buku! Ya, bukannya aku tidak suka buku, tapi..semua orang PETA dan orang-orang lainnya hanya memberiku buku ketika kasus-kasus diselesaikan" omel Raraka sambil memanyunkan bibirnya.

"Jika tak mau, untukku saja bukunya"

"Ngomong-ngomong, penyamaranmu waktu itu berhasil Hara, ada juga prajurit Nippon yang rela membagi informasi mengenai keadaan negaranya gara-gara hal sepele bernama cinta" lanjut Raraka.

Hara, wanita yang sedari tadi berdiri disamping Raraka melirik kesal. "Cinta bukan hal yang sepele". Seketika raut wajah Raraka berubah pucat pasi.

SREK.

Aku keluar dari tempat persembunyian, Raraka dan Hara langsung melihat kearahku. Mereka memandangiku dari atas ke bawah.

"Dimana ini dan tanggal berapa ini?" tanyaku gugup.

"Ini Djakarta, 7 Agustus 1945" jawab Raraka dan Hara bersamaan.



Raraka mengamatiku dengan matanya yang lembut tetapi tajam. "Benarkah kamu dari masa depan? 2014?" tanya Raraka. Aku mengangguk cepat.

"Namaku Fatma, usiaku 16 tahun. Aku adalah seorang siswi SMA, dan pagi tadi aku pergi ke sekolah untuk mengikuti upacara peringatan hari kemerdekaan tapi entah mengapa ketika aku membuka mataku, aku berada dikamar asing. Sepertinya, aku terjebak dalam aliran waktu yang salah".

Hara mengambil kursi dan mempersilahkanku duduk. Aku, Raraka dan Hara kemudian duduk mengitari sebuah meja.

"Namamu seperti nama istri bung Karno ya. Namaku Haraka Anggrek. 14 tahun. Aku seorang penulis dan detektif. Dan ini adalah Raraka, 14 tahun, seorang detektif."

Detektif di zaman penjajahan? Aku baru dengar.

"J-jika kalian detektif, bisakah kalian membantuku kembali ke zamanku?" pintaku pelan. Raraka dan Hara saling berpandangan bingung.

"Ini pertama kalinya ada seseorang yang melintasi waktu" gumam Raraka.

"Kami akan membantumu jika bisa. Untuk sekarang, kamu bisa tinggal disini dulu" sahut Hara cepat. Aku tersenyum kecut.

"Ah, maaf sebagai tanda perkenalan. Perkenankan aku memberikan ini pada kalian" aku merogoh tas kecilku dan mengeluarkan sebuah novel ringan. "Aku tak punya uang zaman ini, dan hanya ini yang kupikir cocok untuk kalian".

Mata Hara membesar dan berbinar-binar. Dengan cepat ia menerima novel ringan dan berterima kasih padaku. "K-kenapa nama pengarangnya nama Nippon?" tanya Hara.

"Eh, ya, novel itu memang aslinya punya J-je eh N-nip-pon dan diterjemahkan di Indonesia"

"Apakah Nippon masih menjajah Indonesia dimasa depan?" sahut Raraka penuh emosi.

Aku menggelengkan kepala, "Tak ada penjajahan di Indonesia dimasa depan. Hubungan dengan J-je, m-maksudku Nippon baik kok. Industri Animasi Jepang maksudku Nippon sangat disukai oleh anak-anak muda Indonesia dan menjadi inspirasi perkembangan animasi Indonesia, kemudian novel ringan juga."

"Sepertinya kamu suka Nippon?" selidik Raraka dan Hara.

"Eh-i- Ya, ada beberapa hal yang aku suka"

"Apa kamu pengkhianat negara? Kamu lebih suka Nippon daripada Indonesia?" cecar Raraka sambil menatapku tajam.

"Tentu saja aku tidak akan jadi pengkhianat negara!. Bagaimanapun aku suka Indonesia -mungkin- jika saja korupsi bisa hilang dan pasal ke 5 Pancasila diwujudkan."

"Korupsi?" Hara memandangku. "Ya, dimasa depan Indonesia dijajah nafsu kekuasaan dan harta benda. Korupsi menjadi raja dan uang sebagai ratunya. Hukum dilelang dipasar bebas, siapa yang bisa bayar lebih dia yang akan menang" sahutku.

"Oh ya? Kemudian untuk apa kita berjuang untuk merdeka jika Indonesia merdeka dijajah nafsu" tukas Hara kesal.



Djakarta, 14 Agustus 1945.

Arjuna bergegas membuka pintu, dengan nafas tercekat dia berjalan menuju Raraka. "Ini kode yang baru."

Raraka mengambil kertas yang disodorkan Arjuna dan mengeryitkan dahi. Aku dan Hara mendekat ke arah Raraka dan melihat kertas tersebut. Sebuah tulisan TO tertulis disana.

"Dan ada mawar yang terselip" Arjuna meletakkan setangkai mawar merah dimeja. Mata Raraka melirik ke Hara, "Jangan-jangan prajurit Nippon itu ingin menyatakan cinta. Mawar merah lambang cinta kan?".

Hara tersenyum simpul dan mengambil mawar, dengan anggun dia mendekatkan bunga mawar ke hidungnya, tapi digagalkan oleh Raraka. "Kita harus ekstra hati-hati, bisa saja ada racun dalam mawar itu dan jika kita menciumnya, racun ini akan masuk ke pernafasan kita."

"Cara cemburu yang lucu" sahutku. Raraka dan Hara mengabaikan kata-kataku dengan cepat sebelum dua wajah itu memerah serempak.

"ROSTO" Hara meletakkan menumpukan tangan kanannya ke dagunya. "Dalam bahasa Inggris, mawar adalah Rose, dan jika disambung dengan kata-kata yang tertulis dikertas, menjadi ROSTO, ROSUTO."

Raraka memikirkan analisis Hara, "Rosuto, bahasa Nippon kah?".

"Rest" tebakku.

"Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Raraka.

"Ya. Orang J-je, Nip-pon memiliki kebiasaan mengatakan bahasa Inggris dengan caranya sendiri hingga kita terkadang tak sadar kalau yang mereka ucapkan sebenarnya bahasa Inggris. Dan kata Rosuto itu terdengar seperti Rest, orang Nippon akan mengeja kata Rest menjadi Ro Su To" jelasku.

"Dan arti dari Rest adalah istirahat" balas Hara.

"Ehm. Jadi maksudnya Nippon istirahat? Apa mereka kalah pada perang pasifik?" lanjut Raraka.

"Tanggal 14 Agustus 1945 Nippon menyerah pada sekutu, dan tanggal 15 Agustus 1945 berita kekalahan Nippon akan didengar oleh Syahrir dari siaran radio Amerika. Kemudian, ia menyampaikan berita itu kepada Drs. Moh. Hatta dan Ir. Soekarno. Mereka lalu ke rumah Laksamana Maeda yang bertugas sebagai Wakil Angkatan Laut Jepang di Djakarta. Dia membenarkan bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu" tanpa kusadari aku menceritakan apa yang ku pelajari dipelajaran sejarah beberapa hari lalu. Dengan cepat aku menutup mulutku. Ya, aku tak bisa membocorkan sejarah lebih dari ini. Bisa-bisa sejarah berubah!.

"Apa gadis ini peramal?" tanya Arjuna yang kaget dengan kata-kataku barusan.

"Bukan. Dia hanya gadis tersesat dan mungkin, kau bisa bilang dia memiliki intuisi yang bagus" balas Raraka cepat. Raraka memandangi semua orang diruangan ini dengan tatapan antusias, "Jika Nippon memang kalah. Kita harus bertindak cepat sebelum pasukan sekutu tiba dan menjajah kita. Aku akan memikirkan strategi yang tepat, 3 hari dari sekarang kita harus sudah merdeka."

Ya, tiga hari kemudian Indonesia akan merdeka sesuai harapan Raraka.



Djakarta, 15 Agustus 1945

"Tadi aku sudah menemui Wikana dan memberikan strategi". Raraka duduk dikursinya dan membolak-balik koran baru yang diberikan Hara.

"Bagaimana pendapat golongan muda terhadap strategimu?" tanya Hara.

"Ya. Sepertinya dia setuju. Sudah pasti pertemuan nanti akan kelot. Kau tahu, golongan tua pasti bersikeras ingin kemerdekaan yang diakui oleh bangsa lain dan terorganisir. Ah, para orang tua memang pikirannya ribet. Padahal, merdeka ya lebih cepat lebih baik" jelas Raraka.

Aku hanya menjadi pengamat dan pendengar diantara Raraka dan Hara. Aku bukan dari zaman ini, dan aku sudah tahu apa yang terjadi pada agustus 1945. Lebih baik aku diam saja dibandingkan kata-kataku merubah sejarah.

Raka menutup koran dan balik menatap Hara, "Wikana bilang, mengapa Rengasdengklok yang dipilih untuk strategi selanjutnya?."

"Oh. Ketika aku melihat peta, mataku langsung tertuju pada Rengasdengklok. Jika dipikir-pikir, mungkin itu dinamakan insting seorang wanita."

Raraka menghela nafas, "Aku kira kau memikirkan suatu alasan yang hebat dibalik itu."

"Lalu, kau bilang apa pada Wikana?"

"Ya, aku bilang pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan bung Karno dan bung Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan di Purwakarta dan Daidan di Jakarta terdapat hubungan erat sejak keduanya melakukan latihan bersama. Kemudian, secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga dapat dideteksi dengan mudah setiap gerakan tentara Nippon yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah DJakarta, Bandung, atau Jawa Tengah."
Hara melebarkan matanya, "Huah, aku tak pernah berfikir sejauh itu"

"Ya, itu karena kau selalu menggunakan insting belaka. Untung saja aku bisa mengarang dengan cepat sebuah alasan yang logis -mungkin-"

"Apakah bung Karno dan bung Hatta harus diamankan?"

"Kalau tidak diamankan, mereka akan dipengaruhi oleh pihak-pihak lain. Sudah kubilang kan, 3 hari dari 14 Agustus kita harus merdeka. Semua strategi yang kita susun adalah pertaruhan dan jawabannya adalah 17 Agustus 1945 mendatang. Tak boleh ada yang meleset dari strategi kita."

"Oke. Kemudian apa yang akan kita lakukan pada Fatma?" tanya Hara
sembari melirikku yang sedari tadi diam memperhatikan mereka berbicara.
"Kita pikirkan lagi" balas Raraka pelan.


"Portal penghubung antara zamanku dan zaman ini adalah dinding ini maksudnya?" aku menunjuk ke dinding putih didekat jendela, di kamar tempatku berada saat pertama kali datang ke zaman penjajahan ini.
Raraka dan Haraka mengangguk cepat.

"Kemungkinan berhasil aku tak bisa menjamin 100%, bahkan 5% saja tidak" balas Raraka sedih.

"Aku hanya berfikir, kamu datang tiba-tiba langsung dikamar ini. Menurut ceritamu, waktu itu kamu sedang pergi menuju sekolah, berarti waktu itu kamu berjalan...lalu, sewaktu aliran waktu yang aneh berada dihadapanmu tak kamu sadari dan kamu memasukinya. Jadi, mungkin dibalik dinding ini adalah duniamu sesungguhnya" Hara tersenyum, "instingku mengatakan begitu."

"Insting Hara kuat, dan biasanya instingnya adalah sesuatu yang bisa membuatku berhasil mengungkap kasus. Kau bisa percaya padanya dan insting liarnya" sahut Raraka. Hara terlihat kesal dibilang 'insting kuat'. Aku mengangguk cepat, "Aku percaya pada kalian".

Aku memandangi dinding putih dihadapanku. Bersiap untuk kembali ke masaku. Aku melirik Hara dan Raraka. "Siapa sebenarnya kalian? Aku tak pernah mendengar ada detektif dizaman penjajahan dan, kalian menjadi bagian dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Strategi kalian akan menjadi nyata..."

Raraka dan Hara tersenyum, "Kami hanya anak Indonesia. Indonesia Underground, detektif" seru mereka bersamaan.

"Tapi, tak pernah tertulis dicatatan sejarah manapun..."

"Tak perlu" sahut Raraka cepat.

"Cukup membantu orang dalam menyelesaikan kasus adalah hal menyenangkan" lanjut Hara.

"Terima kasih atas pertolongannya. Aku akan kembali ke masaku dan menceritakan tentang kalian berdua". Hara menepuk bahuku, "Terima kasih juga atas bukunya. Pastikan jika kamu kembali, carilah kami berdua lagi. Jika kami masih hidup. Aku akan menulis novel detektif mengenai kasus-kasus yang kami selesaikan, meski tak ada di sejarah, kami akan ada di novel tanpa pengubahan apapun. Murni". Aku mengangguk cepat, lalu berkonsentrasi untuk menembus dinding. Langkah kakiku dengan tegap menuju dinding, "Selamat tinggal"

Wuussssss.



Jakarta, 17 Agustus 2014

"Ah males banget hari minggu harus upacara".

Aku menoleh ke belakangku, sahabatku yang bernama Nia terlihat mengantuk. "Pagi Fatma!" sapa Nia.

"Nia!! Aku sudah kembali?? Aku sudah kembali!!" teriakku kencang. Nia hanya membalasku dengan ya ya.



Jakarta, 18 Agustus 2014

"Huwwaaaaah, novel itu akan diangkat menjadi anime!!". Aku mendengar Nia berteriak ketika kami di jam istirahat. Beberapa orang kemudian mengerumuninya, Nia sedang asyik berselancar di internet menggunakan tablet PC yang dibawa diam-diam ke sekolah.

"Itu novel yang dikarang oleh Haraka Anggrek kan? Novel legendaris yang membuatku semangat membacanya"

"Iya, meski novel jadul tapi benar-benar berkesan"

"Sayang, penggarangnya nggak pernah diekspos"

"Ya, dia nggak suka dieskpos kan"

"Suaminya juga pengarang kan? Pengarang cerita detektif"

"Ku dengar mereka pindah ke Jepang untuk menghabiskan masa tua mereka. Salah satu cucu mereka mendirikan perusahaan animasi disana"

"Kau tahu dari mana?"

"Dari rumor yang beredar di Jepang. Animator Indonesia yang terkenal disana adalah cucu duo novelis terkenal Indonesia dan kabarnya karya-karya kakek-neneknya itu akan dijadikan anime segera"

Aku menengadahkan kepalaku ke langit biru. "Strategi kalian berhasil. 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, dan impian Hara menjadi penulis novel juga terwujud."

"Apakah nama suami Haraka Anggrek adalah Raraka?" tanyaku cepat. Nia dan beberapa teman sekelas kami yang sibuk membicarakan Haraka Anggrek dan novelnya menoleh dan mengangguk cepat.

Ah~ mereka memang pasangan yang lucu.


Note :
- Nippon : Jepang

Ketika Dua Angsa Bermain pada awalnya adalah judul novel yang ditulis dalam Aitakute : Parallel World, sebagai salah satu novel yang keberadaannya tidak ada didunia ini. Saya yang memang penggemar kisah detektif dan sejarah menulis kolaborasi tema tersebut yang tidak pernah saya coba sebelumnya sebagai tema untuk Ketika Dua Angsa Bermain (pada Aitakute : Parallel World), kisah detektif berlatarkan sejarah, mungkin setipe Gosick (bertema detektif, mengambil latar masa perang dunia I). 

Lalu, menjelang hari terjadinya Rengasdengklok 69 tahun yang lalu, saya ingin menulis sesuatu soal itu dan akhirnya pilihan jatuh pada Ketika Dua Angsa Bermain meskipun tidak dalam bentuk novel, hanya sekadar oneshoot untuk sementara ini. Kisah detektif itu susah *huft. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mai Kuraki in the poetry

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Fase Baru